Langsung ke konten utama

Sejarah Kurikulum Di Indonesia(pgsd unu ntb)


SEJARAH KURIKULUM DI INDONESIA



(Studi Analisis Kebijakan Pengembangan Kurikulum)

Isnaini AyH,

Dusun Selampang.

Alhamuddin1

Abstrak

Dalam suatu sistem pendidikan kurikulum itu sifatnya dinamis serta harus selalu dilakukan perubahan dan pengembangan, agar dapat mengikuti perkembangan dan tantangan zaman. Meskipun demikian, perubahan dan pengembanganya harus dilakukan secara sistematis, terarah, tidak asal berubah. Sejarah kurikulum di Indonesia sudah melalui perjalanan panjang, sejarah mencatat perubahan tersebut mulai tahun 1947, 1952, 1964,1975,1984,1994, 2004, 2006, dan yang palin anyar adalah kurikulum 2013. Masalahnya, apabila beragam perubahan dalam bidang kurikulum yang telah diupayakan pemerintah kandas di tengah jalan, bagaimanakah nasib kurikulum 2013? Dengan demikian, agar tidak memiliki nasib yang sama, untuk itu pemerintah harus mengusahakan secara optimal agar para pelaksanaka kurikulum di lapangan terutama para guru bisa memahami ide-ide yang terkandung dalam kurikulum dengan baik dan benar. Jangan sampai kurikulum berubah, tapi pola pikir tetap belum berubah, masih tetap seperti sedia kala. Pemerintah harus melibatkan guru secara aktif dalam kajian, uji coba, dan penilaian berbagai aspek kurikuler. Selanjutnya memberdayakan guru secara berkesinambungan dalam peningkatan profesional mereka sebagai nara sumber kurikulum. Disamping itu, tidak memposisikan kurikulum sebagai strategi reformasi baru yang lebih penting dari guru, yang menjadikan guru semata-mata sebagai unsur pelaksana kurikulum. Di sisi lain, perlu perubahan pada tingkat perumus kurikulum, kurikulum harus sepenuhnya dirumuskan dengan memperhitungkan landasan filosofis, pedagogis, sosiologis, sosial, budaya, teknis dan politis sebagai basis kurikulum, serta memperhitungkan kondisi yang nyata dalam masyarakat dan dunia pendidikan.

Kata Kunci: Kurikulum, Perubahan, Guru, Pendidikan, Pembelajaran



Pendahuluan

Ada ungkapan menggelitik yang acapkali muncul seiring perubahan penguasa

negeri  ini  yakni  “ganti  menteri  ganti  kurikulum”,  nyatanya  dalam  perjalanan  sejarah


Penulis adalah Kandidat Doktor Ilmu Pendidikan Bidang Pengembangan Kurikulum Universitas Pen-

didikan Indonesia (UPI) Bandung.



48

sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945, kurikulum2 pendidikan nasional memang telah berulangkali mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,

1975, 1984, 1994, dan 2004, 2006 serta yang terbaru adalah kurikulum 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.

Dari perspektif historis dari masa ke masa, determinan paradigma politik dan kekuasaan yang secara bersama-sama mewarnai dan mempengaruhi secara kuat sistem pendidikan Indonesia selama ini. Corak sistem pendidikan suatu Negara pada gilirannya kembali pada stakeholder yang paling berkuasa dalam pengambilan kebijakan. Pada tataran ini, maka sistem politiklah yang berkuasa. Siapa yang berkuasa pada periode tertentu akan menggunakan kekuasaannya untuk menentukan apa dan bagaimana pendidikan diselenggarakan. Kecenderungan inilah yang kemudian turut menjadi penguat pada apa yang kemudian disitilahkan “ganti menteri ganti kebijakan”, termasuk didalamnya kurikulum pendidikan, sebab muatan-muatan politis, value, ideologi, maupun tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan penguasa acapkali juga di- setting sedemikian rupa dalam kerangka kurikulum.

Seiring dengan perkembangan zaman, dengan berbagai alasan dan rasionalisasi kurikulum Indonesia terus mengalami pergantian dari periode ke periode. Keberadaan kurikulum memberi pengaruh yang signifikan bagi kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis menganggap penting untuk mengurai lebih mendalam dan cermat akan kurikulum pendidikan Indonseia dari periode ke periode, sekaligus memperbandingannya, sehingga sebagai pelaku pendidikan tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi solutif untuk memahami pokok permasalahan pendidikan Indonesia dalam perspektif kurikulum.

Sejarah Kurikulum di Indonesia

Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947”

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam


Dalam tulisan ini, penulis tidak akan membahas makna kurikulum secara detail. Namun, hanya akan menyajikan beberapa pengertian kurikulum secara umum dari beberapa pakar, Schu- bert (1986). Curriculum Prespective, Paradigm, and Posibility. New York. McMillan Publishing Com- pany. memberikan beberapa defenisi, diantaranya; “curriculum as content or subject matter, curriculum as a program of planned activities, curriculum as intended learning outcomes, curriculum as cultural repro- duction, curriculum as experience, curriculum as discrete task and concepts, curriculum as an agenda for social reconstruction”. Pandangan tersebut tampaknya dipengaruhi oleh pandangan sebelumnya, seperti Stratemeyer, Forkner, dan McKim (194) yang menyatakan: Curriculum currently defined in three ways; the courses and class activities in which children and youth engage; the total range of in class and out class experiences sponsored by school; and the total life experiences of the leaner”. Dapat disimpulkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan ke- hasan, kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.

bahasa Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah  “curriculum”3    (bahasa  Inggris).  Perubahan  arah  pendidikan  lebih  bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rentjana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: (1) daftar mata pelajaran dan jam pengajaranya;

(2) garis-garis besar pengajaran.

Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.


Kurikulum 1952, “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”

Setelah “Rentjana Pelajaran 1947”, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).


Kurikulum 1964, “Rentjana Pendidikan 1964”

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan




Istilah kurikulum pertama kali digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere . pada waktu itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Orang mengistilahkanya dengan tempat berpacu atau tempat berlari dari mulai start sampai finish.

pada program Pancawardhana4, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/ artistik, keprigelan, dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.


Kurikulum 1968

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja," . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.


Kurikulum 1975

Kurikulum 19755 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. latar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu," Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum


Oemar Hamalik, Model-Model Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PPs Unversitas Pendidi- kan indonesia (UPI), 2004),

Winarno Surakhmad. Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi. (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009), 69. Dalam catatannya menyebutkan bahwa pada tahun 1947 diresmikan Rencana Pelajaran, yang kemudian menjadi Rencana Pelajaran Terurai (1952), kemudian diganti Rencana Pen- didikan (1964), yang kemudian diganti sebagai kurikulum 1968. Rencana pelajaran 1947, yang per- tama bersifat nasional lahir dua tahun setelah kemerdekaan, tidak lain kecuali karena meniru dengan penyesuaian rencana pelajaran sebelumnya yang masih bersifat kolonial. Pada tahap-tahap awal, dampak perkembangan politik terasa dominan mempengaruhi perubahan kurikulum. Baru dengan lahirnya kurikulum 1975 kita saksikan perubahan rumusan kurikulum di Indonesia yang kurang terpengaruh pergolakan politik.

(TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.


Kurikulum 1984, “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah- sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan.


Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok- kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi pelajaran saja.


Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)”

Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)6. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran. KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang


Wina Sanjaya. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Jakar- ta: Kencana Prenada Media Group, 2005),

bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”


Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)”

Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan.

Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.


Kurikulum 2013

Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah diujicobakan pada tahun 2004 (curriculum based competency). Kompetensi dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.

Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaianya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran

perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat. Setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemamapuan dan kecepatan belajar masing-masing.7

Tema utama kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui pengamatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum, guru dituntut secara profesional merancang pembelajaran secara efektif dan bermakna, mengorganisir pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan.


Pembahasan dan Interpretasi

Pengembangan kurikulum merupakan dinamika yang dapat memberi respon terhadap tuntutan perubahan struktural pemerintahan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun globalisasi. Pengembangan kurikulum sangat dipengaruhi oleh sumber daya pendukung, yaitu SDM memiliki peran yang sangat dominan terhadap keberhasilan pengembangan kurikulum, untuk itu pengembangan dan pembinaan SDM harus dilakukan secara berkesinambungan, baik melalui jalur formal maupun nonformal. Manajemen perguruan tinggi atau sekolah, pemanfaatan sumber belajar, penggunaan media pembelajaran yang tersedia, penggunaan strategi dan model-model pembelajaran, kinerja guru dan dosen, monitoring pelaksanaan pembelajaran di kelas, serta manajemen peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.

Beey (1966) dalam Hamalik8, menyebutkan tiga hal yang mempengaruhi pengembangan kurikulum: (1) the essential curriculum, meliputi keterampilan dan pengetahuan yang minimum, yang pencapaianya harus diukur dengan teknik “quality control”, (2) the potential curriculum, meliputi pengetahuan dan keterampilan yang dituntut untuk meliputi setiap anak, selaras dengan perkembangan anak, jenjang sekolah, serta kebutuhan masyarakat yang bersangkutan, dan untuk ini diperlukan evaluasi yang kontiyu, (3) the vocational curriculum, meliputi keterampilan dan pengetahuan yang khas yang harus dimiliki sejumlah anak sehubungan dengan kebutuhan tenaga kerja pada masyarakat tertentu. Kualitasnya diukur atas dasar dua aspek, yaitu prediksi dan tingkat pencapainya. Sedang dalam pelaksanaanya perlu diperhitungkan, (a) apa yang diajarkan, (b) bagaimana mengajarkanya, (c) siapa pelajarnya dan bagaimana



E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. (Bandung: PT.Remaja Rosda- karya, 2013), 68. Lihat Juga. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk Kurikulum 2013. (Jakarta: Kemendikbud, 2013), t.h. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Draft Kuriku- lum 2013. (Jakarta: Kemendikbud, 2013), t.h.

Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 108.

mereka belajar, (d) keserasian bahan dengan kebutuhan ril dari siswa dan masyarakat,

efisiensi, efektivitas dan produktivitas proses pendidikan termasuk perencanaan, organisasi serta pengelolaanya, dan (f) perubahan-perubahan melalui berbagai inovasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang berlangsung terus.

Selanjutnya, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pengembanganya perguruan tinggi atau sekolah akan menghadapi beberapa faktor penghambat. Faktor-faktor penghambat yang kemungkinan muncul dalam pengembangan kurikulum diantaranya:

Pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang terus-menerus meningkat, yang pada giliranya akan menimbulkan kelangkaan fasilitas belajar dan personel pembimbing. Sehingga membutuhkan kurikulum yang lebih sesuai.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut penyesuaian kurikulum agar masyarakat kita tidak ketinggalan dengan bangsa lain terutama dalam hubungan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Aspirasi manusia semakin berkembang luas, berkat kebebasan berpikir dan mengeluarkan gagasan dan konsep perlu mendapat penyaluran yang wajar, agar sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai agama dan kebangsaan. Hal ini mendorong perbaikan dan pengembangan kurikulum.

Dinamika masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor, menyebabkan gerakan masyarakat, baik vertikal maupun horizontal membawa pengaruh besar artinya bagi pengembangan pendidikan.


Maka, untuk mengurangi masalah-masalah yang sering muncul dalam pengembangan kurikulum, Othanel Smith dalam Hamalik9, menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, beliau menitikberatkan pada, (1) pemilihan titik tolak pengembangan, (2) analisi kekuatan-kekuatan yang ada secara selektif, (3) teknik pelaksanaanya, (4) cara yang konvensional dalam mengusahakan perubahan dan (5) kontrol atau pengawasan kurikulum.

Nurgiyantoro10, dalam pengembangan kurikulum terdapat sejumlah prinsip dasar yang dipakai sebagai landasan agar kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan keinginan yang diharapkan, baik oleh pihak lembaga, siswa, orang tua, dan masyarakat pengguna lulusan. Untuk itu, perlu menentukan prinsip-prinsip dasar yang menunjang dan menjadi landasan dasar dalam pengembangan kurikulum yang dilakukan. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya: relevansi, efektivitas, efisiensi, kesinambungan, fleksibilitas, berorientasi pada tujuan, prinsip sinkronisasi. Prinsip-prinsip tersebut perlu diketahui oleh semua pihak, terutama guru sebagai pelaksana di lapangan, dan dapat menerapkanya dalam proses pembelajaran dengan baik. Dan pengembang kurikulum memahami dan menghayati secara seksama dan baik.

Beberapa pendapat di atas, merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan


Oemar Hamalik. Op. Cit., 109.

Burhan Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Sebuah Pengantar Teo- retis dan Pelaksanaan). (Yogyakarta: BPFE, 1988), 149.

secara cermat oleh pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan kurikulum, agar pengembangan kurikulum yang dilakukan sejalan dengan maksud dan tujuan yang diharapkan, sehingga pada akhirnya mampu melahirkan lulusan yang memiliki kompetensi unggul dan mempunyai daya saing baik lokal, nasional, dan global.

Secara konseptual bahwa kurikulum yang kita miliki sudah sangat baik. Namun, kelemahan dari kurikulum kita saat ini ialah pada aspek implementasi dan mengeyampingkan peran guru dalam perubahan kurikulum, kita lebih konsen pada aspek isi kurikulum itu sendiri. Perlu disadari bahwa implementasi kurikulum merupakan bagian integral dalam pengembangan kurikulum karena ia merupakan bentuk aktualisasi dari kurikulum yang direncanakan. Untuk itu dalam pelaksanaan kurikulum dibutuhkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, prosedur dan pendekatan strategis. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum terutama sangat ditentukan oleh strategi yang digunakan, yang meliputi; penangan terhadap faktor-faktor tertentu, misalnya kesiapan sumber daya, sarana prasarana, strategi belajar mengajar, faktor masyarakat dan lain sebagainya. Dalam hal ini, satuan pendidikan harus mampu dan berusaha mencermati berbagai dimensi tersebut.

Pada beberapa kasus, perubahan kurikulum hanya terbatas pada perubahan materi atau bahan. Namun, pada hakekatnya perubahan juga harus melibatkan perubahan pada tingkah laku dan pola berpikir guru. Disamping itu, Fulan dan Park (1982; 24- 26) dalam Seller dan Miller11, merumuskan makna dari suatu perubahan yang harus dipahami oleh seluruh komponen yang terlibat dalam pendidikan, agar perubahan yang dilakukan dapat diimplementasikan dengan baik.

Implementasi kurikulum di Indonesia, berdasarkan hasil pengamatan sejak zaman kemerdekaan sampai sekarang, memberi kesan implementasi kurikulum di lapangan gagal. Sedikitnya ada empat faktor12 peyebab utama, mengapa demikian. (1) Faktor yang bersumber dari birokrasi, terutama ada harapan dan perlakuan yang berlebihan di kalangan birokrat mengenai peran kurikulum dan unsur guru dinomor duakan.

(2) Faktor yang bersumber dari penyusun kurikulum, terutama karena lemahnya dasar-dasar filosofis dan psikologis dalam penjabaran kurikulum, sehingga tidak sesuai dengan realita sosial dan tuntutan perubahan yang ada di masyarakat. (3) Faktor yang bersumber dari pelaksana kurikulum, terutama karena tingkat kompetensi dan profesionalisme yang kurang mendukung di kalangan guru. (4) Faktor yang bersumber dari ekosistem pendidikan, terutama karena tidak kuatnya dukungan sosial dan ketersedian insdrastruktur pendidikan pada satuan pendidikan, terutama sekolah- sekolah yang ada di daerah.

Keempat faktor penyebab di atas, merupakan suatu kesatuan yang bersinergi sebagai gabungan yang memastikan terjadinya kegagalan dalam perubahan dan implementasi kurikulum di lapangan. Di tangan guru kegagalan tersebut menjadi nyata. Posisi dan peran yang terbatas sebagai pelaksana serta pemahaman konseptual



J.P. Miller & W.Seller. Curriculum; Prespectives and Practices. (New York and London: Long- man, 1985), 13.

Winarno Surakhmad. Op. Cit., 67-68.

mereka yang sederhana. Walaupun demikian, belum boleh disimpulkan bahwa guru adalah causa prima kegagalan kurikulum khususnya, rendahnya kualitas pendidikan pada umumnya. Guru hanya satu unsur terkait dari mata rantai kegagalan

Dengan demikian, pemerintah harus memfasilitasi guru untuk lebih memahami dasar-dasar pertimbangan penysusunan kurikulum baru, melibatkan guru secara aktif dalam kajian, uji coba, dan penilaian berbagai aspek kurikuler. Selanjutnya memberdayakan guru secara berkelanjutan (continuous quality improvement) dalam peningkatan kemampuan profesional mereka sebagai nara sumber kurikulum.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) isi/materi; (3) metode atau strategi pencapain tujuan pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi.

Seperti halnya dalam masalah sistem pendidikan secara makro, politik, ekonomi, sosial dan dan budaya, serta globalisasi turut mempengaruhi corak kurikulum pendidikan di Indonesia dari mulai periode awal, yakni masa kemerdekaan dan pemerintahan orde lama, orde baru, reformasi, hingga kurikulum 2013 yang baru saja diimplementasikan. Dari sekian banyak faktor, political will pemerintah dan paradigm politiklah yang hingga kini dirasakan memberikan pengaruh paling kuat dalam perubahan-pengembangan, maupun penyempurnaan kurikulum dari masa ke masa. Tidak ada yang salah apabila terjadi perubahan kurikulum. Jangankan setiap sepuluh tahun sekali, setiap tahun sepuluh kali pun tidak menjadi masalah, kalau memang dikehendaki demikian. Yang menjadi soal adalah dengan tujuan dan alasan apakah perubahan itu terjadi, dan apakah tujuan serta alasan itu memang dibenarkan dan dibutuhkan sekarang, sebagai antisipasi masa depan.

Harapan kita semua bahwa kurikulum yang baru tidak akan mengalami nasib yang sama dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Akan tetapi mampu memberikan pencerahan terhadap perubahan paradigma berpikir para pelaksana di lapangana, serta mampu memfasilitasi dan membantu meningkatkan kompetensi peserta didik sehingga mampu bersaing baik di kancah nasional maupun internasional dengan bangsa-bangsa yang lain.[]

DAFTAR PUSTAKA


Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006).

Hamalik, Oemar. Model-Model Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PPs Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2004.

Indarto. Menyimak Perkembangan Kurikulum di Indonesia. (Makassar: Diposting dari Web Master Gamaliel School, 1999).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Desan Induk Kurikulum 2013. (Jakarta: Kemendikbud, 2013).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Draft Kurikulum 2013. (Jakarta: Kemendikbud, 2013).

Miller, J.P & W. Seller. Curriculum; Prespectives and Practices. (New York and London: Longman, 1985).

Mulyasa, E. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013).

Nurgiyantoro, Burhan. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Sebuah Pengantar Teoretis dan Pelaksanaannya). (Yogyakarta: BPFE, 1988).

Ornstein, Allan.C. & Hunkins, Francis.P. Curriculum Foundations,Principles and Issues.

(New York: Pearson, 2009).

Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005).

Schubert. Curriculum Prespective, Paradigm and Posibility. (New York: Mc.Millan Publishing, 1986).

Stratemeyer, Florence., B, Forkner,HL., McKim, GM. Developing a Curriculum for Modern Living. (Columbia: Bureau of Publication, Teacher College, 1947).

Sukmadinata, Nana Sy. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. (Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 1997).

Surakhmad, Winarno. Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi. (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009).

Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran. Kurikulum dan Pembelajaran. (Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, 2002).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumber Otoritas Pelaksanaan Supervisi [PGSD_UNU_NTB]

Pelaksanaan Supervisi Oleh Kepala Sekolah Dan Pengawas Di Sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan supervisi bukan untuk mencari kesalahan guru tetapi pelaksanaan supervisi pada dasarnya adalah proses pemberian layanan bantuan kepada guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang dilakukan guru dan meningkatkan kualitas hasil belajar. Kegiatan supervisi pendidikan sangat diperlukan oleh guru, karena bagi guru yang bekerja setiap hari di sekolah tidak ada pihak lain yang lebih dekat dan mengetahui dari dalam segala kegiatannya, kecuali Kepala Sekolah. Guru merupakan salah satu faktor penentu rendahnya mutu hasil pendidikan. Dalam rangka pelaksanaan program supervisi pendidikan maka harus mencakup semua komponen yang terkait dan mempengaruhi terhadap keberhasilan program supervisi pendidikan. Keberhasilan tersebut dilihat dari komponen perencanaan, implementasi dan dampak dari program supervisi pendidikan. Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas dan...

Struktur kurikulum TPQ Taman Pendidikan Al Qur’an atau TPA

selampang,30 Agustus 2020 Struktur kurikulum TPQ Taman Pendidikan Al Qur’an atau TPA  Struktur kurikulum TPA ini meliputi inti pembelajaran yang dilewati pada jenjang pendidikan untuk 3 tahun atau dalam enam semester. Pada masing masing jenjang ditempuh dengan waktu satu tahun yang mana dinamakan dengan level. Dengan waktu 3 tahun maka level yang ada adalah : -Level A -Level B -Dan level C  Penyusunan untuk struktur kurikulum TPQ Penyusunan untuk struktur kurikulum TPQ didasarkan kepada standar kompetensi lulusan dengan ketentuaan seperti dibawah ini :  Kurikulum TPQ berisi materi pokok dan materi dengan muatan lokal.Untuk materi pokok yaitu Pembelajaran Alquran, ilmu tajwid, ayat pilihan, bacaan sholat, hafalan surah pendek, praktek ibadah, doa serta adab harian, tahsinul kitabah, dan Pengenalan dasar agama Islam. Untuk muatan lokal disesuaikan dengan kondisi masing masing.  Sedangkan untuk materi pokok pada setiap jenjang l...

Budaya Nasional Sebagai Dasar Pendidikan [PGSD_UNU_NTB]

Bab III. Budaya Nasional Sebagai Dasar Pendidikan Kapita Selekta Pendidikan A. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari uraian materi pada bab ini, maka mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mampu menjelaskan pengertian pendidikan dan budaya. 2. Mampu menjelaskan konsep budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 3. Mampu mejelaskan keterkaitan antara pendidikan dan kebudayaan. 4. Mampu mendeskripsikan fungsi dan nilai-nilai budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 5. Mampu mendeskripsikan implementasi budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 6. Mampu menjelaskan implikasi masalah beserta solusi terkait budaya nasional sebagai dasar pendidikan.  B. Pendahuluan    Hanya manusialah yang memiliki budaya, kebudayaan bukan hanya membentuk pribadi seseorang tetapi juga dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa pendidikan tidak lain adalah proses pembudayaan. Artinya apabila pendidikan itu dilepaskan dari kebudayaan maka tujuan pe...