IsnainiAyH, jembatan gantung.
Perubahan kurikulum semestinya didasarkan atas hasil evaluasi yang dilakukan oleh para akhli dengan melihat kondisi riil yang terjadi, baik saat ini maupun yang akan datang.
diraihnya, akan tetapi hal-hal yang terkait dengan mental masih jauh dari harapan cita-cita bangsa ini,1 Berangkat dari pemikiran di atas serta melihat kondisi hasil pendidikan kita saat ini maka, oreintasi pendidikian kita perlu penyempurnaan yang diawali dari penyusunan kurikulum yang lebih mengutamakan kepentingan sumber daya manusia yang memiliki mental yang unggul.
Oleh karena itu, perubahan kurikulum menjadi suatu keharusan dalam institusi pendidikan dalam upaya mencari jalan keluar dari bebabagai kesulitan menuju pendidikan yang berkualitas, guna melahirkan lulusan yang inovatif, kreatif, kritis serta memiliki karakter kepribadian yang bertanggung jawab.
Menurut para akhli pendidikan, kurikulum dapat dilihat dari 4 aspek dimensi, artinya kurikulum itu bukanlah sesuatu yangtunggal, akan tetapi merupakan sesuatu yang beragam, artinya ketika mengartikan kurikulum tersebut bisa dilihat dari berbagai dimensi.
Keempat dimensi kurikulum tersebut adalah :
(1) kurikulum sebagai suatu ide,
(2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide,
(3) kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum,
(4) Kurikulurn sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Untuk melakukan perubahan kurikulum yang melibatkan ke empat aspek tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena itu untuk melakukan perubahan bisa dipilih dari ke empat aspek dimensi tersebut sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh pengguna.
Kaitannya dengan telaah kurikulum penulis membatasi pada aspek dokumen yang kajiannya meliputi : aspek tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode atau pendekatan yang digunakan dalam pendidikan dan terakhir evaluasi yang dikembangkan dalam proses pembelajaran.
Gagasan yang dimaksud adalah konsep-konsep pendidikan yang muncul terkait dengan tujuan, konten atau materi, metode dan evaluasi, Dimensi dokumen atau rencana tertulis artinya kuirikulum itu merupakan sebuah dokumen tertulis yang isinya terkait dengan rumusan tujuan-tujuan, kumpulan materi-materi yang akan diajarkan, metode atau pendekatan yang akan digunakan dan Evaluasi yang akan dilaksanakan, Dimensi proses atau implementasi artinya kurikulum itu sebuah proses ketika di implementasikan dalam kegiatan belajar mengajar.
Lahirnya kurikulum diawali dari sebuah renungan terkait dengan cita-cita yang diinginkan ke depan, kemudian dirumuskan dalam sebuah dokumen secara tertulis yang siap untuk diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dari kegiatan ini perlu dilihat hasilnya melalui proses penilaian yang nantinya akan dijadikan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
Gagasan yang dimaksud adalah konsep- konsep pendidikan yang berkembang dan perlu dilakukan terobosan pemikiran yang kritis,kreatif dan inovatif, sebagai jawaban dari permasalahan pendidikan yang segera memerlukan solusinya.
Dimensi dokumen atau rencana tertulis artinya kuirikulum itu merupakan sebuah dokumen tertulis yang isinya terkait dengan rumusan tujuan-tujuan, kumpulan materi-materi yang akan diajarkan, metode atau pendekatan yang akan digunakan dan Evaluasi yang akan dilaksanakan.
Dimensi kurikulum ini, dilihat dari aspek proses merupakan kurikulum yang sesungguhnya ril terjadi dilpangan, hehingga kalau kita ingin melihat baik atau tidaknya kurikulum bisa dilihat dari aspek proses ketika diimplementasikan pada kegiatan belajaran mengajar.
gagasan-gagasan, (2) menyusun dalam bentuk dokumen secara tertulis, dimulai dari rumusan tujuan,materi, metode dan evaluasi, (3) diimplementasikan dalam proses kegiatan pembelajaran dengan kolaboratif, melibatkan unsur pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, (4) lakukan evaluasi terhadap kurikulum tersebut dengan melihat out put yang dihasilkan dari prodak pendidikan tersebut.
Dari ke empat dimensi tentang kurikulum tersebut dimensi Proses merupakan dimensi yang sangat strategis dalam menemukan perubahan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan peserta didik.
Kurikulum yang dihasilkan itu bersipat dinamis artinya kurikulum itu harus dapat menjawab satiap tuntutan yang menjadi kebutuhan umat manusia sesuai dengan kurun waktu yang berlaku.
Disini akan kelihatan kompetensi baik yang dimiliki peserta didik maupun tenaga pendidik, sehingga akan mempermudah untuk melakukan evaluasi perbaikan terhadap proses pembelajaran dan kurikulum sesuai dengan temuan yang diperoleh dari hasil evaluasi.
Kedudukan kurikulum dalam proses pendidikan memiliki peranan yang sangat strategis selain untuk mengembangkan peserta didik ke arah perkembangan yang optimal baik jasmani maupun ruhani juga kurikulum sebagai tolak ukur dalam malihat kemajuan pendidikan suatu bangsa.
Apabila terjadi kesenjangan antara kurikulum yang di buat dengan lulusan yang tidak sesuai, maka dilakukan evaluasi terhadap kurikulum tersebut dan segara melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.
Perubahan kurikulum semestinya didasarkan atas hasil evaluasi yang dilakukan oleh para akhli dengan melihat kondisi riil yang terjadi, baik saat ini maupun yang akan datang.Pada hakikatnya pendidikan dapat diartikan sebagai proses bimbingan terhadap berbagai potensi yang dimiliki manusia sampai terbentuknya kepribadian yang utuh baik jasmani maupun rohani sehingga dapat terwujud kehidupan yang harmonis, bahagia, adil dan makmur baik di kehidupan dunia maupun akhirat.
Dengan demikian pendidikan itu adalah upaya mempersiapkan generasi penerus (peserta didik) dengan kemampuan dan keahliannya (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ketengah lingkungan masyarakat, sehingga (manusia) bermanfaat adanya bagi kepentingan dan kemaslatan dirinya dan orang lain.
Pandangan lain dapat dikemukakan bahwa pendidikan itu adalah segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau lembaga untuk menanamkan nilai-nilai budaya pada diri sejumlah peserta didik, atau keseluruhan kegiatan proses pewarisan yang mendasarkan segenap program dan kegiatannya atas pandangan dan nilai-nilai yang diambil dari hasil cipta karsa orang dewasa yang ditanamkan pada peserta didik (orang yang belum dewasa) untuk mencapai perkembangan yang optimal, baik aspek jasmani maupun ruhani.
oleh orang dewasa yang mempunyai ilmu pengatahuan, baik ilmu yang terkait dengan keahliannya maupun ilmu lain yang mendukung terhadap keahliannya itu.
Proses pewarisan budaya dalam kontek ini adalah bagaimana sejumlah pengalaman belajar hari ini dan yang akan datang diberikan kepada peserta didik dengan menggunakan pendekatan yang lebih beroreintasi pada kepentingan dan kebutuhan peserta didik sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Beberapa karakteristik orang dewasa menurut kontek pendidikan adalah yang mempunyai ilmu pengetahuan yang mendalam dan mampu diimplementasikan dalam proses pendidikan tentang, kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial.
Maksud profesional adalah seorang pendidik itu mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang materi pembelajaran yang menjadi keahlian dan konsennya selama ini, sehingga yang bersangkutan tidak diragukan lagi .
Pengetahuan ini dikaitkan dengan orang dewasa dimaksudkan bagaimana manusia itu selalu memposisikan dirinya bagian dari orang lain artinya hidup manusia itu tidak bisa sendirian dan terlepas dari manusia yang lain.
Para akhli pendidikan yang konsen terhadap perkembangan kurikulum, sangat beragam dalam memberikan pengertian kurikuilum, misalnya J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam bukunya Curriculum Planning to better Teaching and Learning mengatakan bahwa kurikulum ialah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, dihalaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum.
meliputi kegiatan ekstrakurikuler.3 Menurut pendapat ini kurikulum itu bersipat luas meliputi semua usaha sekolah yang berhubungan dengan pengalaman siswa belajar dan terjadi bukan hanya dilingkungan sekolah, akan tetapi juga diluar sekolah dan sipatnya dapat mempengaruhi siswa dalam belajar, maka itu disebut kurikulum.
Pendapat lain yaitu Harold B. Alberty‟s, dalam Reorganizing The High School Curriculum mengemukakan bahwa kurikulum ialah : Kurikulum tidak hanya terbatas pada mata pelajaran, tetapi meliputi kegiatan-kegiatan lain di dalam dan di luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah.4 Pendapat ini memperkuat bahwa ruang lingkup kajian kurikulum itu bersipat luas, artinya bukan hanya terbatas pada kumpulan mata pelajaran yang diajarkan di dalam kelas akan tetapi kegiatan-kegiatan di luar kelas yang dapat dipertanggung jawabkan baik oleh sekolah mapun guru.
Stanley, dan J. Harlan Shores mengemukakan bahwa kurikulum ialah : sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapa berfikir dan berbuat sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat.
5 Pendapat ini memberikan pemikiran kepada kita bahwa kurikulum itu harus menggambarkan semua pengalaman siswa yang sedang dan akan dilakukan dikemudian hari, sehingga setiap siswa mempunyai bekal sebagai hasil pengamalaman belajar yang dibutuhkan ketika meraka sudah lulus dan hidup ditengah-tengah masyarakat.
Hal ini juga diperkuat oleh William B. Ragan, Dalam buku Modern Elementary Curriculum menjelaskan bahwa kurikulum adalah : seluruh program dan kehidupan dalam sekolah yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah, kurikulum tidak hanya mengikuti batas pelajaran , tetapi seluruh kehidupan dalam kelas, jadi hubungan sosial antara guru dan murid, metode
kurikulum dalam pengertian secara luas, yaitu meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik, dan personalia termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi, dan orang lain yang ada hubungannya dengan murid- murid.
Jadi kurikulum melipui segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diproses anak di sekolah.
Dengan demikian kurikulum itu mencakup semua kegiatan siswa dan guru yang dilengkapi dengan sarana prasarana untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna lulusan.
Berangkat dari rumusan pengertian yang dikemukan oleh para akhli tersbut maka kurikulum itu pengertiannya sangat luas dan beragam, artinya kurikulum itu tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya yang diperoleh bukan dilingkungan sekolah saja akan tetapi lingkungan keluarga dan masyarakat.
Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah (The curriculum is the sum total of school's efforts to influence learning, whether in the classroom, on the playground, or out of school).
Oleh karena itu seyogiannya yang merancang, melaksanakan dan mempertanggung jawabkan kurikulum itu adalah sekolah atau guru sebagai ujung tombak dilapangan yang lebih mengetahui dan memahami kondisi peserta didik sesuai dengan latar belakangnya.
Dengan demikian perubahan kurikulum semestinya berangkat dari kondisi di lapangan yang diketemukan, kemudian diusulkan ke diknas untuk mendapatkan pengakuan dan kelayakan atas perubahan kurikulum tersebut.
Jadi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar mengajar.
Unsur atau bagian yang ada pada kurikulum itu adalah (a) rumusan tujuan,(b) susunan materi atau bahan ajar, (c) pendekatan, model,strategi apa yang akan digunakan dan (d) evaluasi baik terhadap hasil maupun proses.
Pertanyaan pertama yang diajukan dalam pengembangan kurikulum adalah Tujuan pendidikan apa, yang seharusnya di capai oleh sekolah ?
pertanyaan ini lebih dioreintasikan kepada arah dari suatu program atau tujuan kurikulum yang diinginkan, pertanyaan kedua Pengalaman belajar apa, yang harus ditanamkan pada peserta didik
pertatanyaan kedua ini lebih mengarah pada materi atau konten apa yang harus disediakan dan diberikan supaya tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai, pertanyaan ketiga Bagaimana pengalaman belajar tersebut terorganisir secara efektif ?
pertanyaan ketiga ini mengenai strategi apa yang bisa dilaksanakan dalam proses pembelajaran supaya tujuan dan materi yang disampaikan bisa dipahami dan dimplementasikan, pertanyaan ke empat, Bagaimana kita bisa menetukan ketercapaian tujuan ?
Langkah-langkah dalam pengembangannya dimulai dari rumusan tujuan artinya sebelum guru mempersiapkan materi dan strategi maka terlebih dahulu merenungkan tentang tujuan apa yang diinginkan dari proses pendidikan, artinya kompetensi apa yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah materi tersebut disampaikan.
Ke-empat aspek dimensi dalam pengembangan kurikulum menjadi sesuatu yang sangat penting dalamm merrumuskan strategic ke depan terkait dengan tuntutan dan permintaan pendidikan yang berkaulaitas.
Menurut Hamid Hasan (1988), kurikulum itu bukanlah sesuatu yang tunggal, akan tetapi merupakan sesuatu yang beragam, artinya ketika mengartikan kurikulum tersebut bisa dilihat dari aspek berbagai dimensi.
Melalui pembagian dimensi ini lebih mempermudah bagi pengembangan kurikulum itu untuk melakukan evaluasi terhadap kurikulum yang sudah, sedang dan akan digunakan, sehingga pengembang kurikulum tinggal menggunakan salah satu dari empat dimensi.
Hal ini senada dengan pendapat yang disampaikan oleh S. Nasution (1987), proses pengembangan kurikulum dimulai dari perumusan tujuan, diikuti oleh penentuan atau pemilihan bahan pelajaran, proses belajar-mengajar, dan alat penilaian.
Langkah-langkah yang telah dikemukakan di atas menggambarkan aspek-aspek atau komponen-komponen yang harus dikembangkan dalam setiap kegiatan pengembangan kurikulum dan pengembangan pembelajaran.
Zais (1976) menyebut aspek- aspek tersebut dengan istilah anatomi kurikulum (anatomy of the curriculum) yang terdiri dari komponen tujuan (aims, goals, dan objectives), isi (content), aktivitas belajar (learning activities), dan evaluasi (evaluation).
Komponen tujuan dalam rancangan kurikulum menjadi ide atau gagasan awal yang diinginkan dalam setiap proses pendidikan.
1) Tujuan memberikan pegangan mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan merupakan patokan untuk mengetahui sampai dimana tujuan itu telah dicapai.8
3) Tujuan kurikulum yang dirumuskan menggambarkan pula pandangan para pengembang kurikulum mengenai pengetahuan, kemampuan, serta sikap yang ingin dikembangkan .
Berangkat dari pemikiran para ahli tentang tujuan di atas, maka tujuan merupakan suatu pedoman dan langkah dalam menemukan sesuatu yang diinginkan.
Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap pemilihan isi/bahan ajar, strategi, media pembelajaran, dan evaluasi.
Bahkan, dalam berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan ini dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam menentukan komponen- komponen yang lainnya.
Gagne dan Briggs (1974) menyatakan bahwa tujuan merupakan suatu kapasitas yang dapat dilakukan dalam waktu tidak lama setelah suatu kegiatan pendidikan berlangsung, bukan merupakan apa yang dialami siswa selama proses pendidikan.
Terlepas dari masalah apakah sebagai proses ataupun out put, tujuan kurikulum tidak terlepas diri tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yang didasari oleh falsafah dan ideologi suatu bangsa.
Hal ini dapat dimengerti sebab upaya pendidikan itu sendiri merupakan subsistem dalam sistem masyarakat dan negara, sehingga kekuatan sosial, politik, budaya, ekonomi sangat berperan dalam menentukan tujuan kurikulum atau tujuan pendidikan, terutama tujuan yang sifatnya umum (nasional).
Pernyataan-pernyataan dalam curriculum aims lebih mengambarkan tujuan-tujuan hidup/kehidupan yang diharapkan, yang didasarkan pada nilai dan filsafat atau idiologi serta tidak langsung berhubungan dengan sekolah.
Selain istilah yang di gunakan oleh Zais di atas, Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) mengungkapkan tujuan kurikulum dengan menggunakan isitilah purposes, general goals, subgoals, objectives, dan spesifc objectives.
Sementara itu, yang dijadikan dasar perumusan tujuan dalam sistem pendidikan nasional ialah beroreintasi pada teori tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Benjamin S. Bloom.
Tujuan harus sesuai dengan tujuan kurikulum, artinya, tujuan-tujuan khusus itu dapat mewujudkan dan sejalan dengan tujuan yang lebih umum.
Tujuan harus tepat dan sesuai, terutama dilihat dari aspek kepentingan dan kemampuan peserta didik termasuk latar belakang, minat, dan tingkat perkembangannya.
Untuk mencapai tujuan itu maka, proses pendidikan lebih diarahkan pada perkembangan manusia yang meliputi aspek Afektif, Kognitif dan Psikomotorik.
Rancangan tujuan dari suatu kurikulum yang berkualitas akan menjelaskan suatu keadaan sumber daya manusia yang diinginkan, dan dapat dikembangkan potensinya melalui kegiatan proses pendidikan.
Selain itu juga rumusan tujuan dapat dijadikan petunjuk sebagai arah untuk menuju suatu perubahan yang dicita-citakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pada saat itu.
Tujuan dapat dijadikan pedoman awal untuk memulai suatu kegiatan yang akan dilakukan, bagaimana cara melakukan kegiatan itu, sampai pada akhirnya dapat diketahui tercapai atau tidaknya tjujan teresbut.14 Berangkat dari pemikiran di atas posisi tujuan menjadi sentral dan dapat mempengaruhi terhadap keberhasilan komponen-komponen lainnya.
Dengan demikian tujuan yang jelas akan memberi petunjuk terhadap pemilihan isi/konten sebagai bahan ajar, penentuan strategi dan media pembelajaran, serta terhadap evaluasi yang akan digunakan untuk megukur ketercapaiannya.
Ada yang berpendapat bahwa tujuan, sebagai proses da ada juga yang berpandangan bahwa tujuan itu sebagai hasil (product).
Dari dua pandangan di atas maka tujuan itu lebih dioreintasikan pada hasil yang diperoleh setelah belajar, sehingga tujuan merupakan suatu kapasitas yang dapat dilakukan dalam
16 Selain itu juga tujuan itu harus menggambarkan tentang produk atau hasil, bukan prosesnya.17 Ada dua oreintasi yang berbeda dalam rumusan tujuan hasil belajar pada prinsipnya saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan antara proses dan hasil.
Proses yang baik akan mengantarkan pencapaian hasil akhir yang berkualitas, sehingga prodak yang dihasilkan itu berangkat dari pelaksanaan proses.
Terlepas dari masalah apakah sebagai proses maupun hasil, tujuan kurikulum tidak mungkin sepenuhnya hanya didasarkan pada proses atau hasil, akan tetapi antara kebutuhan masyarakat sebagai pengguna lulusan dengan sekolah masih mempunyai prinsif efektivitas dan relevansinya, maka tujuan tersebut dianggap sesuai.
Ada beberapa rumusan tujuan pendidikan yang dapat dikemukakan dengan mengacu kepada rumusan yang ditetapkan dalam keputusan GBHN dan Undang-Undang RI No.
Tujuan pertama adalah tujuan pendidikan nasional, kedua tujuan kelembagaan (institusional), ketiga tujuan mata pelajaran (kurikuler) dan keempat tujuan pembelajaran (instruksional).
Tujuan pendidikan Nasional merupakan tujuan yang ketercapaiannya di dukung dengan tujuan pendidikan secara lembaga, mata pelajaran dan tujuan pembelajaran, itu semua beroreintasi pada Tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, yang beriman
Proses pendidikan yang dilakukan semua berlandaskan pada Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan isi pasal 31 ayat 1 dan
Tujuan Institusional adalah tujuan yang diharapakan dicapai oleh suatu lembaga pendidikan sesuai dengan jenjang dan tingkatan.
Tujuan Instruksional merupakan tujuan tingkat bawah yang harus dicapai setelah suatu proses pembelajaran atau tujuan
Tujuan umum biasanya berkaitan dengan prilaku yang belum terukur sedangkan tujuan khusus dirumuskan secara operasional (objectives) , menunjukkan perilaku yang dapat diamati (observable), dan dapat diukur (measurable).
Sebagai persyaratan dalam merumuskan tujuan kurikulum didasarkan atas tujuh kriteria yang harus dipenuhi dalam merumuskan tujuan kurikulurn.
Konten atau isi materi yang dituliskan pada kurikulum menempati posisi yang penting dan turut menentukan kualitas hasil pendidikan.
Selain itu Hyman ( Zais, 1976 ) berpendapat bahwa isi yang menjadi konten kurikulum terbagi atas tiga elemen, pertama; mengandung pengetahuan/knowledge baik terkait dengan fakta, prinsip maupun definisi, kedua; keterampilan dan proses raung lingkupnya meliputi Calistung (membaca, menulis dan menghitung), hasil dari proses tersebut adalah keterampilan berpikir kreatif dan kritis, mampu melakukan pengambilan keputusan, dan mampu melakukan komunikasi, ketiga adalah nilai/values.
Isi yang menjadi materi dalam kurikulum ruang lingkupnya meliputi banyak hal ada yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Oleh karena itu pada tataran implementasinya materi tersebut disajikan dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan peserta didik dan berjenjang, sehingga materi tersebut secara bertahap dikuasai,dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berangkat dari ketiga pemikiran para ahli tentang materi kurikulum di atas, maka mereka spendapat bahwa materi yang dikembangkan dalam kurikulum itu adalah materi yang mengytakan kepentingan peserta didik sesuai dengan kebutuhan minat dan bakatnya.
Urutan logis dan psikologis, yaitu urutan bahan ajar yang disusun dari yang sederhana kepada yang rumit/kompleks (logis) dan dari yang rumit/kompleks kepada yang sederhana (psikologis).
Penentuan dan penetapan bahan yang akan dipilih serta ruang lingkup materi kurikulum yang akan digunakan, tidak terleps dari rumusan tujuan yang diinginkan ketika merancang kurikulum.
Adapun yang melatar belakangi lahirnya Teknik peta konsep ini, diilhami oleh teori belajar asimilasi kognitif (subsumption) dari David P. Ausubel, yang menyatakan bahwa belajar bermakna (meaningful learning) terjadi dengan mudah apabila konsep-konsep baru dimasukkan ke dalam konsep-konsep yang lebih inklusif.
Susunlah potongan-potongan kertas yang bertuliskan konsep-konsep pokok atau utama itu di atas meja atau di atas kertas lebar ke dalam sebuah gambar atau peta, yaitu bentuk yang mudah di mengerti dan dipahami.
Oleh karena itu bahan ajar hendaknya disusun sesuai dengan topik pembahasan dengan mempertimbangkan kondisi dan sub-sub topik yang mengandung ide-ide, fakta, konsep pokok yang sesuai dengan tujuan.
Menurut Richard Anderson (Sudjana, 1990) ada dua pendekatan dalam proses pembelajaran, yaitu; pendekatan yang lebih beroreintsi pada guru dan ada juga pendekatan yang berpusat pada karakteristik dan kepentingan peserta didik.
Pendekatan ekspositori yaitu pendekatan yang berpusat kepada guru, materi disajikan dengan menggunakan tutur kata dan yang paling dominan adalah peran guru, sedang pendekatan inkuri adalah beroreintasi pada kepentingan siswa, materi disajikan dalam bentuk pencarian dan peserta didik menemukan masalah tersebut melalui sumber-sumber yang tersedia.
Apabila ditelaah lebih jauh, hakikat dan isi dari setiap strategi/pendekatan/model yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua hal yaitu strategi yang berorientasi kepada guru dan strategi yang berorientasi kepada siswa.
Strategi pertama berpusat pada guru dengan menggunakan pendekatan ekspositori kedua, pembelajaran lebih beroreintasi pada kepentingan dan kebutuhan siswa ( sehingga siswa lebih aktif melakukan kegiatan belajar terutama dalam mencari dan menemukan suatu hal yang diajukan dalam proses pembelajaran, istilah lain proses pembelajaran yang beroreintasi pada kepentingan siswa bisa dilakukan dengan model inkuiri atau mencari dan menemukan masalah.
Pada akhirnya hasil evaluasi ini dapat berperan sebagai masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan dalam pengambilan keputusan kurikulum khususnya, dan pendidikan pada umumnya, baik bagi para pengembang kurikulum dan para pemegang kebijakan pendidikan, maupun bagi para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan (seperti guru, kepala sekolah, dan sebagainya).
Evaluasi erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku setelah melalui suatu proses kegiatan dan sekaligus juga mengukur kemampuan peserta didik sebagai hasil akhir yang diperoleh setiap peserta didik.
Kegiatan evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan di dalam pengembangan suatu kurikulum, pada level makro evaluasi dapat dilakukan terhadap perencanaan, pelaksanaan kegiatan pendidikan, termasuk kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan.
Evaluasi hasil, ini dilakukan oleh guru setelah pokok bahasan disampaikan dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam menerima dan memahami materi yang disampaikan.
Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan suatu program yang terencana, terukur dan dapat dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan oleh pihak terkait, itulah sebenarnya kurikulum.
Berangkat dari pemikiran di atas maka, peranan dan kedudukan kurikulum dalam pendidikan adalah sebagai arah atau pedoman dalam pencapaian tujuan pendidikan seperti yang telah
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum itu merupakan tradisi lama yang baik dan masih bisa digunakan dalam budaya pendidikan saat ini, sekaligus dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai budaya masa lalu tersebut yang masih relevan dengan masa kini kepada peserta didik.
Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan masyarakat masa lampau dan masa sekarang.
Kurikulum selalu berperan dalam menciptakan suatu prodak sebagai hasil kreasi dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap tuntutan pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang senantiasa terjadi setiap saat.
Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan keterbaruan sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang.
Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan,keterampilan dan perubahan serta penanaman sikap kepribadian dalam kehidupan sehari-hari.
Peranan kritis dan evaluatif dimaksudkan bahwa kurikulum itu mampu mengantarkan para lulusan yang mempunyai kemampuan berfikir kritis dalam memecahkan masalah dan mencari serta menemukan solusinya.
Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut secara kritis sekaligus mencari nilai-nilai budaya tersebut sesuai dengan tuntutan hari ini dan yang akan datang.
Berangkat dari ke tiga peranan kurikulum tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Kurikulum itu sebagai proses pewarisan nilai-nilai budaya dari orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, Peranan ini menekankan pada aspek masa lampau.
Perubahan yang terjadi saat ini dan yang akan datang, semestinya sudah terakomodir oleh kurikulum.
yang masih relevan dengan kebutuhan peserta didik saat ini dan yang akan datang, sesuai dengan budaya dan etika yang berlaku di masyarakat.
Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function),artinya; kurikulum itu mampu menyesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan yang terjadi, sehingga kurikulum tersebut dapat menyesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan saat ini.
Fungsi Integrasi (the integrating function),artinya ; kurikulum tersebut menggambarkan suatu keutuhan yang teritegrasi dalam satu kesatuan secara menyeluruh atau konprehensif, artinya kurikulum terintegrasi dalam satu kesatuan secara konprehensif dan holistic.
Fungsi Diferensiasi (the differentiating function), fungsi yang ke tiga adalah the differentiating function artinya bahwa kurikulum tersebut harus mampu menyediakan bahan atau materi yang beragam sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan peserta didik.
Fungsi Diagnostik (the diagnostic function), artinya kurikulum tersebut disusun dan dikembangkan dengan mempertimbangkan hasil telaah atas kebutuhan, maksudnya kurikulum yang dirumuskan tersebut berangkat dari hasil kebutuhan yang diperoleh melalui survai atau observasi lapangan.
Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
Kedudukan Landasan filsafat dalam pengembangan kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan arah,sasaran dan target dari proses pendidikan.
Filsafat idealisme berpandangan bahwa realitas yang ada ini terdiri dari ide-ide yang sudah dilahirkan, filsafat realisme malah kebalikan dari filsafat idealisme yaitu lebih mengandalkan pada realitas indrawi yang didasarkan pada pengalamannya, sedang filsafat Pragmatisme aliran filsafat yang beroreintasi pada hasil yang bersifat praktis dan mengandung manfaat bagi kehidupan.
Sebagai pengantar untuk mangkaji hakikat manusia tersebut maka muncullah tentang hakekat benar-salah yang diwadahi oleh ilmu (logika), hakekat baik-buruk yang diwadahi oleh (etika), dan hakekat indah jelek yang diwadahi dalam ilmu (estetika).
Ketiga ilmu ini mencerminkan pandangan hidup yang berhubungan dengan manusia, sehingga ketiga aspek tersebut sangat diperlukan dalam pendidikan, terutama dalam menentukan strategi, arah dan tujuan pendidikan.
Cara belajar dan mengajar yang bagaimana yang dapat memberikan hasil optimal dan bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan kajian/studi yang sistematik dan mendalam.
Dari uraian tersebut tampak adanya dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan di dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalaman materi/bahan ajar sesuai dengan taraf perkembangan siswa.
Namun demikian perlu juga diingatkan bahwa tidak semua perubahan perilaku peserta didik tersebut mutlak sebagai akibat intervensi dari program pendidikan, ada juga yang dipengaruhi oleh kematangan peserta didik itu sendiri atau pengaruh dari lingkungan di luar program pendidikan.
Melalui kurikulum tersebut diharapkan dapat terbentuk tingkah laku baru berupa kemampuan-kemampuan aktual dan potensial dan para peserta didik serta kemampuan- kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.
Cara belajar dan mengajar yang bagaimana yang dapat memberikan hasil optimal dan bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan kajian/studi yang sistematik dan mendalam.
Dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan di dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar, yang kegunaanya; Psikologi belajar berkenaan atau memberikan sumbangan terhadap kurikulum dalam hal bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi kurikulum, sedangkan Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada peserta didik agar tingkat keluasan dan kedalaman materi/bahan ajar sesuai dengan taraf perkembanaan peserta didik.
Masyarakat adalah suatu kclompok individu yang terorganisasi yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.
Sebagai akibat dari perkembangan yang terjadi saat ini, terutama sebagai pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan hidup masyarakat semakin luas dan semakin meningkat schingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan perkembangan masyarakat.
Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi programnya tetapi juga dan segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya.
Berangkat dari 4 aliran filsafat pendidikan tersebut, maka ada para ahli kurikulum yang telah mengembangkan model konsep kurikulum yang sampai saat ini masih mempunyai relevansinya dengan kebutuhan peserta pendidik dan pengguna lulusan.
Ke- empat macam model konsep kurikulum yaitu (1) Kurikulum Subjek Akademis, (2) Kurikulum Humanistik, (3) Kurikulum Rekonstruksi Sosial, dan (4) Kurikulum Teknologis (Sukmadinata, 2005:81).
Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang paling tua, yang banyak digunakan di berbagai negara.
Oleh karena itu, penguasaan materi sebanyak-banyaknya merupakan salah satu hal yang diprioritaskan dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru yang menggunakan kurikulum jenis ini.
Subjek akademik berpandangan bahwa ilmu itu sudah ada dan tinggal dikembangkan, posisi guru serba tahu dan tidak mungkin salah karena mereka sudah dibekali dengan segudang ilmu berdasarkan hasil pendidikan yang telah diikutinya.
Esensialisme memiliki pandangan bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang memiliki tata atur yang jelas.
Kurikulum ini didesain berdasarkan pada konsep pedagogis dan psikologis yang dipelopori oleh Herbart dengan teori asosiasi yang menekankan pada dua hal, yaitu konsentrasi dan korelasi (Ahmad:1998,131).
Problem solving curriculum, yang berisi pemecahan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan dipahami dan digali melalui berbagai disiplin ilmu.
Pada kurikulum model ini, guru cenderung lebih banyak dimaknai sebagai seseorang yang harus ”digugu” dan ”ditiru”, kedudukan guru pada model ini mempunyai peran yang sangat dominan.
Dilihat dari aspek kerakter pendidikan model konsep subjek akademik ini lebih beroreintasi pada masa lalu, Ilmu-teknologi, nilai-nilai dan budaya telah ditemukan pada ahli tempo dulu telah tersusun sistematis dan solid, Fungsi pendidikan: memelihara dan mewariskan ilmu-teknologi, nilai dan budaya pada generasi muda, isi pendidikan lebih menekankan segi inetelektual didasarkan atas dua filsafat Perenialisme sebagai tataran teoritis sedangkan Esensialisme lebih kepada praktis dan posisi guru dianggap sebagai ekspert (akhli) dan model.
Aliran pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan.
Pendidikan ini diarahkan kepada pembinaan manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).
Kurikulum jenis ini lebih menekankan pada proses pendidikan yang beroreintasi pada situasi belajar mengajar yang saling menlengkapi, dan bersikap.
Penganut model kurikulum ini berasumsi bahwa siswa merupakan subjek utama yang mempunyai potensi, kemampuan dan kekuatan yang bisa dikembangkan.
Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa untuk mengembangkan potensinya.
Kurikulum didasarkan atas minat-kebutuhan siswa, siswa aktif belajar, Isi/bahan ajaran sesuai kebutuhan, bakat, dan minat siswa, turut “menyusun” kurikulum, tidak ada kurikulum standar, hanya ada kurikulum minimal, proses belajar-mengajar mengguanakan pendekatan inkuiri-diskovery dan pemecahan masalah.
Sebagai hasil dari pembelajaran, diharapkan siswa dapat menciptakan model kehidupan masyarakat yang dapat diimplementasikan dalam pada kondisi yang berbeda.
Keterlibatan siswa dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan merupakan kegiatan yang mewarnai evaluasi kurikulum model rekonstruksi sosial.
Menurut para Ahli, kurikulum model rekontruksi social merupakan kurikulum yang dinginkan karena kurikulum ini berorientasi pada kemajuan di masa yang akan datang terutama menyangkut kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dengan demikian, kurikulum ini lebih beroreintasi pada kajian terhadap problem yang muncul dan terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Interaksi yang terjadi secara konprehensip meliputi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan serta siswa dengan sumber belajar lain.
Masalah yang muncul dimasyarakat sebagai solusi yang ditawarkan pada model ini adalah dengan cara melakukan interaksi dan kerjasama.
Kurikulum rekontruksi sosial dilihat pada tataran implementasi melahirkan sebuah karakter pendidikan, yaitu : pertama karakter yang berorientasi ke masa lalu sebagai bahan untuk dijadikan pelajaran dan masa yang akan datang, sebagai bahan untuk disiapkan, karekater kedua, manusia sebagai makhluk sosial, yang menuntut hidup bersama dan bekerja sama, ketiga pendidikan mampu memperbaiki kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Sekolah atau lembaga pendidikan menurut model ini sebagai proses menyiapkan siswa yang akan tinggal dan hidup ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, baik etnis,suku,budaya,adat istiadat maupun agama.
Dalam teknologi pendidikan, pemecahan masalah itu terjelma dalam bentuk semua sumber belajar yang didesain dan/ atau dipilih dan/atau digunakan untuk keperluan belajar sumber-sumber belajar ini meliputi: pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar Nasution, (2008).
Khusus terkait dengan teknologi pendidikan dapat dartikan segala sesuatu yang dihasilkan dari penelitian, temuan dan percobaan sehingga melahirkan model,teknik,pendekatandan strategi pembelajaran atau perangkat aplikasi komputer yang dapat digunakan dalam kegiatan pendidikan.
Model konsep kurikulum teknologis pada dasarnya dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan teknologi yang menuntut para pelaku pendidikan untuk menggunakannya dalam proses pendidikan.
Pengertian teknologi sebagai sistem, model kurikulum yang dikembangkan lebih menekankan pada penyusunan program pengajaran atau rencana pembelajaran yang dipadukan dengan alat-alat dan media pengajaran yang mengikuti perkembangan teknologi yang semakin canggih.
Teknologi pendidikan sebagai alat media pembelajaran yang dihasilkan, maka model kurikulum yang dikembangkan berisi tentang rencana-rencana pembelajaran yang dilengkapi dengan
penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektivitas pembelajaran yang dapat diakses dan mempermudah bagi pembelajar untuk mendapatkan ilmu npengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Model kurikulum ini mempunyai kelebihan yaitu dapat menyenangkan dan memberikan motivasi pada diri siswa dan member kemudahan ketika mencari dan menemukan jawaban dari masalah yang diajukan guru.
Model kurikulum teknologis sangat mengutamakan pembentukan dan penguasaan kompetensi, dan bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu seperti pada pendidikan klasik.
Pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar, pengetahuan lebih dianggap sebagai proses pembentukan (konstruksi) yang terus-menerus berkembang, dan berubah.
Kurikulum atau program pendidikan yang diterapkan pun memiliki sifat sama atau seragam, di mana pun siswa berada, di kampung, pinggir kota atau pun di pusat kota, kota kecil atau kota besar, di daerah hutan atau di daerah pantai, di Jakarta sampai di pedalaman Irian Jaya (Papua) anak harus belajar dengan menggunakan kurikulum yang sama/seragam.
Begitu pula dalam kegiatan pendidikan, perlu disiapkan siswa untuk memasuki era yang penuh dengan ketidakpastian dan ketidakmenentuan dengan cara terlibat dan mengalami secara langsung.
Kurikulum pada umumnya dianggap sebagai suatu set atau seperangkat bahan belajar yang tercetak dalam bentuk buku yang dapat dibawa dan dipakai di mana-mana oleh siapa saja.
Kurikulum seperti itu sama sekali bertentangan dengan prinsip konstruktivistik yang menekankan peran dan partisipasi siswa serta lingkungannya dalam pembentukan pengetahuan selama proses belajar berlangsung.
Kurikulum yang bercorak konstruktivistik memandang kurikulum itu tidak bisa dilepaskan dari siswa yang belajar.
Dengan demikian, kurikulum itu harus memuat: 1) pengalaman-pengalaman apa yang harus disediakan bagi para siswa supaya memperlancar belajar, dan 2) bagaimana siswa dapat mengungkapkan/menyajikan apa yang telah mereka ketahui untuk memberi arti pada pengalaman- pengalaman itu.
Kurikulum bukan kumpulan bahan yang sudah ditentukan sebelumnya untuk diajarkan, melainkan lebih sebagai suatu persoalan yang perlu dipecahkan oleh para siswa untuk lebih mengerti.
Seorang guru harus berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik, tekanan ada pada siswa yang belajar.
Guru harus menyediakan dan menciptakan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa serta membantu mereka mengekspresikan gagasan- gagasannya, menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir secara produktif, serta memberi semangat belajar.
Perkembangan intelektual berkaitan dan dipengaruhi oleh interaksi sosial, karena itu aktivitas belajar harus merupakan kolaborasi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa;
Berangkat dari ke lima model konsep pengembangan kurikulum tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang satu sama lain dan pendekatan ini pernah dilakukan di Indonesia.
Peranan guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum hanya sebatas melaksanakan isi dokumen yang sudah jadi dan buat oleh pusat, sehingga krativitas para guru dengan pendekatan ini tidak mengalami perkembangan terutama dalam menentukan kebutuhan peserta didik yang diperlukan sesuai dengan kepentingan daerahnya masing-masing.
Pendidikan ini diarahkan kepada pembinaan manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).
Model ke tiga (kurikulum Rekontruksi Sosial) penyusunan kurikulum dilakukan dengan cara menampung dan menerima aspirasi dari masyarakat terkait dengan tujuan pendidikan, materi bahan ajar yang dibutuhkan, strategi penyampaian yang sesuai dengan kondisi peserta didik serta alat untuk melakukan penilaian yang mampu mengukur dengan tepat terkait dengan tingkat pengatahuan,pemahaman, ketrampilan dan sikap peserta didik.
Model empat ( kurikulum Teknologis ) kurikulum ini beroreintasi pada hasil cipta karsa manusia yang dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia dalam kegiatan pendidikan.
Model ke lima (kurikulum kontruktivistik), kurikulum ini beroreintasi pada peran dan partisipasi siswa serta lingkungannya dalam pembentukan pengetahuan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Kurikulum ini erat kaitannya dengan siswa yang belajar, lingkungan, kultur/kebudayaan, pengetahuan dan kebiasaan.
Oleh karena itu kurikulum ini menjadikan pengalaman sebagai sumber yang sangat penting untuk membangun suatu pegetahuan yang berangkat dari proses kegiatan belajar.
Ada beberapa model pengembangan kurikulum yang pernah dilaksanakan sesuai dengan kondidi dan kebutuhan peserta didik dan pengguna lulusan.
Pendekatan ini merupakan kebalikan dari administrasi dimana pengembangan kurikulum dimulai dari inisiatif yang muncul dari guru sebagai tenaga pendidik dan ujung tombak di lapangan, kemudian disebarluaskan pada tingkat yang lebih luas, pendekatan ini sering juga dinamakan pendekatan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas (bottom up).
Langkah-langkah pendekatan Model Grassroots Approach adalah; ide pengembangan kurikulum diawali dari tenaga pendidik yang merasakan adanya kebutuhan akan peserta didik terhadap materi yang harus disampaikan sesuai dengan kondisi yang diketemukan dilapangan.
Selanjutnya menurut Sanjaya (2008 : 80-81), ada enam langkah yang harus dilakukan dalam penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan grass roots ini, yaitu: 1) diawali adanya masalah yang menjadi keresahan guru tentang pembelajaran yang masih belum maksimal hasilnya, kurangnya motivasi belajar siswa sehingga merasa terganggu adanya kesenjangan yang terjadi dikalangan pendidik baik terkait dengan sumberdaya manusia maupun sarana prasarana.
Dengan demikian Model Tyler ini kurikulum dikembanghak atas 4 komponen yanitu, rumusan tujuan, pengembangan materi sebagai content, penggunaan strategi dan pelaksanaan evaluasi sebagai alat untuk mengukur dan mengambil suatu keputusan tentang yang akan di nilai.
Berangkat dari pemikiran di atas Pengembangan kurikulum, kegiatan merumuskan tujuan merupakan langkah pertama dan utama yang harus dikerjakan, sebab tujuan merupakan arah atau sasaran pendidikan.
Merumuskan tujuan kurikulum, sebenamya sangat bergantung kepada teori dan filsafat pendidikan serta model kurikulum yang dianut.
Bagi pengembangkurikulum yang lebih berorientasi kepada disiplin ilmu (subjek akademis), maka penguasaan berbagai konsep dan teori seperti yang tergambar dalam disiplin ilmu tersebut merupakan sumber utama tujuan kurikulum.
Berbeda dengan pengembang kunikulum yang lebih humanis yang mengarahkan tujuan kurikulum pada pengembangan pribadi siswa.
Sumber utama dalam perumusan tujuan kurikulum tentu saja siswa itu sendiri, baik yang berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat maupun kebutuhan untuk membekali hidupnya (child centered).
Dengan demikian yang harus dipertanyakan dalam pengalaman belajar ini adalah "apa yang akan atau telah dikerjakan siswa" bukan "apa yang akan atau telah diperbuat guru."
Model kurikulum yang dirancang menggambarkan konsep yang sistematik dan bersifat komprehensif, artinya rancangan yang menjelaskan secara utuh dan menyeluruh yang terbentuk dalam sebuah sistem.
Ketiga, dimensi pengembangan lebih lanjut sebagai hasil pelaksanaan progran yang telah berjalan sekaligus sebagai penyempurnaan kurikulum yang sesuai dengan tingkat dan perkembangan peserta didik.
Pihak-pihak yang harus dilibatkan itu terdiri dari para ahli/spesialis kurikulum, para ahli pendidikan termasuk di dalamnya para guru yang dianggap berpengalaman, para profesional lain dalam bidang pendidikan (seperti pustakawan, laboran, konsultan pendidikan), dan para profesional dalam bidang lain beserta para tokoh masyarakat (para politikus, industriawan, pengusaha).
c) Menetapkan prosedur yang akan ditempuh, yang meliputi merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan evaluasi.
tentang penentuan kurikulum baru, (4) Merumuskan kriteria dan alternatif pengembangan kurikulum, dan (5) Menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki.
Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum seperti pemahaman guru tentang kurikulum itu, sarana atau fasilitas yang tersedia, dan manajemen sekolah.
Model Kurikulum berbasis kompetensi sebenarnya sudah berkembang sejak lama dan merupakan pengaruh dari munculnya pendidikan berdasarkan kompetensi yang menekankan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performans yang telah ditetapkan.
Perkembangan terkini mengenai model kurikulum yang diterapkan dalam proses pendidikan di negara kita pada semua jenjang pendidikan yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Landasanmasyarakat dalam pengembangan kurikulum sekolah didukung oleh kenyataan bahwa pengalaman siswa yang berupa kegiatan nyata di kelas dan lingkungan sekolah tidak dapat dipisahkan dari pengalaman siswa ketika berada dalam lingkungan masyarakat.
Bahkan S. Hamid Hasan (2000) menyatakan bahwa pemahaman dan proses pengembangan diri di kelas, lingkungan sekolah dan lingkungan lainnya sangat ditentukan oleh pengetahuan dan kepribadian dasar yang terbentuk oleh budaya yang ada di lingkungan masyarakat di mana siswa itu berada.
Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.
Kecenderungan umum yang terjadi dalam penentuan kebijakan yang berkembang dalam dunia pendidikan di Indonesia selalu mengarah pada pengembangan kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu.
Dalam kajian teoretis, model kurikulum seperti itu disebut Kurikulum Subjek Akademis yang bersumber dari aliran pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme).
Para siswa diarahkan untuk menguasai sebanyak-banyaknya disiplin ilmu tersebut, dan siswa yang berhasil dalam belajar adalah mereka yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi disiplin ilmu tersebut.
Apabila kurikulum itu dikembangkan oleh guru tanpa kaitan dengan kurikulum mana pun, maka guru tersebut melakukan pendekatan pengembangan kurikulum yang bersifat grass- root.
Tujuan yang ingin dicapai kurikulum yaitu manusia yang memiliki kualitas yang diperlukan untuk pelestarian dan pengembangan kehidupan masyarakat.
Target kualitas yang harus dicapai siswa ditandai oleh kemampuan siswa tersebut dalam mengembangkan diri dan kepribadiannya, kepemimpinan dalam menggerakkan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik, rasa kebangsaan yang kuat, dan partisipasi dalam berbagai bentuk dan dimensi kehidupan masyarakat di sekitamya.
Model kurikulum berbasis masyarakat di sekolah harus memberikan kepedulian utama pada masyarakat yang terdekat dengan siswa dan sekolah.
Oleh karena itu, guru, pembina dan pelaksana kurikulum, dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.
Teori, prinsip, hukum yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya di masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya.
Dengan kata lain, pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat, termasuk memprediksi apa yang akan dibutuhkan pada masa yang akan datang.
Hal ini diperkuat oleh pendapat John D. Mc Neil (1990) yang berependapat bahwa model kurikulum yang lebih memusatkan perhatiannya pada problema-problema yang dihadapi siswa dalam masyarakat merupakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.Kurikulum ini dinamakan model kurikulum rekonstruksi sosial (social reconstruction).
Interaksi dan kerja sama bukan hanya antara guru dengan siswa, tetapi antar siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya.
Esensi tujuan model kurikulum berbasis masyarakat ini adalah bagaimana mempersipakan peserta didik dalam menghadapi berbagai kehidupan di masyarakat sampai mampu mencari pemecahan sebagai solusi dari masalah yang dihadapinya.
Materi yang dikembangkan berangkat dari kenyataan dan kebutuhan yang diperoleh dan terjadi di masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, sebaiknya kurikulum sekolah tidak disusun berdasarkan mata pelajaran yang terpisah, melainkan sejumlah mata pelajaran yang memiliki ciri-ciri yang sama dipadukan menjadi suatu bidang studi (broadfield).
Berdasarkan masalah tersebut, maka dipelajarilah aspek-aspek dari berbagai disiplin ilmu yang berada dalam suatu bidang studi yang sama, yang dinilai relevan dengan masalah yang sedang dipelajari.
Aspek-aspek yang dipelajari tentu saja adalah hal-hal yang relevan dengan daerah tersebut dan berada dalam bidang studi yang sama.
Pendekatan ini berasumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi, dalam suatu struktur tertentu.
Pendekatan terpadu dewasa ini banyak dikembangkan dalam persekolahan di negara kita, dan dikenal dengan istilah integrated curriculum dengan sistem penyampaian yang menggunakan konsep pembelajaran terpadu.
Dalam gerakan ini, terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangan terhadap kurikulum, yaitu
(1) Rekonstruksi konservatif, yaitu pendekatan yang menganjurkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak dihadapi masyarakat.,
(2) Rekonstruksionalisme dan radikal, yaitu pendekatan yang menganjurkan agar pendidik formal maupun non-formal mengabdikan diri demi terciptanya tatanan sosial bagu berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
Kelompok ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tata sosial dan lembaga sosial yang ada dan membangun struktur sosial dan lembaga sosial yang ada dan membangun struktur sosial baru.
Pendekatan humanistik adalah kurikulum yang berpusat pada siswa (student centered) dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar.
Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu.
Setelah mengetahui dan memahami berbagai pendekatan dan model yang dapat digunakan untuk mengembangkan kurikulum, kegiatan selanjutnya berkaitan dengan langkah-langkah apa saja yang harus ditempuh dalam pengembangan kurikulum tersebut.
Secara umum langkah-langkah pengembangan kurikulum itu terdiri atas diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
Kebutuhan siswa dapat dianalisis dari aspek-aspek perkembangan psikologis siswa, tuntutan masyarakat dan dunia kerja dapat dianalisis dari berbagai kemajuan yang ada di masyarakat dan prediksi-prediksi kemajuan masyarakat di masa yang akan datang, sedangkan harapan pemerintah dapat dianalisis dari kebijakankebijakan, khususnya kebijakan-kebijakan bidang pendidikan yang dikeluarkan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, dan para ahli terkait tentang apa yang dibutuhkan oleh siswa, masyarakat, dan pemerintah berkaitan dengan kurikulum sebagai suatu program pendidikan.
Hasil akhir kegiatan analisis dan diagnosis kebutuhan ini adalah deskripsi kebutuhan sebagai bahan yang akan dijadikan masukan bagi langkah selanjutnya dalam pengembangan kurikulum yaitu perumusan tujuan.
Tujuan-tujuan dalam kurikulum berhierarki, mulai dari tujuan yang paling umum (kompleks) sampai pada tujuan-tujuan yang lebih khusus dan operasional.
Ketiga.domain ini masing-masing terdiri atas beberapa aspek yang disusun secara hierarkis, Domain kognitif berkenaan dengan penguasaan kemampuan-kemampuan intelektual atau berpikir, domain afektif berkenaan dengan penguasaan dan pengembangan perasaan, sikap, minat, dan nilai- nilai, sedangkan domain psikomotor berkenaan dengan
dengan keaiatan memilih, menilai, dan menentukan jenis bidang studi apa yang harus diajarkan pada suatu jenis dan jenjang persekolahan, kemudian pokok-pokok dan subpokok bahasan serta uraian materi secara garis besar, juga termasuk scope (ruang lingkup) dan sequence (urutan)-nya..Adapun patokan kegiatan tersebut ditentukan oleh tujuan-tujuan dari jenis dan jenjang sekolah yang bersangkutan.
Secara spesifik, yang dimaksud dengan materi kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Isi atau bahan tersebut disusun dalam berbagai program pendidikan berdasarkan jenis dan jenjang sekolah, kemudian dikemas dalam berbagai bidang studi yang kemudian dijabarkan dalam pokok dan subpokok bahasan, yang secara lebih rinci disusun dalam bentuk bahan pengajaran dalam berbagai bentuknya.
Scope materi kurikulum sebenarnya agak sulit untuk disusun, karena setidaknya.ada dua hall, yaitu
(1) materi suatu ilmu berkembang dan bertambah setiap waktu dan
(2) belum ada kriteria yang pasti tentang materi apa yang perlu diajarkan dan pengorganisasian bahan yang dapat diterima oleh semua pihak.
Namun demikan ada sejumlah kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan materi kurikulum ini, antara lain:
(1) Materi kurikulum harus dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai; Materi kurikulum dipilih karena dianggap berharga sebagaiwarisan budaya (positif) dari generasi masa lalu;
(2) Materi kurikulum dipilih karena berguna bagi penguasaan suatu disiplin ilmu;
(3) Materi kurikulum dipilih karena dianggap bermanfaat bagi kehidupan umat manusia, untuk bekal hidup di masa kini dan masa yang akan datang;
(4) Materi kurikulum dipilih karena sesuai dengan
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menyusun sekuens bahan ajar, yaitu sekuens kronologis (urutan kejadian), sekuens kausal (sebab-akibat), sekuens struktural, sekuens logis dan psikologis, sekuens spiral, dan lain-lain.
Untuk itu dalam penyusunan sequence, perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut:
(1) Taraf kesulitan materi pelajaran/isi kurikulum; (2) Apersepsi atau pengalaman masa yang lalu;
(3) Kematangan dan perkembangan siswa;
(4) Minat dan kebutuhan siswa.
Pengalaman belajar yang dipilih harus mencakup berbagai kegiatan mental- fisik yang menarik minat siswa, sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan merangsang siswa untuk belajar aktif dan kreatif.
Pengembangan alat evaluasi dimaksudkan untuk menelaah kembali apakah kegiatan yang telah dilakukan itu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Neil (1977) mengungkapkan ada dua hal yang perlu mendapatkan jawaban dari penilaian kurikulum, yaitu (1) apakah kegiatan-kegiatan yang dikembangkan dan diorganisasikan itu memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan dan (2) apakah kurikulum yang telah dikembangkan itu dapat diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya.
Sedangkan pengambilan keputusan adalah suatu pilihan tindakan yang didasarkan pada informasi yang diperoleh dan pertimbangan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Seorang pengembang kurikulum biasanya menggunakan beberapa prinsip yang dipegangnya sebagai acuan agar kurikulum yang dihasilkan itu memenuhi harapan siswa, pihak sekolah, orang tua, masyarakat pengguna.
Beberapa prinsip yang umum digunakan dalam pengembangan kurikulum, antara lain prinsip berorientasi pada tujuan, kontinuitas, fleksibilitas, dan integritas.
Untuk itu tujuan hurikulum harus jelas, artinya tujuan kurikulum harus dapat dipahami dengan jelas oleh para pelaksana kurikulum untuk dapat dijabarkan menjadi tujuan-tujuan lainnya yang lebih spesifik dan operasional.
Untuk itu dalam pengembangan materi kurikulum harus diperhatikan minimal dua aspek kesinambungan, yaitu:
(1) materi kurikulum yang diperlukan pada sekolah (tinakat) yang ada di atasnya harus sudah diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada di bawahnya dan
(2) materi yang sudah diajarkan/diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada di bawahnya tidak perlu lagi diberikan pada sekolah (tingkat) yang ada di atasnya.
Dengan demikian dapat dihindari adanya pengulangan materi kurikulum, yang dapat mengakibatkan kebosanan pada siswa dan atau ketidaksiapan siswa untuk memperoleh materi di mana mereka sebelumnya tidak memperoleh materi dasar yang memadai.
Untuk menghindari hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menyusun scope dan sequence setiap mata pelajaran pada jenis dan jenjang program pendidikan.
Para pengembang kurikulum perlu memikirkan bahwa implementasi kurikulum pada tataran yang sebenarnya akan terkait dengan keragaman kemampuan sekolah untuk menyediakan tenaga dan fasilitas bagi berlangsungnya suatu kegiatan yang harus dilaksanakan.
Siswa diperkenankan memilih sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, dan kebutuhannya.Selain memberi kebebasan kepada siswa, fleksibilitas juga perlu diberikan kepada guru, khususnya dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan pembelajaran, asalkan tidak menyimpang jauh dari apa yang telah digariskan dalam kurikulum.
Guru perlu diberikan kebebasan dalam menjabarkan tujuan-tujuan, memilih materi pelajaran yang sesuai, memilih strategi dan metode yang dikembangkan dalam suatu kegiatan pembelajaran, dan membuat kriteria yang objektif dan rasional dalam melakukan dan memberikan penilaian kepada para siswa.
Keterampilan atau kecakapan hidup (life skills) merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, dan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi pemecahan sehingga mampu mengatasi berbagai persoalan hidup dan kehidupan.
Keterampilan hidup bukan sekadar keterampilan manual dan bukan pula keterampilan untuk bekerja, tetapi suatu keterampilan untuk hidup yang dapat dipilah menjadi lima kategori, yaitu:
(1) keterampilan mengenal diri sendiri (self awareness) atau keterampilan personal (personal skill);
(2) keterampilan berpikir rasional (thinking skill);
Keterampilan personal, keterampilan berpikir rasional, dan keterampilan sosial dapat dikategorikan sebagai keterampilan hidup yang umum (general life skill), sedangkan keterampilan akademik dan keterampilan vokasional dapat dikategorikan sebagai keterampilan hidup yang spesifik (specific life skill).
Keterampilan personal berkaitan dengan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Mahaesa, anggota masyarakat, dan warga negara serta mensyukuri dan menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan menjadikanya model dalam upaya meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dan lingkungannya.
Keterampilan berpikir rasional meliputi keterampilan menggali dan menemukan informasi, keterampilan dalam mengolah dan menetapkan keputusan, dan keterampilan dalam memecahkan permasalahan hidup secara kreatif.
Keterampilan vokasional disebut pula dengan keterampilan kejuruan merupakan keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang ada di masyakarat.
Perbedaan antara individu yang memiliki keterampilan hidup dan yang tidak memiliki keterampilan hidup terletak pada kualitas dari tindakan yang di lakukan.
Pembelajaran terpadu ini merupakan suatu konsep pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok untuk aktif menggali dan menemukan suatu konsep dan prinsip secara holistik, bermakna, dan otentik.
Organisasi kurikulum, yaitu pola atau bentuk bahan pelajaran disusun dan disampaikan kepada murid-murid, merupakan suatu dasar yang penting sekali dalam pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak dicapai.21Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum berupa kerangka program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa.
Untuk itulah diperlukankurikulum yang dapat memberikan pengalaman belajar yang dapat menghubungkan satu pelajaran dengan pelajaran lain.
Integrated curriculum tidak sekedar berupa keterpaduan bentuk yang melebur berbagai mata pelajaran,melainkan juga aspek tujuan yang akan dicapai dalam belajar.
Oleh karena itu, apa yang diajarkan di sekolah harus benar-benar disesuaikan dengan situasi, masalah, dan kebutuhan kehidupan di masyarakat baik sekarang maupun yang akan datang.
pengalaman yang saling berkaitan; (2) Direncanakan secara kontinu, terus menerus sebelum dan selama disajikan; (3) Didasarkan atas masalah atau problema; (4) Bersifat pribadi dan social dan diperuntukkan bagi semua siswa.
Core ini dilakukan organisasi kurikulum yang terpadu dan diberikan dalam kelas dalam periode yang agak panjang, misalnya 2 jam bertutrut-turut.
Secara umum evaluasi atau penilaian adalah sebuah proses sistematis pengumpulan informasi, baik berupa angka ataupun deskripsi verbal, analisis, dan interpretasi informasi untuk memberikan keputusan terhadap kualitas hasil kerja.22 Kedudukan evaluasi dalam pencapaian tujuan suatu program memegang peranan yang sangat penting sebagai umpan balik terthadap pekerjaan yang sudah dilaksanakan.
Arikunto juga menambahkan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai, yang kemudian dipakai sebagai tolak ukur dalam pengambilan keputusan.
Hasil-hasil evaluasi dapat digunakan oleh pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pemegang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Evaluasi kurikulum bisa dilakukan dengan mengaanalisis mulai dari aspek pertama, Ide atau gagasan, kedua aspek materi yang disajikan dalam proses pembelajaran, ke tiga aspek proses yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan kurikulum, dan ke empat aspek evaluasi baik proses maupun hasil.
Aspek-aspek inilah yang dapat digunakan oleh para praktisi pendidikan dalam memperbaiki kualitas pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
a) Matriks Deskripsi adalah sesuatu yang direncanakan pengembang kurikulum atau program, seperti dalam KTSP, kurikulum tersebut adalah kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan
b) Evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui ke kuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan, dengan demikian evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan.
evaluasi ini membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan evaluasi ini digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan selama tahap implementasi dan untuk mengetahui proses sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan apa yang perlu diperbaiki
Berangkat dari kurikulum yang baik inilah diharapkan dapat dikembangkan desain kurikulum yang mampu menghasilkan lulusan peserta didik yang mempunyai masa depan yang cerah dan berimplikasi pada kemajuan bangsa dan negara.
pergantian kurikulum merupakan suatu hal yang wajar terjadi dalam dunia pendidikan, hal ini dimaksudkan untuk mencari format kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat sebagai pengguna lulusan.
Di dalam kurikulum 2013, terutama di dalam meteri pembelajaran terdapat materi yang di ringkas dan ada juga materi yang di tambahkan.
B. Pendekatan Tematik pada Kurikulum 2013
jenajng SD/SM Salah satu pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran pada kurikulum 2013 pada jenjang SD/MI adalah Pembelajaran Tematik.
Pembelajaran Tematik pada Kurikulum 2013 merupakan pendekatan pembelajaran yang menjadi ciri dari kurikulum ini.
Disamping itu Pembelajaran Tematik pada kurikulum 2013 akan memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan pada partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar.
Pembelajaran yang dilakukan perlu dikemas dalam suatu format keterkaitan, maksudnya pembahasan suatu topik dikaitkan dengan kondisi yang dihadapi siswa atau ketika siswa menemukan masalah dan memecahkan masalah yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan topik yang dibahas.
Ada beberapa karakteristik dari pendekatan Pembelajaran Tematik pada Kurikulum 2013 1) beroreintasi pada siswa, Proses pembelajaran yang dilakukan harus menempatkan siswa sebagai pusat aktivitas dan harus mampu memperkaya pengalaman belajar.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran tematik, yaitu: a. Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan utuh.
b. Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain c. Implementasi Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013 di SD/MI Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013 di SD/MI merupakan suatu hal yang relatif baru, sehingga dalam implementasinya belum sebagaimana yang diharapkan.
Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013 di SD/MI pada saat ini difokuskan pada kelas-kelas bawah (kelas 1 dan 2) atau kelas yang anak-anaknya masih tergolong pada anak usia dini, walaupun sebenarnya pendekatan Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013ini bisa dilakukan di semua kelas SD/MI.
a. Perencanaan Mengingat perencanaan sangat menentukan keberhasilan suatu pembelajaran tematik, maka perencanaan yang dibuat dalam rangka pelaksanaan Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013harus sebaik mungkin Oleh karena itu ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam merancang pembelajan tematik ini yaitu:
1) Pelajari kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata pelajaran,
2) Pilihlah tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi untuk setiap kelas dan semester,
3) Buatlah ”matriks hubungan kompetensi dasar dengan tema”,
4) Buatlah pemetaan pembelajaran tematik.
Dengan tersedianya laboratorium yang memadai tersebut maka guru ketika menyelenggarakan Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013akan dengan mudah memanfaatkan sumber belajar yang ada di laboratorium tersebut, baik dengan cara membawa sumber belajar ke dalam kelas maupun mengajak siswa ke ruang laboratorium yang terpisah dari ruang kelasnya.
D. Ruang Lingkup Kajian Telaah Kurikulum jenjang pendidikan SD/MI Ruang lingkup kajian yang menjadi focus dalam telaah kurikulum pada jenjang pendidikan SD/MI, meliputi; tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode, strategi atau pendekatan pembelajaran dan terakhir adalah evaluasi.
Secara operasional adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak didik setelah mempelajari suatu mata pelajaran atau bidang studi tersebut, mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; sehat, mandiri, dan percaya diri; dan toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.
c. Metode Metode yang digunakan dalam pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk sekolah dasar kelas 1 adalah; metode ceramah, metode games learning, metode fun learning, pemberian tugas.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran matematika pada kurikulum 2013 untuk sekolah dasar kelas 3 adalah :metode spiral, metode proyek, metode pemberian tugas dan resitasi.
Atas dasar pemikiran di atas, maka Metode yang digunakan dalam pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk sekolah dasar kelas 4 adalah; metode diskusi, metode pembelajaran melalui pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta untuk memecahkan masalah secara kelompok, metode karya wisata, yaitu : metode penyampaian materi dengan cara membawa langsung anak didik ke objek diluar kelas.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran kurikulum 2013 padatingkat sekolah dasar adalah; metode latihan yaitu penyampaian materi melalui upaya penanaman kebiasaan- kebiasaan tertentu sehingga diharapkan siswa dapat menyerap materi secara optimal, metode tanya jawab yaitu penyajian materi pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus dijwab oleh anak didik.metode ini bertujuan memotivasi anak mengajukan pertanyaan, metode diskusi dan metode pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta untuk memecahkan masalah secara kelompok, metode demonstrasi dengan cara memperlihatkan suatu proses atau suatu benda yang berkaitan dengan pembelajaran dan terakhir melalui upaya penanaman kebiasaan-kebiasaan.
Sistem yang diterapkan di SD berbeda dengan yang dulu dimana mata pelajaran seperi Matematika, IPA, IPS dan Agama itu dipisah sendiri-sendiri, namun sekarang dengan sistem pendekatan tematik dimana semua mata pelajaran di satukan menjadi satu sehingga mata pelajaran tersebut saling berkaitan.akan tetapi di sinilah letak kesulitan para guru dalam menyampaikan pelajaran kepada anak-anak,karena tidak semua guru di SD bisa menyampaikan pelajaran dengan saling berkaitan satu sama lain.
Dengan demikian kendala yang diketemukan dari penerapan kurikulum 2013 pada jenjang SD/MI ini adalah : Sumber Daya Manusia dan fasilitas-fasilitas , sistem yang di gunakan atau pendakatan tematik yang belum dipahami secara konprehensif oleh guru, metode yang di sampaikan masih cara yang lama atau konvensional, seharusnya menurut kurikulum 2013 sudah menggunakan pendekatan ilmiah ( scientivic ), pelaksanaan evaluasi pun masih menggunakan pola lama, mereka mengalami kesulitan dalam penerapan evaluasi dengan pendekatan Authentik.
TELAAH KURIKULUM PENDIDIKAN JENJANG SMP / MTs
A. Telaah Kurikulum 2013 Jenjang Pendidikan SMP/MTs
Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu selalu disertai dengan alasan, argumentasi dan landasan serta prinsip-prinsip pengembangan yang jelas, sehingga perubahan itu disemangati oleh keinginan untuk terus menyempurnakan, memperbaiki, mengembangkan, dan meningkatkan mutu kualitas hasil pendidikan.
Namun di lapangan, perubahan kurikulum seringkali menimbulkan persoalan baru, sehingga pada tahap awal implementasinya memiliki kendala teknis, sehingga sekolah sebagai penyelenggara proses pendidikan formal sedikit banyaknya pada tahap awal ini membutuhkan energi yang besar hanya untuk mengetahui dan memahami isi dan tujuan kurikulum baru.
Dalam teknis pelaksanaannya pun sedikit terkendala disebabkan perlu adaptasi terhadap perubahan atas kurikulum terdahulu yang sudah biasa diterapkannya.26 Pembahasan terhadap kedudukan kurikulum adalah penting karena posisi itu akan memberikan pengaruh terhadap apa yang harus dilakukan kurikulum dalam suatu proses pendidikan.
Pengertian dan posisi kurikulum akan menentukan apa yang seharusnya menjadi perhatian awal para pengembang kurikulum, mengembangkan ide kurikulum dalam bentuk dokumen kurikulum, proses implementasi, dan proses evaluasi kurikulum.
Pengertian dan posisi kurikulum dalam proses pendidikan menentukan apa yang seharusnya menjadi tolok ukur keberhasilan kurikulum, sebagai bagian dari keberhasilan pendidikan.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif, artinya kurikulum itu mampu disajikan dalam proses pendidikan dengan beroreintasi pada konten atau materi ajar yang terintegrasi dengan disiplin ilmu lainnya.
Ruang lingkup kajian kurikulum 2013 jenjang pendidikan SMP/MTs meliputi :
a. Tujuan
1) Menunjukkan perilaku konsisten dan teliti dalam melakukan aktivitas di rumah, sekolah, dan masyarakat sebagai wujud implementasi pemahaman tentang materi yang dipelajari
2) Memahami pengertian baik secara bahasa maupun istilah
3) Membuat dan menyelesaikan permasalahan yang timbul dari materi sebagai bahan ajar
4) Menggunakan konsep dalam menyelesaikan masalah nyata 5) Memahami pola dan menggunakannya untuk menduga dan membuat generalisasi (kesimpulan) 6) Mengumpulkan, mengolah, menginterpretasi, dan menyajikan data hasil pengamatan dalam bentuk tabel, diagram, dan grafik
7) Menunjukkan perilaku teliti dan sesuai prosedur dalam melakukan aktivitas di rumah, sekolah, dan masyarakat sebagai wujud implementasi ilmu yang dipelajari 8) Menunjukkan perilaku teliti dan sesuai prosedur dalam melakukan ativitas di rumah, sekolah, dan masyarakat
9) Menunjukkan perilaku ingin tahu dalam melakukan aktivitas di rumah, sekolah, dan masyarakat
b. Konten atau Materi Pembelajaran Materi sebagai bahan ajar yang akan disajikan dalam proses pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan para peserta didik sesuai dengan usia perkembangannya.
c. Metode Ada beberapa metode yang digunakan dalam pembelajaran Kurikulum 2013 tingkat SMP dan MTs dapat dibedakan secara perkelas sebagai berikut :
Metode Pengamatan Metode pengamatan atau observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian.
Jika dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya kurikulum 2013 memiliki keunggulan terutama dalam proses pendekatan pembelajaran dan pelaksanaan evaluasi hasil dan proses pembelajaran.
Akan tetapi dilapangan masih banyak guru yang merasa sulit dalam melaksanakan pembelajaran Kurikulum 2013,ini terjadi karena guru masih sulit meninggalkan kebiasan kegiatan pembelajaran yang penyajiannya berdasarkan mata pelajaran dan pendekatan pembelajaran yang monoton tidak kreatif dan inovatif.
Ada beberapa kendala yang diketemukan dalam pelaksanaan kurikulum 21013, berdasarkan hasil observasi di lapangan adalah sebagai berikut, terkait dengan buku pembelajaran berbasis kurikulum 2013 belum sampai di sekolah, kemampuan dalam mengusai pendekatan pembelajaran masih kurang termasuk pelaksanaan evaluasi, terutama dalam penilaian fortofolio, sikap dan keterampilan.
Di bawah ini uraian tentang contoh proses evaluasi yaitu :
(a) aspek pengetahuan, Guru menerapkan sisitem ulangan yang terdiri dari soal-soal dari materi yang sudah di berikan,
(b) aspek sikap, Guru menilai sikap anak didik dari observasi dan penilaian diri.
Seperti semangat dalam mengikuti pembelajaran, Serius dalam mengikuti pembelajaran suka bertanya dalam proses pembelajaran, berani persentasi di depan kelas, tidak bergantung diri pada orang lain dalam menyelesaikan masalah pelajaran (mencontek),
(c) Proses evaluasi dari aspek keterampilan, Guru mengunakan teknik penilaian projek.
Salah satu Persoalan pendidikan yang harus mendapatkan perhatian adalah kurikulum terutama dalam tataran implementasinya, disinyalir masih ada kurikulum yang terlalu membebani anak didik tanpa ada arah pengembangan yang benar-benar melihat potensi setiap peserta didik sesuai dengan perubahan yang diinginkan.
yaitu manusia yang berkualitas mempunyuai kemampuan, sanggup menjawab tuntutan zaman yang selalu berubah, sampai melahirkan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kelas X (Peminatan)
1) Mendeskripsikan dan menganalisis berbagai konsepdan prinsip dalam menyelesaikan masalah, 2) Menganalisis data sifat-sifat suatu permasalahan dan menerapkannya, 3) Mendeskripsikan dan menerapkan konsep dan sifat- sifat akhlak
4) Mendekripsikan konsep dan aturan serta menerapkannya dalam pembuktian sifat-sifat (contoh materi bidang datar pada pelajarann matematika seperti :simetris, sudut, dalil titik tengah segitiga, dalil intersep, dalil segmen garis, dll) dalam geometri bidang.
e. Metode diskusi Metode pembelajaran melalui pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta untuk memecahkan masalah secara kelompok.30 Berangkat dari penerapan metode dalam proses pembelajaran kurikulum 2013, maka sebagai pengembangannya dapat diterapkan beberapa Model Pendekatan Dalam Pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013.
d) Model pembelajaran aktif (Active Learning) ActiveLearning dimaksudkan untuk memaksimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik secara sempurna dengan harapan terwujudnya peserta didik yang dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki.31Tujuan yang dinginkan dari penerapan strategi pembelajaran activelearning (belajar aktif) adalah mewujudkan pembelajaran yang dapat menimbulkan kegairahan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, memberikan pelayanan yang sempurna terhadap peserta didik yang berbeda-beda tingkat kemampuannya, sehingga peserta didik merasa terpuaskan menerima ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam proses pendidikan.
Question Student Have (Pertanyaan Peserta didik) Hisyam zaini mengatakan, bahwa model Questions Students Have adalah pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk aktif dan menyatukan pendapat dan mengukur sejauh mana siswa memahami pelajaran melalui pertanyaan tertulis.
demikian Tipe Question Students Have ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan harapan anak didik sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki.32 Para akhli berbeda pendapat dalam menentukan langkah- langkah model pembelajaran ini, seperti salah satunya Menurut Hisyam Zaini dalam pembelajaran aktif diperguruan tinggi mengemukakan bahwa langkah–langkah dalam pembelajaran Question Students Have adalah Sebagai berikut:
Student Teams-Achievement Divisions Student Teams-Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.
34 Adapun langkah- langkah yang dapat ditempuh dalam model pembelajaran ini sebagai berikut:
(a) peserta didik diberikan tes awal dan diperoleh skor awal,
(b) peserta didik dibagi ke dalam kelompok kecil 4-5 orang secara heterogen menurut prestasi, jenis kelamin, ras, atau suku,
(c) peserta didik menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik,
(d) guru menyajikan bahan pelajaran dan peserta didik bekerja dalam tim,
(e) guru membimbing kelompok peserta didik,
(f) peserta didik diberi tes tentang materi yang telah diajarkan,
(g) memberi penghargaan.
35 Slavin menyatakan bahwa pada Student Teams-Achievement Divisions (STAD), peserta didik ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.36 Ada beberapa persiapan yang bisa dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) antara lain : a. Perangkat pembelajaran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika membentuk kelompok, hal ini dilakukan karena peserta didik beraneka ragam , maka harus diperhatikan hal- hal sebagai berikut : 1) Peserta didik dalam kelas terlabih dahulu di-ranking sesuai kepandaian dalam mata pelajaran.
Tujuannya adalah untuk mengurutkan peserta didik sesuai kemampuan dan untuk mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok.
Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh peserta didik yang diambil dari peserta didik ranking satu, kelompok tengah 50% dari seluruh peserta didik yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas, dan kelompok bawah sebanyak 25% dari seluruh peserta didik setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah.
Model Cooperative Learning Pembelajaran model kooperatif termasuk salah satu model yang dapat digunakan dalam implementasi kurikulum 2013 khususnya dalam proses pembelajaran.
Model ini mengandung pengertian bekarja sama dalam mencapai tujuan bersama dan di dalam pembelajaran Cooperative Learning menempatkan suatu hasil yang optimal dalam belajar.
37 Menurut Etin solihatin Model pembelajaran Koperatif merupakan model pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah, ruang kelas merupakan suatu tempat yang sangat baik untuk kegiatan Cooperative Learning, para siswa juga diberi kesempatan untuk mendiskusikan masalah, menentukan strategi pemecahan masalahnya, dan menghubungkan masalah tersebut dengan masalah-masalah lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya.2 Model pembelajaran Koperatif (Cooperative Learning) yaitu model pembelajaran yang kegiatan pembelajarannya dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu
Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam penerapan model pembelajaran ini (Cooperative Learning) menurut (Stahl, 1994; Slavin, 1983) yaitu:8 merancang rencana program pembelajaran,merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan peserta didik dalam belajar, melakukan observasi terhadap kegiatan peserta didik, guru mengarahkan dan membimbing peserta didik baik secara individual maupun kelompok, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik mempresentasikan hasil dalam porum diskusi kelompok.
Ada beberapa kelebihan dari model pembelajaran ini seperti diantaranya :
meningkatkan harga diri tiap individu dan Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar, konflik antar pribadi berkurang dan Sikap apatis berkurang dan lebih toleransi, pemahaman yang lebih mendalam, Cooperative learning dapat mencegah keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif, meningkatkan kehadiran siswa dan sikap yang lebih positif dan Menambah motivasi dan percaya diri.
Diakui model ini mempunyai kelebihan akan tetapi juga masih ada kekurangannya seperti : adanya kekhawatiran akan terjadi ketidaknyamanan di kelas, banyak siswa kurang senang bekerja sama dengan yang lain, perasaan ragu pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik mereka karena harus menyesuaikan dengan kelompok, banyak peserta didik was-was bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata.
Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran koperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok – kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.
Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing – masing.
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran koperatif tipe TGT memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
a) siswa Bekerja Dalam Kelompok – Kelompok Kecil,
b) games Tournament dan
c) Penghargaan Kelompook.
Sedangkan Menurut Porter dan Hernacki Quantum Learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif di sekolah dan bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia.
Model pembelajaran quantum Learning terdapat konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain seperti:
1) Teori otak kanan atau kiri,
2) Teori otak 3 in 1,
3) Pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinetik),
4) Teori kecerdasan ganda,
5) Pendidikan holistic (menyeluruh),
6) Belajar berdasarkan pengalaman,
7) Belajar dengan simbol (Metaphoric Learning),
8) Simulasi atau permainan.
Model ini cukup bermanfaat bagi pengembangan proses pembelajaran yang lebih beroreintasi kepada siswa aktif.
Peserta didik dikatakan aktif jika ikut serta mempersiapkan pelajaran, gembira dalam belajar, mempunyai kemauan dan kreativitas dalam belajar, keberanian menyampaikan gagasan dan minat, sikapkritis dan ingin tahu, kesungguhan bekerja sesuai dengan prosedur, pengembangan penalaran induktif dan pengembangan penalarandeduktif.
Langkah-langkah pembelajaran Quantum Lerning
(1) peserta didik diberi motivasi oleh gurudengan memberi penjelasan tentang manfaat apa saja setelah mempelajari suatu materi,
(2) Penataan lingkungan belajar, yaitu penataan lingkungan yang dapat membuat peserta didik merasa betah dalam belajarnya,
(3) Memupuk sikap juara, hal ini perlu dilakukan untuk lebih memacu dalam belajar peserta didik, melalui pujian terhadap peserta didik yang telah berhasil dalam belajarnya,
(4) guru memberikan kebebasan dalam belajar pada peserta didiknya dan janganlah terpaku pada satu gaya belajar saja,
(5) Membiasakan mencatat,
(6)Membiasakan membaca, kegiatan membaca peserta didik mempermudah dalam menerima, menjawab dan memecahkan masalah yang dihadapinya,
(7) Mengarahkan peserta didik kearah yang kreatif,
(8)Melatih kekuatan memori anak, langkah ini penting sebagai Pengembangan dan latihan terhadap memori anak.
Memori mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses pembelajaran yang melibatkan kemampuan membaca,kemampuan mendengar, kemampuan melihat, kemampuan melihat dan mendengar, kemampuan melihat, mendengar dan mengatakan, kemampuan katakan dan lakukan.
Bersadarkan uraian di atas membuktikan bahwa proses belajar yang melibatkan katakana dan lakukan hampir perolehannya 90 %, artinya siswa akan lebih memahami dalam proses pembelajaran, apabila terjadi katakan dan lakukan.
Berangkat dari pemikiran diatas maka, Pengalaman Belajar Menurut Peter Shea bisa dipahami adalah sebagai berikut : Kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.
43 Model quantum learning ini adalah proses belajar yang lebih banyak melatih indra, semakin banyak indera yang terlibat dalam interaksi belajar, maka materi pelajaran akan semakin bermakna.
Mutu menurut Sallis adalah konsep yang absolut dan relatif.46 Mutu juga merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang di harapkan oleh pelanggan.
Proses pewarisan budaya ini dilakukan oleh orang dewasa yang mempunyai ilmu pengatahuan, baik ilmu yang terkait dengan keahliannya maupun ilmu lain yang mendukung terhadap keahliannya itu.
Proses pewarisan budaya dalam kontek ini adalah bagaimana sejumlah pengalaman belajar hari ini dan yang akan datang diberikan kepada peserta didik dengan menggunakan pendekatan yang lebih beroreintasi pada kepentingan dan
Orang dewasa itu bukan karena umurnya akan tetapi orang dewasa itu karena pemikiran dan perbuatannya mencerminkan prilaku yang dapat menjadi contoh yang baik bagi manusia yang lain.
Karakateristik yang lain tentang orang dewasa itu adalah mereka yang mempunyai ilmu pengetahuan yang mendalam tentang sesuatu, sehingga karena pengetahuan itulah yang bersangkutan dengan mudah dan meyakinkan dapat melakukan suatu pekerjaan.
Orang dewasa dalam hal ini guru dapat memperlakukan peserta didik bagian dari dirinya sendiri, ketika peserta didik mengalami kesulitan belajar, berkomunikasi, maka guru tersebut hadir ditengah-tengah peserta didik untuk ikut bagian menyelesaikan dan mengatasi masalah yang di hadapinya.
Identifikasi terhadap kondisi tersebut dialamatkan pada rendahnya kualitas (mutu) lulusan, dalam arti pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang dikuasainya tidak sesuai dengan kualifikasi yang dituntut lapangan kerja yang ada atau sangat rendah kemampuannya untuk mandiri dalam bekerja.
pandangan sosiologi, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang dapat merubah keadaan masyarakat dari ketertinggalan menuju suatu kemajuan yang berarti, sesuai dengan kebutuhan.
Edward Sallis mengemukakan konsep mutu dalam kaitan dengan Total Quality Management, dimana menurutnya mutu itu harus dipandang sebagai konsep yang dapat berubah sewaktu- waktu dan bukan konsep yang mutlak .
Mutu dapat diperagakan oleh produsen dalam sebuah sistem sebagai jaminan mutu, dimana produksi konsisten dengan produk dan jasa yang dapat memenuhi standar atau spesifikasi tertentu.
), yaitu budaya (culture), komitmen (commitment), dan komunikasi(communication) 50 Dari beberapa pendapat tentang mutu pendidikan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa mutu itu merupakan derajat sesuatu yang dihasilkan dari kegiatan evaluasi yang dilakukan dan dirasakan oleh pengguna sebagai pelanggan dari suatu layanan yang diberikan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Mutu Institusi Pendidikan adalah kebermutuan dari berbagai pelayanan/services yang diberikan oleh institusi pendidikan kepada peserta didik maupun kepada tenaga staf pengajar untuk terjadinya proses pernbelajaran yang bermutu
Menurut Murgatroyd pendidikan yang bermutu mengacu pada standar, metode yang tepat, dan kualitas yang dipersyaratkan oleh suatu badan ahli, dengan melakukan pengujian sebagai proses evaluasi secara praktis untuk menentukan kesesuaian hasil pekerjaan dengan standar yang telah ditentukan.
Proses yang dimaksud adalah pengambilan keputusan, proses belajar mengajar, proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan proses belajar mengajar memiliki tingkatan tertinggi dibanding dengan proses yang lain.
Berangkat dari dari ketiga kriteria mutu tersebut yakni input, proses, dan output yang harus lebih dominan dan harus di diperhatikan adalah proses, yaitu proses belajar mengajarnya, karena untuk menghasilkan output yang baik tergantung dari proses belajar mengajar.
Maksudnya adalah seorang yang ingin meningkatkan mutu maka ia harus mempunyai semangat dan kegiatan untuk memikirkan bagaimana mutu tersebut dapat berkembang, karena mutu juga disebut sebagai vitalitas dan harga diri.
Dalam dunia pendidikan, standar ini menurut Depdiknas dapat dirumuskan melalui hasil belajar skolastik yang dapat diukur secara kuantitatif, dan pengamatan yang bersifat kualitatif, khususnya untuk bidang-bidang pendidikan sosial.53 D. Mutu Pembelajaran Manajemen Mutu Terpadu sangat populer di lingkungan organisasi profit, khususnya di lingkungan berbagi badan usaha/perusahaan dan industri, yang telah terbukti keberhasilannya dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya masing – masing dalam kondisi bisnis yang kompetitif.
Dari ketiga kata yang dimilikinya, definisi TQM adalah: “sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan (continuousimprovement) dan memotivasi karyawan.54 Pengelolaan mutu pendidikan banyak mengadopsi konsep Total Quality Management (TQM).
Dengan demikian, peran pendidik tidak lagi sebagai sumber belajar, akan tetapi berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi agar peserta didik dapat menemukan dari masalah yang sedang dan akan dihadapi dikemudian hari sebagai solusi yang ditawarkan dari hasil belajar.55
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dalam hal ini lebih beroreintasi kepada proses pendidikan dan hasil pendidikan sebagai outputnya.
Dalam ``Proses Pendidikan`` yang bermutu dipengaruhi oleh faktor input, seperti: bahan ajar, metode (pendekatan, tekhnik, model dan strategi), sarana prasarana, dukungan administrasi dan sumber daya lainnya.
Ada berapa hal yang dapat dilakukan oleh tenaga pendidik sukses (dosen dan guru) dalam proses pembelajaran seperti; mempu melakukan komunikasi antar personal dengan baik, melakukan evaluasi diagnostik, mengimplementasikan kegiatan pembelajaran kreatif,aktif dan menyenangkan.
Dalam kaitan ini perlu diperhatikan adanya macro-system dan micro-system dalam proses pembelajaran 57 Macro-systems merupakan sistem pembelajaran secara menyeluruh (meliputi keseluruhan program pembelajaran, seperti metode proyek, program IPI :individually prescribed instructional program, sistem audio-tutorial), sedangkan "micro-system" meliputi cara dan model kegiatan yang dilakukan beserta media yang digunakan (seperti ceramah, pembahasan bahan tertulis, demonstrasi, penggunaan film, televisi, laboratorium, komputer).
Dalam kaitan ini penggunaan media dalam pembelajaran bermanfaat untuk mengembangkan kegiatan belajar-mengajar yang memungkinkan tenaga pendidik dan peserta didik mampu berinteraksi,berkomunikasi yang konduisi dan haromins, serta memungkinkan kegiatan belajar berbasis individu atau terpusat
Secara nasional, mutu pembelajaran sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005, mutu pembelajaran harus memenuhi standar proses yang sudah ditetapkan dalam pasal 19, 20, 21, 22, 23 dan 24.
Pasal 19 ayat (1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ayat (3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Dan Pasal 20 berbunyi : perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Pasal 24 berbunyi standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bahwa untuk menciptakan proses pembelajaran yang bermutu diperlukan terciptanya kondisi yang disebut dengan budaya mutu, jika budaya mutu sudah terbentuk pada mahasiswa, dosen , pimpinan perguruan tinggi, staf dan seluruh warga perguruan tinggi, secara otomatis proses pembelajaran yang dilakukan akan bermutu juga.
Namun pada prakteknya, menciptakan sebuah pembelajaran yang bermutu bukan hal yang mudah, karena banyak faktor yang mempengaruhi mutu pembelajaran.
Sedangkan yang termasuk faktor eksternal ialah semua faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar mengajar di kelas selain faktor yang bersumber dari faktor dosen dan mahasiswa.
Tenaga pedidik yang cerdas dan memiliki motivasi tinggi dalam mengelola pembelajaran, akan selalu menciptakan proses pembelajaran yang kondusif dan berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan perubahan dalam dunia pendidikan.
Demikian pula dengan peserta didik yang cerdas dan memiliki motivasi belajar yang tinggi akan lebih cepat menerima materi pelajaran dan membantu proses pencapaian pembelajaran yang bermutu.
Tenaga pendidik yang memiliki kepuasan kerja dan psikologisnya sehat sehingga memiliki mental dan emosi yang stabil akan mampu melaksanakan tugas dan
Selanjutnya faktor internal lain yang turut mempengaruhi mutu pembelajaran adalah faktor sosiologis pendidik dan peserta didik, faktor ini sangat berhubungan dengan kompetensi yang dimilikinya dalam melakukan interaksi sosial dan komunikasi sosial, baik pada sesama pendidik, peserta didik, maupun seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan.
Manusia yang cerdas menurut undang-undang yaitu tertanamnya iman dan takwa dalam hidupnya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan ruhani, memiliki kepribadian yang mandiri dan bertanggung jawab.
Faktor input yang mempengaruhi mutu pembelajaran adalah peserta didik yang akan mengikuti proses pembelajaran.
Sedangkan yang termasuk instrumental input mencakup; pendidik, pengambil kebijakan, sarana dan prasarana pendidikan, sumber belajar, media dan peralatan belajar, metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran.
Adapun faktor enviromental input yang mempengaruhi proses pembelajaran adalah segala masukan yang bersumber dari lingkungan sekitar baik keluarga, masyarakat maupun pemerintah yang bertindak sebagai penanggung jawab terhadap pendidikan.
Hal ini Senada dengan penjelasan di atas, tentang berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan mutu pembelajaran dan pendidikan di kelas dilihat dari perspektif komponen kinerja sistem pendidikan.
Sisi lain proses bembelajaran yang bermutu dan melahirkan lulusan yang sesuai dengan harapan dapat dilihat dari beberapa unsur-unsur sebagai berikut :
1) desain bahan pembelajaran yang tepat;
2) tersedianya waktu belajar mengajar yang tepat; 3) menggunakan strategi belajar mengajar beroreintasi pada kepentingan peserta didik;
4) ketepatan pemberian tugas sebagai pekerjaan rumah yang dikerjakan peserta didik;
5) memberikan laporan kemajuan hasil belajar secara tepat;
6) mengggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang tepat;
7) suasana pembelajaran aktif, inovatif dan menyenangkan;
8) menggunakan evaluasi yang dapat mengukur tingkat kemauan dan kemampuan peserta didik dengan tepat.
E. Landasan Hukum Mengembangkan Pendidikan Landasan pembangunan Pendidikan merupakan pijakan bagi pengambil keputusan dan praktisi serta pelaksana pendidikan untuk menentukan dasar-dasar pijakan dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu.
Dasar pertama yang dijadikan pedoman dalam merumuskan pendidikan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermutu adalah Undang-undang dasar 1945 yaitu pembukaan dan pasar 31 ayat 1.
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
F. Paradigma Pemetaan Mutu Pendidikan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan.
Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat.
Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya.
Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khusunya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam :
(1) prestasi akademik, dan
(2) prestasi non- akademik.
Sisi lain Out put merupakan indikator tingkatan pencapaian yang menjadi kebiasaan dan ke ahlian untuk menguasai dalam kapasitas tertentu sehingga sebutan tersebut menjadi predikat kata sandang, seperti manusia yang mempunyai pengamatan dan pandangan yang kritis, orang yang berakal, orang yang mempunyai keteguhan hati, mempunyai kekuatan, mempunyai kecerdasan.
Out come artinya prodak yang dihasilkan itu mempunyai dampak dalam kehidupan sehari-hari, misalnya out come pendidikan berprilaku baik dan hidupnya bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang lain, setiap pekerjaan menghasilkan sesuatu yang berkualitas, bekerja keras, disertai dengan sungguh-sungguh, mampu saling berlomba dan tolong menolong dalam kebaikan, mencermati,mengisi dan menggunakan waktu sesuai dengan kebutuhan.
a) Kualitas sarana Pendidikan yang berkualitas atau bermutu dapat dilihat dari tiga aspek yaitu ; mutu sarana dan prasarana, mutu tenaga pendidik dan kependididkan serta mutu proses pembelajaran.
b) Mutu Tenaga Pendidik Mutu tenaga pendidik dan kependidikan dapat berpengaruh terhadap out put lulusan yang diinginkan, oleh karena itu maka ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan ketika menginginkan hasil pendidikan yang berkualitas.
Perubahan prilaku yang diinginkan itu terjadi tentang wawasan pengetahuan, kepribadian karakter yang baik serta mampu menunjukan hasil atau prodak yang dapat dimanfaatkan serta mempunyai nilai yang berkualitas.
Untuk mengukur mutu proses pembelajaran pada lembaga pendidikan dapat dilihat dari aspek kurikulum dan implementasinya, pendidik dengan metode active learningnya, pemanfaatn media teknologi dan informasi melaui mesia sosial sesial secara online, serta pola komunikatif dan interaktif yang dibangun dalam proses pembelajaran.
Diaspek evaluasi, kurikulum tersebut bersipat dinamis sesuai dengan hasil atau output untuk menjadi pertimbangan apakah kurikulum tersebut perlu diperbaiki dan dikembangkan atau diganti dengan konsep yang baru sesuai dengan perubahan yang diinginkan.
Selain kurikulum yang baik juga yang menentukan mutu proses pembelajaran itu adalah penggunaan metode dan strategi active learning.
Strategi ini mencoba menyambungkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang diajarkan melalui berbagai tahapan pembelajaran, sampai pada akhirnya mampu menemukan dan menjelaskan kembali serta menunjukan penemuan itu dalam unjuk kerja yang dapat terukur nilai dan kualitasnya.
Quality planning artinya mutu tersebut betul-betul direncanakan dengan sungguh-sungguh dan fokus terhadap tujuan yang diinginkan, materi yang disajikan dan akan
Hal ini sebagai upaya untuk mempertahankan mutu dan menjamin terhadap pengguna lulusan sebagai hasil pendidikan yang bisa digunakan dan bisa berperan di tengah-tengah masyarakat.
I. Konsep Penjaminan Mutu a) Mampu menetapkan dan mewujudkan visi dan misi Pendidikan yang bermutu dimulai dari penyusunan perencanaan tujuan atau visi yang diinginkan terjadinya suatu perubahan di masa yang akan datang.
J. Perencanaan Strategik untuk mutu Untuk mendapatkan mutu yang berstandar sesuai dengah kebutuhan diperlukan usaha secara sungguh- sungguh, terus menerus serta didorong oleh keinginan yang muncul dalam diri sendiri untuk mendapatkannya.
Budaya kerja yang bermutu dipastikan akan menghasilkan kinerja yang berkualitas dan dapat meningkatkan prestasi yang dapat membawa dan mengangkat marwah suatu lembaga, sehingga mampu bersaing dengan lembaga lain.
Oleh karena itu perencanaan strategik perlu dilakukan dengan merumuskan tujuan yang jelas dan terukur, merancang materi atau bahan baku yang ada relevansinya dengan tujuan yang diinginkan, termasuk menerapkan metode yang tepat dan evaluasi yang dapat menilai suatu proses atau tindakan utuk menentukan nilai sebagai dasar dalam pengambilan suatu keputusan.
Perencanaan strategik berikutnya terkait dengan program yang betul-betul Authentik sesuai dengan pakta, data yang objektif, sesuai dengan lingkungan yang ada.
Program realiastik artinya program yang berangkat dari relaitas kehidupan yang sering terjadi dan bersipat objektif.Dengan demikian perencanaan strategi meliputi :
(1) Mutu tidak akan datang dengan sendirinya, perlu usaha khusus,
(2) Peningkatan mutu yang terus-menerus adalah hasil dari budaya kerja,
(3) Budaya kerja yang baik adalah hasil pembinaan jangka panjang,
(4) Agar budaya kerja yang baik tercapai perlu perencanaan jangka panjang yang bersifat strategic,
(5) Rencana jangka panjang perlu tujuan yang jelas, yang berfokus pada kepentingan dan kebutuhan para pelanggan,
(6) Rencana jangka panjang harus realistik, berdasarkan kondisi diri dan lingkungan
Sebagai langkah awal dalam menyusun strategi penjaminan mutu dapat dilakukan dengan menyusun pedoman yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kementrian pendidikan dan kebudayaan mulai tingkat pusat sampai daerah untuk tingkat satuan pendidikan.
A. Perencanaan Aspek perencanaan dalam program kerjanya dimulai dari, pertama : penetapan kebijakan mutu yang dirumuskan dan disepakati oleh para pengambil kebijakan terutama menyangkut berbagai keputusan, kedua : penetapan standar mutu yang beroreintasi kepada masing-masing tingkat satuan pendidikan,ketiga : penetapan tujuan atau sasaran mutu yang ingin dicapai pada suatu saat tertentu, keempat : penetapan prosedur untuk pencapaian tujuan mutu yaitu prodak yang dihasilkan itu memiliki nilai yang bersaing dengan prodak atau lulusan lain.
Aspek perencanaan telah disusun mulai dari rumusan tujuan, materi yang akan diberikan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, pendekatan atau strategi yang digunakan supaya mempermudah pencapaian tujuan serta alat ukur yang digunakan untuk melihat ketercapaian suatu program.
Pembelajaran adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri manusia sebagai akibat dari usahanya untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan akan sesuatu yang diinginkan.
Ketercapaian Proses pembelajaran selain ditentukan oleh kemampuan yang dibawa oleh masing-masing manusia juga alat bantu media yang sesuai dengan karakteristik siswa dan bahan ajar dapat berpengaruh terhadap hasilnya.
Salah satu yang diinginkan dari hasil pembelajaran itu adalah terwujudnya manusia yang hidup saling bersahabat, tolong menolong dengan sesama, tumbuh sipat kesetiakawanan, memupuk kerjasama dan
Beberapa perubahan yang akan terjadi pada diri manusia setelah mengikuti pembelajaran, seperti ; melakukan komunikasi dengan sesama, ikut serta dalam komunitas kegiatan kemasyarakatan, mempertahankan hidup, merencanakan hidup masa depan, bertindak dengan penuh pertimbangan dan tanggung jawab, peningkatan kemampuan berfikir, mampu mengetahui, memahami, menganalisis, mensintesis, melakukan sikap evaluasi, muncul saling menghargai, peduali lingkungan dimana manusia itu berada, menjaga keutuhan pribadi baik terhadap sang maha Kholik, diri sendiri maupun orang lain, memelihara kepentingan dan kebutuhan orang banyak.
kehadiran media dalam pembelajaran akan lebih memberikan nuasa pilihan bagi peserta didik sesuai dengan tingkat kemampuan dan karakter yang dimilikinya.
Hal ini karena belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dengan hal-hal yang konkrit, baik dalam konsep maupun faktanya, bahkan dalam realitasnya belajar seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada dibalik realitas.
Media pembelajaran secara umum dikenal sebagai suatu media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
Gerlach dan Ely mengatakan bahwa apabila media dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap (Arsyad, 2013, hal.
Ahli pendidikan modern merumuskan perbuatan belajar sebagai berikut: ”Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
3) Sementara itu, Gagne dan Briggs secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yangterdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi dan komputer.
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud- maksud pengajaran maka media tersebut disebut media pembelajaran.
Berdasarkan pendapat dan batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sebagai alat atau perantara yang dapat digunakan oleh seorang pendidik dalam penyampaian pesan-pesan ataupun penyampaian isi materi pengajaran dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi dalam proses pembelajaran sehingga dapat tercapainya tujuan pembelajaran itu secara maksimal.
2) Pilihan Media Teknologi Mutakhir a) Media berbasis telekomunikasi: Telekonferen, Kuliah jarak jauh b) Media berbasis mikroprosesor: Computer-assisted instruction, Permainan komputer, Sistem tutor intelijen, Interaktif, Hypermedia, Compact (video) disc Perkembangan media dalam pembelajaran seiring dengan perkembangan dan kamajuan teknologi saat ini sudah banyak media pembelajaran yang dibuat sebagai bahan ajar sesuai dengan karakteristik dan kemampuan peserta didik.
d. Teknologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer.
Berdasarkan macam-macam media pembelajaran yang telah disimpulkan, maka banyak sekali yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran.
c. Fungsi dan Kegunaan Media Pembelajaran Umar Hamalik mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh- pengaruh psikologis terhadap siswa (Arsyad, 2013, hal.
Disamping itu levie dan Lentz mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu : a) Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
c) Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
d) Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali (Arsyad, 2013, hal.
Berdasarkan uraian menurut para ahli dapat disimpulkan beberapa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran didalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
a) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
b) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang langsung antara siswa untuk belajar sendiri- sendiri sesuai dengan kemampua dan minatnya.
c. Pengembangan Media Pembelajaran Heinich, dan kawan-kawan mengajukan model perencanaan pengggunaan media yang efektif yang dikenal dengan istilah ASSURE.
Model ini menyarankan enam kegiatan utama dalam perencanaan pembelajaran sebagai berikut: (A) Menganalisis karakteristik umum kelompok sasaran , apakah mereka siswa sekolah lanjutan atau perguruan tinggi, anggota organisasi pemuda, perusahaan, usia, jenis kelamin, latar belakang budaya dan sosial ekonomi, serta menganalisis karakteristik khusus mereka yang meliputi antara lain pengetahuan, keterampilan, dan sikap awal mereka.
Di samping itu, perlu pula diperhatikan apakah materi dan media itu akan mampu membangkitkan minat siswa, memiliki ketepatan informasi, memiliki kualitas yang baik, memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi, telah terbukti efektif jika pernah diuji cobakan, dan menyiapkan petunjuk untuk berdiskusi atau kegiatan follow-up.
Secara umum untuk pemilihan media dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut: 1) Hambatan pengembangan dan pembelajaran yang meliputi faktor-faktor dana, fasilitas dan peralatan yang telah tersedia, waktu yang tersedia (waktu mengajar dan pengembangan materi dan media), sumber-sumber yang tersedia (manusia dan materi).
5) Pemilihan media sebaiknya mempertimbangkan pula :
a) Kemampuan mengakomodasikan penyajian stimulus yang tepat (visual atau audio); b) Kemampuan mengakomodasikan respons siswa yang tepat (tertulis, audio dan kegiatan fisik); c) Kemampuan mengakomodasikan umpan balik; d) Pemilihan media utama dan media sekunder untuk penyajian informasi atau stimulus, dan untuk latihan dan tes (sebaiknya latihan dan tes menggunakan media yang sama).
Dengan penggunaan media yang beragam, siswa memiliki kesempatan untuk menghubungkan dan berinteraksi dengan media yang paling efektif sesuai dengan kebutuhan belajar mereka secara perorangan (Arsyad, 2013, hal.
Ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media, yaitu: 1) Kesesuaian dengan tujuan (instructional goals) 2) Kesesuaian dengan materi pembelajaran (instructional content)
3) Kesesuaian dengan karakteristik pebelajar atau siswa
4) Kesesuaian dengan teori
5) Kesesuaian dengan gaya belajar siswa 6) Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas, pendukung,dan waktu yang tersedia (Sisilana & Riyana, 2008, hal.
Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media adalah sebagai berikut: 1) Motivasi.
Tujuan pembelajaran akan menentukan bagian isi yang mana yang harus mendapat perhatian pokok dalam media pembelajaran.
Pembelajaran akan lebih mudah jika isi danprosedur atau keterampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke dalam urutan-urutang yang bermakna.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan media pembelajaran adalah serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu media pembelajaran berdasarkan teori pengembangan pembelajaran yang telah ada.
Komentar
Posting Komentar