Langsung ke konten utama

Supervisi Pembelajaran Dengan Pendekatan Ilmiah [PGSD UNU NTB]

Supervisi Pembelajaran Dengan Pendekatan Ilmiah


A.      Pengertian Supervisi Pembelajaran
Secara etimologi supervisi berasal dari kata bahasa Inggris Supervision yang terdiri dari kata super dan vision yang masing-masing kata itu berarti atas dan penglihatan. Jadi secara etimologis, supervisi adalah penglihatan dari atas. Pengertian itu merupakan arti kiasan yang menggambarkan suatu posisi dimana yang melihat berkedudukan lebih tinggi dari pada yang dilihat. Hal ini dapat diartikan bahwa kegiatan supervisi dilakukan oleh atasan kepada bawahan. Alfonso mendefiniskan supervisi pembelajaran sebagai berikut: Instruction supervision is here in defined as: behavior officially designed by organization that directly affect teacher behavior in such a way as to facilitate pupil learning and achieve the goals organization (Alfonso, Firth & Naville, 1981;43).
Supervisi pengajaran di sini didefinisikan sebagai perilaku resmi yang dirancang oleh organisasi yang secara langsung dalam mempengaruhi perilaku guru sedemikian rupa untuk memfasilitasi pembelajaran murid dan mencapai tujuan organisasi. Dapat diartikan juga bahwa supervisi pengajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh organisasi sekolah dalam hal ini kepala sekolah atau pengawas sekolah sebagai supervisor untuk membina, membimbing, dan mengarahkan guru-guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran di kelas agar lebih baik (Aan Ansori, Ali Imron, Maisyaroh:2016).
Mukhtar dan Iskandar (2009:51) mengemukakan, supervisi pembelajaran adalah serangkaian kegiatan guna membantu guru dalam mengembangkan kemampuan mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Sagala (2010:282), supervisi pembelajaran adalah pemberian dan layanan yang diberikan pada guru agar mau terus belajar, meningkatkan kualitas pembelajaran, menumbuhkan kreativitas guru memperbaiki bersama-sama dengan cara melakukan seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran, model dan metode pengajaran, dan evaluasi pengajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, pendidikan dan kurikulum dalam perkembangan dari belajar mengajar dengan baik agar memperoleh hasil yang lebih baik (Aan Ansori, Ali Imron, Maisyaroh:2016).
Menurut Imron, A, (2011:8) supervisi pembelajara secara terminoligi sering diartikan sebagai serangkaian usaha bantuan kepada guru. Terutama layanan professional yang dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dan supervisor lainnya untuk meningkatkan kualitas sekolah. Tujuan layanan professional tersebut adalah agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar sehingga tujuan pendidikan yang direncanakan dapat dicapai.
          
B. Jenis-Jenis Supervisi Pembelajaran
Perlu diketahui sebelumnya, menurut Burhanuddin dkk (2006), ada tiga pendekatan dalam supervisi pengajaran, yaitu:
1.      Pendekatan Scientific (Ilmiah). Pendekatan ini merupakan warisan era kejayaan gerakan manajemen ilmiah.
2.      Pendekatan Artistic (Artistik). Pendekatan ini merupakan wujud jawaban atas ketidakpuasan terhadap pendekatan ilmiah.
3.      Pendekatan Clinis (Klinis). Pendekatan ini diangkat dari model hubungan dokter pasien, sehingga didalamnya terdapat konsep diagnosis-terapi dalam melaksanakan supervisi pengajaran.

C. Pengertian Pendekatan Scientific
Pendekatan Scientific (ilmiah) dalam supervisi pengajaran berhubungan erat dengan pengupayaan efektifitas pengajaran. Dalam pendekatan ilmiah, pengajaran dipandang sebagai ilmu atau science. Oleh karena itu maka perbaikan pengajaran dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.
Supervisi pengajaran dengan pendekatan ilmiah, indikator keberhasilan mengajar dilihat dari komponen-komponen pembelajaran, variabel-variabel proses belajar-mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih ditekankan pada pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan. Pendekatan ilmiah supervisi pengajaran dipengaruhi oleh aliran scientific management, yang menekankan organisasi memiliki satu struktur hierarki dan bekerja dengan cara-cara yang logis, sistematis, dan rasional.
Supervisi ilmiah terkait erat dengan pembinaan guru dengan peningkatan efektifitas pengajaran. Efektivitas pembelajaran seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah). Indikator keberhasilan mengajar model ini ilihat dari komponen pembelajaran, variabel-variabel proses belajar mengajar. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih ditekankan pada pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan.
Tujuan supervisi ilmiah adalah sebagai upaya untuk membantu perkembangan murid melalui pengembangan guru. Karena supervisi berkaitan dengan seluruh anak (dan seluruh guru) atasan (kepala sekolah) harus mengenali dan memberikan tempat yang benar untuk kreativitas, kerja sama, dan demokratis. Tidak ada pertentangan antara konsep pengawasan kreatif, kooperatif, demokratis, dan ilmiah.
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan untuk pengembangan supervisi dengan pendekatan ilmiah, yakni: 1)pengembangan teknik diagnostik; dan 2) pertumbuhan guru melalui pemikiran ilmiah informal. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah dengan melengkapi sarana untuk menjaga pengajaran guru dan murid yang dekat dengan kebutuhan masing-masing guru, murid di kelas, dan menekankan teknik kelompok seperti rapat guru, demonstrasi kelompok, dan buletin. Yang kedua adalah dengan melengkapi suplemen berharga dengan konsep sains sebagai badan pengetahuan terverifikasi dengan mengenalkan konsep bahwa pengawasan yang baik adalah pemikiran yang baik (V. A. C. Henmon. 1934. The Journal of Educational Research, Vol. 27, No. 7. 529-552).

D. Ciri-ciri dan Karakteristik Supervisi dengan Pendekatan Ilmiah
Ciri utama dari supervisi dengan pendekatan ilmian (science) adalah rasional dan empirik. Menurut Sahertian (2000:36) supervisi pengajaran yang bersifat ilmiah bercirikan hal-hal: (1) dilaksanakan secara berencana dan berkesinambungan; (2) sistematis serta menggunakan prosedur dan teknik tertentu; (3) menggunakan instrumen pengumpulan data; dan (4) ada data objektif yang diperoleh dari keadaan yang riil. Sedangkan menurut Sagala (2010:96-97), supervisi pembelajaran dengan pendekatan ilmiah memiliki unsur-unsur; (1) sistematis, berarti dilaksanakan secara teratur, berencana kontinyu; (2) obyektif, artinya data yang didapat berdasarkan pada observasi nyata, bukan tafsiran pribadi; (3) menggunakan alat (instrumen) yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar.
Karakteristik  supervisi  ilmiah adalah:
1. Supervisi bersifat kelompok, yaitu sekelompok guru disupervisi oleh satu atau beberapa supervisor.
2. Tempat supervisi bisa di sekolah, tetapi kebanyakan di luar sekolah sebab pada umunya pesertanya banyak.
3.Waktu mengadakansupervisi sudah ditentukan sebelumnya.
4. Peserta pada umumnya dari beberapa sekolah.
5. Sering memakai supervisor ekspert dari luar dunia pendidikan kalau membahas keragaman daerah dengan segala aspeknya. Tetapi kalau hanya membahas informasi atau masalah-masalah pendidikan maka yang mensupervisi adalah supervisor pendidikan.
6. Wujud supervisi didominasi oleh ceramah, yang dilengkapi dengan diskusi atau Tanya jawab.
7. Pada umunya tidak ada pertemuan tindak lanjut, tetapi pertemuan seperti itu biasanya ditindaklanjuti di sekolah asal guru masing-masing, yaitu berupa penularan pengetahuan kepada guru-guru lain yang tidak diutus mengikuti supervisi tadi.

E. Posisi Supervisi Pengajaran dengan Pendekatan Scientific
a.      Sebagai Bagian dari Manajemen Ilmiah
Supervisi ilmiah dipandang sebagai kegiatan supervisi yang dipengaruhi oleh berkembangnya manajemen ilmiah dalam dunia industri. Menurut pandangan ini, kekurang berhasilan guru dalam mengajar, harus dilihat dari segi kejelasan pengaturan serta pedoman-pedoman kerja yang disusun untuk guru. Oleh karena itu, melalui pendekatan ini, kegiatan mengajar harus dilandasi oleh penelitian, agar dapat dilakukan perbaikan secara tepat.
Sebagai bagian dari manajemen ilmiah, supervisi pengajaran yang menggunakan pendekatan ilmiah ini dipandang dapat memberikan responsi atas kekurangan dalam menilai efektifitas pengajaran, seperti:
·         Kurang tegasnya dan kurang jelasnya standar yang dipergunakan untuk menilai efektivitas pengajaran
·         Sulitnya menentukan metode-metode yang paling baik
·         Sulitnya menentukan guru mana yang mengajar dan melaksanakan tugas paling baik
Tugas utama supervisi pengajaran dengan pendekatan ilmiah adalah membantu guru dalam menyeleksi metode-metode mengajar dan memperbaharui kemampuan guru dalam mengimplementasikannya. Dalam membantu guru dalam hal menyeleksi metode pengajar, supervisor terlebih dahulu harus dapat menemukan prosedur dan penampilan mengajar yang paling baik. Setelah menemukan hal-hal tersebut, supervisor dapat membantu guru mengaplikasikan metode yang dapat menjamin keberhasilan siswa secara maksimal.
Dalam memperbaharui guru, supervisor terlebih dahulu mengidentifikasi kekurangan-kekurangan guru dalam mengajar melalui pengukuran pengetahuan guru tentang materi pelajaran, pengetahuan guru tentang metode pengajaran, pengetahuan guru tentang proses pengajaran, kemampuan guru dalam memandang pengajaran dari perspektif akademis dan sosial, serta pengukuran terhadap kesabaran dan energi yang dimiliki guru.
b.      Sebagai Gambaran Hasil Penelitian dan Aplikasi Metode Pemecahan Masalah
Supervisi ilmiah dipandang sebagai penerapan penelitian ilmiah dan metode pemecahan masalah secara ilmiah bagi penyelesaian permasalahan yang dihadapi guru di dalam mengajar. Supervisor dan guru bersama-sama mengadopsi kebiasaan eksperimen dan mencoba berbagai prosedur baru serta mengamati hasilnya dalam pembelajaran.
Hal-hal yang harus dilakukan oleh supervisor dalam supervisi pengajaran yakni:
·         Memanfaatkan hasil-hasil penelitian
·         Menggunakan prosedur pendekatan ilmiah
John Dewey mengemukakan bahwa tujuan supervisi pengajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah adalah sebagai berikut:
·         Membantu mengembangkan kemampuan guru untuk memecahkan problema kelas secara ilmiah
·         Membantu mengembangkan kemampuan guru untuk memecahkan problema kelas secara ilmiah, yang tidak dipengaruhi oleh faktor tradisidan menggunakan semangat inquiri.
Adapun kegiatan yang dilakukan oleh supervisor bersama-sama dengan guru adalah:
1)      Melaksanakan eksperimen mengenai metode dan prosedur dalam mengajar
2)      Melihat pengaruh dari implementasi metode dan prosedur tersebut terhadap efektifitas pengajaran.
Kegiatan demikian dilakukan, karena pendekatan ilmiah dalam supervisi pengajaran dilandasi oleh suatu asumsi, bahwa satu pengajaran akan meningkat efisiensinya apabila:
1)      Supervisor mau membimbing guru menerjemahkan tujuan sekolah dengan rumusan yang dapat dipahami oleh guru
2)      Supervisor mau membantu guru menyesuaikan kurikulum dengan siswa dan masyarakat
3)      Supervisor mau membantu guru menganalisis pengajaran
4)      Supervisor mau menilai kualitas pengajaran guru
5)      Supervisor mau  mengukur efisiensi pengajaran yang dilakukan oleh guru.

c.       Sebagai Bagian dari Ideologi Demokrasi
Supervisi ilmiah dipandang sebagai democratic ideology, maksudnya bahwa setiap penilaian atau judgment terhadap baik buruknya seorang guru dalam mengajar, harus didasarkan pada penelitian dan analisis statistik yang ditemukan dalam action research terhadap problem pembelajaran yang dihadapi oleh guru. Intinya supervisor dan guru harus mengumpulkan data yang cukup dan menarik kesimpulan mengenai problem pengajaran yang dihadapi guru atas dasar data yang dikumpulkan. Hal ini sebagai perwujudan terhadap ideologi demokrasi, di mana seorang guru sangat dihargai keberadaannya, serta supervisor menilai tidak atas dasar opini semata.
Sekitar tahun 1940, pada awal kejayaan supervisi pengajaran dengan pendekatan ilmiah, supervisi lebih banyak mengarah dan dinafasi oleh politik. Suasana politik pada waktu itu menjunjung prinsip-prinsip yang mengarah pada demokrasi, partisipasi dan sosial. Oleh karena itu, bantuan supervisor terhadap guru dalam mengaplikasikan metode dan sikap ilmiah, senantiasa ditempatkan dalam kerangka prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dikembangkan. Ideologi demokrasi  yang berkembang pada saat itu dijadikan payung bagi kegiatan-kegiatan ilmiah. Hipotesis yang diformulasikan dan diuji, action resaerch yang diimplementasikan, desaign penelitian yang dibuat, semuanya dimaksudkan untuk memberi bukti atas kebenaran ideologi demokrasi, yang berwujud diperlukannya partisipasi guru. Riset-riset yang ada pada waktu itu menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis di dalam kelas, terbukti lebih unggul dari pada gaya kepemimpinan yang otoriter. 

F. Langkah-langkah Pelaksanaan Supervisi Ilmiah
Langkah-langkah proses teknik supervisi pertemuan ilmiah adalah:
1. Mula-mula ada gagasan untuk mengadakan supervisi pertemuan ilmiah. Gagasan itu biasanya muncul dari supervisor.
2.  Rancangan supervisi dibuat lengkap dengan materi yang akan dibahas, para guru yang akan diundang, dan supervisor-supervisor yang akan dilibatkan.
3.  Ada persiapan pertemuan, bila perlu ada panitia penyelenggara.
4. Tempat pertemuan dan waktu serta jadwal pertemuan ditentukan.
5. Surat undangan lengkap dengan tujuan, tempat, dan waktu dikirim kepada guru-guru dan para supervisor.
6. Proses supervisi dimulai dengan ceramah-ceramah oleh ahli atau supervisor tetntang sesuatu yang baru atau cara-cara pemecahan suatu masalah. Ceramah diikuti oleh Tanya jawab. Bila perlu dibentuk seksi-seksi yang membahas dan mendiskusikan bagian-bagian dari apa yang diceramahkan. Proses supervisi berakhir dengan simpulan yang dibuat bersama.
Guru-guru yang diutus mengikuti supervisi di atas, setelah kembali ke tempatnya masing-masing pada umunya diminta untuk menyampaikan hal-hal yang didapat dalam supervisi di atas kepada teman-teman guru yang lain. 

G. Contoh Proses Pelaksanaan Supervisi Pengajaran dengan Pendekatan Ilmiah
            Berikut ini adalah salah satu contoh penelitian dilakukan oleh Rosmawati N, tentang upaya meningkatkan kemampuan mengajar guru kimia melalui supervisi akademik model ilmiah di SMA Negeri Kota Takengon. Dari penelitian ini dapat dilihat contoh proses pelaksanaan supervisi dengan pendekatan ilmiah. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan (planning)
Berdasarkan data pra siklus diperoleh kesulitan yang dihadapi oleh guru kimia dilapangan. Oleh karena itu dianggap perlu Peneliti menyusun perencanaan yang matang untuk memastikan setiap proses yang akan dilaksanakan dapat mengatasi permasalahan tersebut meliputi: (1) Peneliti dan guru menyusun program dan mengembangkan skenario pembinaan melalui Supervisi Akademik Model Ilmiah; (2) Peneliti dan guru menyepakati tingkat keberhasilan tindakan; (3) menyiapkan keperluan berupa alat, sumber dan bahan yang diperlukan Supervisi Akademik; (4) Peneliti mengembangkan alat pencatat data kemampuan mengajar guru yaitu lembar observasi RPP, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran dan lembar observasi evaluasi hasil belajar; dan (5) menyiapkan lembar observasi kepala sekolah terhadap pelaksanaan supervisi akademik model ilmiah.

b. Tahap Pelaksanaan (acting)
Pada siklus ini guru menerapkan supervisi akademik model ilmiah dengan pendekatan kolaboratif dengan teknik observasi kelas secara bersistim (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya melalui kegiatan sebagai berikut: Percakapan awal (pre-conference), kesepakatan melakukan perbaikan kualitas pembelajarandan pengupayaan efektifitas pengajaran berpedoman kedata pra siklus yang dianggap sebagai permasalahan guru yang perlu dicari solusinya. Dari percakapan ini guru masih perlu diberi penjelasan dan bantuan dalam pembuatan RPP yang standar. Peneliti memberikan tindakan : (a) menyajikan modul penyusunan RPP sebagai standar kriteria; (b) menjelaskan komponenkomponen yang bersifat mutlak maupun relatif; (c) mendengarkan kendala yang dihadapi guru dalam penyusunan RPP; (d) memberikan solusi terhadap guru tersebut, dan (e) adanya negosiasi untuk merevisi terhadap RPP yang ada sebelumnya dalam rangka meluruskan hal-hal yang dianggap belum sesuai kriteria. Dalam hal ini Peneliti menerapkan prinsip demokratis, tidak mengekang, tidak menghalang-halangi guru berinovasi baik dalam hal memilih metode maupun media pembelajaran. Observasi dilakukan terhadap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disudah di revisi guru sesuai modul sebagai standar kriteria. Kemudian dilakukan analisis /interpretasi, Peneliti melakukan analisis terhadap data yang diperoleh dari hasil observasi terhadap RPP yang sudah direvisi. Data objektif sebagai acuan permasalahan yang nyata dihadapi guru yang perlu diberi solusinya dengan memperhatikan prioritas.

c. Tahap Pengamatan (observing)
Pengamatan dilakukan bukan hanya pada produk akhir hasil RPP tetapi keseluruhan mulai dari penyusunan RPP sampai praktik melaksanakan RPP yang dilakukan guru dikelas. Tahapan observasi dilakukan diruang kelas pada saat guru melaksanakan proses belajar mengajar:
1 Membawa alat pencatat data berupa lembar observasi menuju kelas dan duduk dibangku
paling belakang.
2 Peneliti melihat dan memperhatikan secara langsung terhadap proses pembelajaran.
3 Berpedoman lembar observasi supervisor mengisi daftar cek list dan memberikan catatan
singkat bila diperlukan.
Mengahiri supervisi cukup diperlukan keluar bersama-sama guru sampai proses pembelajaran
selesai.Observasi perlu dilakukan untuk memantau kemajuan kemampuan guru dalam mengajar sehinggamemiliki kualitas yang baik.

d. Tahap Refleksi (reflexing)
Pada tahap ini Peneliti melakukan pertemuan balikan dengan guru, membahas bersama hal yang sudah baik dan memberitahukan yang masih perlu diperbaiki, dalam hal ini sangat diperlukan kemampuan supervisor untuk memahami, menghayati pribadi, watak dan bakat guru bersangkutan sehingga di bebas dan berkesempatan mengemukan pendapatnya bagian-bagian pembelajaran yang ia lakukan dengan baik dan yang belum baik. Dalam percakapan akhir (post conference), Peneliti membahas bersama guru yang perlu diperbaiki antara lain: Kesesuaian media dengan tujuan pembelajaran, kesesuaian dengan materi pembelajaran serta kesesuaian media dengan kondisi kelas, keadaan dan lingkungan siswa. Bagian evaluasi dalam rencana tidak mencantumkan prosedur penilaian, pedoman penskoran dan tidak mencantumkan alat tes beserta jawaban. Memberikan masukan di pengorganisasikan materi ajar, mulai fakta, data, konsep, prinsip dan prosedural. Penggunaan metode yang sesuai dengan tujuan dan materi ajar, media pendukung penguasaan materi. Pada evaluasi harus dicantumkan dengan jelas prosedur evaluasi, jenis dan bentuk evaluasi serta alat evaluasi dan kunci jawaban. Disini juga perlu diperperjelas hal yang perlu dipertahankan. Hasil Analisis akhir (post critique), dari percakapan ahir diperoleh fakta bahwa guru bermasalah pemahamannya dalam permasalahan diatas. tersebut, sehingga perlu program pembinaan melalui diskusi dan menentukan jadwal pelaksanaanya. Hasil ini menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi akademik model ilmiah pada siklus I belum mencapai skor standar keberhasilan yang telah ditentukan. Jika dibandingkan dengan data awal penelitian (sebelum pra siklus), walaupun memperlihatkan adanya peningkatan kemampuan pada guru masih dibawah indicator keberhasilan penelitian sehingga perlu di lanjutkan ke siklus II. Secara singkat, proses pelaksanaanya dapat digambarkan sebagai berikut:
H. Kelebihan dan Kekurangan Supervisi Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
1. Kelebihan
Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, supervisi pengajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah juga diestimasi mempunyai masa depan yang dioptimistik. Dalam kerangka pendekatan demikian, manusia sebab mengadakan penelitian dan bebas mengkaji secara kritis terhadap lingkungannya. Atas kajian kritisnya terhadap lingkungan, manusia akan dapat memecahkan masalah mereka sendiri. Di dunia pendidikan dengan menggunakan pendekatan ilmiah demikian, akan mudah ditentukan mana guru yang mengajarnya efektif dan manan yang tidak. Atas dasar itu, supervisor guru dapat mengambil langkah-langkah supervise dengan meningkatkan keefektifan pengajaran yang dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, kelebihan dari supervisi pengajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah adalah pembinaan guru didasarkan pada aspek-aspek yang mudah digali, mudah dianalisis, dan disimpulkan.
Supervisi akademik model ilmiah dianggap tepat untuk meningkatkan kemampuan guru dibandingkan pola lama (inspeksi) yang cendrung melahirkan rasa takut, tidak bebas sehingga dianggap tidak memberikan ruang gerak dan kemajuan kepada guru. Supervisi akademik model ilmiah sebagai wujud layanan profesional dilaksanakan secara demokratis, sistematis, objektif dan menggunakan instrumen.
Sistematis adalah berurut dan runtut dari masalah yang satu ke masalah yang lainnya. Demokratis adalah adanya hubungan didasarkan kesepakatan, kerjasama, kesejawatan, hubungan yang dibangun secara akrab dan hangat atas dasar kemanusiaan dengan menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru. Objektif berarti apa adanya tidak berdasarkan opini supervisor sehingga pembinaan sesuai kebutuhan guru dan tuntutan perubahan berupa inovasi/ menemukan hal-hal yang baru. Menggunakan alat pencatat data yaitu menggunakan alat observasi yang dijadikan panduan dan sumber acuan dapat memberikan informasi untuk mengadakan perbaikan terhadap proses pembelajaran selanjutnya.
Agar suatu perbaikan belajar dan mengajar dapat terukur dengan jelas maka antara guru dan pengawas harus berkerjasama untuk menentukan standar sesuai kriteria tertentu. Supervisi terhadap guru dilakukan dengan cara meluruskan tindakan-tindakan guru yang masih menyimpang dan memantau guru agar tidak sampai jauh berbuat salah, mencari sebab setiap kesalahan untuk diperbaiki.

2. Kekurangan
Sungguhpun memiliki kelebihan, pendekatan ilmiah memiliki beberapa kelemahan,antara lain:
1. Sering terjadi kesalahan kesimpulan. Kejadian-kejadian tertentu disimpulkan sebagai kesuksesan pengajaran. Pembinaan terhadap guru lebih diarahkan pada perilaku guru yang secara umum dapat meningkatkan mutu pengajaran, misalnya memberi penguatan terhadap siswa dan memberi contoh yang konkret.
2. Kesalahan komposisi. Kualitas pengajaran lebih dilihat dari penjumlahan skor variabel-variabel, indikator-indikator yang ada, dicari rata-rata hitungnya. Kalau beberapa skor indikator sangat tinggi, sementara skor indikator yang lain sangat rendah, dihitung rata-rata hitungnya maka hasilnya bias.
3. Kesalahan pengkonkretan. Pendekatan ilmiah mengacu pada tampilan-tampilan yang tampak. Supervisor membantu guru didasarkan pada perilaku yang tampak pada diri guru. Padahal sistem pengajaran merupakan perpaduan komponen fisik dan psikis.
4. Kesalahan urus. Seringkali urusan pengajaran hanya dibatasi pada peristiwa yang ada di dalam kelas, sedangkan peristiwa di luar kelas tidak mendapat perhatian.
Selain itu ada ditemukan bahwa ada beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh pendekatan ilmiah dan riset ilmiah dalam memberikan kontribusi terhadap pengembangan pengajaran, yakni:
a.       Jumlah proposisi yang dihasilkan oleh pendekatan ilmiah masih relative kecil dibandingkan dengan kebutuhan actual pengajaran.
b.      Peneliti pengajaran umumnya lebih banyak menyaring dan mengkonfirmasikan pengetahuan yang telah mapan dibandingkan dengan menemukan dan mengusahakan munculnya pengetahuan yang baru.
c.       Dalam melaksanakan penelitian, para peneliti umumnya menyaring pengetahuan yang mapan dengan seleksi yang ketat. Oleh karena kekuatan demikian, bisa menjadikan penyebab terbatasnya atau sedikitnya proposisi dari pengetahuan yang mapan yang diterlibatkan, maka verifikasinya menjadi kecil.
d.      Peneliti umumnya tidak menemukan problema kelas secara menyeluruh, sehingga yang didapatkan hanyalah parsial saja. Sementara itu, supervisor guru, dalam mengambil langkah-langkah supervise, haruslah mendasarkan pada temuan yang didapatkan oleh para peneliti. Ini menjadikan penyebab terbatasnya wewenang supervisor dalam menggunakan kewenangannya untuk mensupervisi guru.
e.       Banyak temuan ilmiah yang mengemukakan konsep pengajaran yang efektif dengan ukuran yang berbeda-beda. Hal demikian menjadikan penyebab berkurangnya kepercayaan guru dan supervisor terhadap salah satu dari temuan-temuan tersebut.
3. Rekomendasi untuk Mengatasi Kelemahan atau Keterbatasan
Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan pendekatan ilmiah demikian, maka jika pendekatan ilmiah ini tetap dilakukan, dikemukakan rekomendasi-rekomendasiberikut:
a.       Peneliti hendaknya meninggalkan atau sekurang-kurangnya mengurangi penelitian pemecahan masalah praktis, dan lebih banyak mengarahkan penelitiannya ke hal-hal yang lebih fundamental dalam pengajaran sebagaimana pemikiran Dewey, Piaget, Chomsky dan Freud.
b.      Peneliti kembali ke praktek semula dengan penelitian terapannya, membatasi keketatan seleksi dan mencoba mempertanyakan kemanfaatan hal-hal yang dilakukan bagi mas masyarakatnya. 
c.       Peneliti melaksanakan penelitian yang benar-benar ideal bagi siswa.
d.      Peneliti memperbaiki pengajaran melalui penemuan fakta dan menambah pengetahuan yang berkaitan dengan masalah pengajaran.

Nama : Isnaini
Prodi :S-1 PGSD UNU NTB
MAKUL : Administrasi dan supervisi pendidikan
Materi :pengembangan orientasi pelaksanaan supervisi.

Dosen pengempu : Ibu mukminah M,pd.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumber Otoritas Pelaksanaan Supervisi [PGSD_UNU_NTB]

Pelaksanaan Supervisi Oleh Kepala Sekolah Dan Pengawas Di Sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan supervisi bukan untuk mencari kesalahan guru tetapi pelaksanaan supervisi pada dasarnya adalah proses pemberian layanan bantuan kepada guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang dilakukan guru dan meningkatkan kualitas hasil belajar. Kegiatan supervisi pendidikan sangat diperlukan oleh guru, karena bagi guru yang bekerja setiap hari di sekolah tidak ada pihak lain yang lebih dekat dan mengetahui dari dalam segala kegiatannya, kecuali Kepala Sekolah. Guru merupakan salah satu faktor penentu rendahnya mutu hasil pendidikan. Dalam rangka pelaksanaan program supervisi pendidikan maka harus mencakup semua komponen yang terkait dan mempengaruhi terhadap keberhasilan program supervisi pendidikan. Keberhasilan tersebut dilihat dari komponen perencanaan, implementasi dan dampak dari program supervisi pendidikan. Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas dan...

Struktur kurikulum TPQ Taman Pendidikan Al Qur’an atau TPA

selampang,30 Agustus 2020 Struktur kurikulum TPQ Taman Pendidikan Al Qur’an atau TPA  Struktur kurikulum TPA ini meliputi inti pembelajaran yang dilewati pada jenjang pendidikan untuk 3 tahun atau dalam enam semester. Pada masing masing jenjang ditempuh dengan waktu satu tahun yang mana dinamakan dengan level. Dengan waktu 3 tahun maka level yang ada adalah : -Level A -Level B -Dan level C  Penyusunan untuk struktur kurikulum TPQ Penyusunan untuk struktur kurikulum TPQ didasarkan kepada standar kompetensi lulusan dengan ketentuaan seperti dibawah ini :  Kurikulum TPQ berisi materi pokok dan materi dengan muatan lokal.Untuk materi pokok yaitu Pembelajaran Alquran, ilmu tajwid, ayat pilihan, bacaan sholat, hafalan surah pendek, praktek ibadah, doa serta adab harian, tahsinul kitabah, dan Pengenalan dasar agama Islam. Untuk muatan lokal disesuaikan dengan kondisi masing masing.  Sedangkan untuk materi pokok pada setiap jenjang l...

Budaya Nasional Sebagai Dasar Pendidikan [PGSD_UNU_NTB]

Bab III. Budaya Nasional Sebagai Dasar Pendidikan Kapita Selekta Pendidikan A. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari uraian materi pada bab ini, maka mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mampu menjelaskan pengertian pendidikan dan budaya. 2. Mampu menjelaskan konsep budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 3. Mampu mejelaskan keterkaitan antara pendidikan dan kebudayaan. 4. Mampu mendeskripsikan fungsi dan nilai-nilai budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 5. Mampu mendeskripsikan implementasi budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 6. Mampu menjelaskan implikasi masalah beserta solusi terkait budaya nasional sebagai dasar pendidikan.  B. Pendahuluan    Hanya manusialah yang memiliki budaya, kebudayaan bukan hanya membentuk pribadi seseorang tetapi juga dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa pendidikan tidak lain adalah proses pembudayaan. Artinya apabila pendidikan itu dilepaskan dari kebudayaan maka tujuan pe...