Langsung ke konten utama

Hakikat Dan Prinsip Pengembangan Kurikulum [pgsd unu ntb]


HAKIKAT DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM


IsnainiAyH, 

Dusun Selampang




Pendahuluan

audara, setelah Anda memahami hakikat kurikulum, melalui Unit 2 ini kita akan menyamakan persepsi tentang pengembangan kurikulum. Telah kita  sepakati bahwa kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, setiap ada perubah-an tujuan atau faktor lain yang mempengaruhi tercapainya tujuan, kurikulum pun akan mengalami perubahan. Mengingat kondisi masyarakat yang selalu berubah, maka kurikulum harus luwes untuk mengalami penyesuaian sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakatnya. Perubahan yang dimaksudkan di

sini diharapkan perubahan yang menuju pada pengembangan, bukan sebaliknya.

Kurikulum sebenarnya kurikulum memiliki dua kegiatan yang saling terkait, yaitu pengembangan dan pembinaan kurikulum. Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan untuk menghasilkan kurikulum, sedangkan pembinaan merupakan kegiatan pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaannya. Fungsi pengembangan kurikulum adalah menghasilkan kurikulum,sedangkan pembinaan berfungsi untuk mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang sudah ada, supaya hasilnya maksimal. Kalau dilihat dari sifatnya, pengembangan bersifat konseptual, sedangkan pembinaan bersifat material.

Banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, misalnya masyarakat dimana kurikulum itu dikembangkan. Untuk keperluan ini banyak faktor yang perlu diperhatikan di dalam pengembangan kurikulum.Di antaranya: (1) pengertian pengembangan kurikulum, (2) fungsi dan peranan pengembangan kurikulum, (3) asas-asas pengembangan kurikulum, serta (4) prinsip pengembangan kurikulum. Dalam unit ini, keempat hal itu akan dibahas dan disajikan dalam dua


subunit. Subunit 1 membahas konsep dasar pengembangan kurikulum, dan Subunit 2 akan menjelaskan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

Melalui sajian pada kedua subunit ini, Anda diharapkan dapat:

menjelaskan hakikat pengembangan kurikulum;

menjelaskan fungsi dan peranan pengembangan kurikulum;

menjelaskan asas-asas pengembangan kurikulum; serta

menjelaskan prinsip pengembangan kurikulum.


Pada awal bahasan setiap topik, Anda akan diberikan stimulus dalam bentuk latihan-latihan. Tujuan latihan-latihan tersebut adalah untuk menggali pengetahuan dan pengalaman Anda yang terkait dengan pengembangan kurikulum. Pengetahuan dan pengalaman tersebut perlu diaktifkan kembali untuk memudahkan Anda dalam mempelajari topik ini. Sebagai guru, Anda sudah memiliki pengetahuan bahkan mungkin pengalaman yang terkait dengan pengembangan kurikulum, tetapi pengetahuan itu mungkin hanya tersimpan dan tertidur di otak saja.

Dalam mempelajari unit ini Anda dapat memperkayanya melalui web yang bisa Anda akses melalui internet. Dengan menggabungkan bahan ajar cetak dan bahan web diharapkan Anda akan mempunyai tingkat pemahaman yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan jika yang ada hanya bahan cetak saja. Bahan ajar dalam bentuk video tidak diperlukan untuk unit ini.


Selamat belajar dan semoga berhasil.


Subunit I



Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum


Pengantar

audara, untuk mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh sebelumnya, silakan Anda jawab dan diskusikan beberapa pertanyaan  dalam latihan berikut. Jika telah selesai menjawab, bandingkan jawaban Anda dengan

uraian selanjutnya.


Latihan 1

Menurut anda berapa tahun sekali kurikulum harus senantiasa diubah dan dikembangkan?Mengapa?

Apa yang akan terjadi jika perubahan kurikulum itu tidak dilakukan?

Aspek-aspek apa saja yang perlu dikembangkan dalam suatu kurikulum?


Hakikat Pengembangan Kurikulum

Kurikulum bukanlah barang mati dan juga bukan kitab suci yang sakral dan tidak boleh diubah-ubah. Kurikulum disusun agar dunia pendidikan dapat memenuhi tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Jika masyarakatnya berubah, maka kurikulumnya juga harus ikut berubah. Jika kurikulum tidak berubah, maka sebuah layanan pendidikan hanya akan menghasilkan produk didik yang mandul, yang pada akhirnya akan ditinggal-kan oleh masyarakat sebagai salah satu stakeholder pendidikan.

Secara teoritis, pengembangan kurikulum dapat terjadi kapan saja sesuai dengan kebutuhan. Salah satu kebutuhan yang harus diperhatikan dalam kurikulum adalah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bermegara. Semua itu hendaknya tercermin dalam kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan yang ada. Munculnya undang- undang baru membawa implikasi baru terhadap paradigma dalam dunia pendidikan. Kondisi yang terjadi saat ini dan antisipasi terhadap keadaan masa yang menuntut pelbagai penyesuaian dan perubahan kurikulum yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan.


Peran Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum memiliki berbagai peran berikut.

Peran konservatif

Kurikulum mempunyai peran konservatif, yakni kurikulum berperan sebagai salah satu instrumen untuk mengkonservasikan kebudayaan suatu bangsa. Tanpa kurikulum yang baik, kebudayaan suatu bangsa bisa sirna dalam sekejap karena tidak ada institusi yang melestarikannya. Dengan mencantumkannya dalam kurikulum, kebudayaan suatu bangsa diharapkan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya sehingga anak cucu bangsa tersebut minimal mengetahui adanya kebudayaan nenek moyangnya.


Peran kritis dan evaluatif

Kurikulum juga memiliki peran kritis dan evaluatif. Maksudnya, kurikulum dapat dengan kritis menilai dan mengevaluasi keberadaan kebudayaan nenek moyangnya untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan tersebut. Apabila dipandang ada unsur-unsur kebudayaan yang kurang baik, misalnya, maka generasi berikutnya dapat memilah-milah mana unsur kebudayaan yang dapat diterapkan dan dilestarikan, dan mana unsur kebudayaan yang dapat diabaikan karena kurang sesuai dengan perkembangan jaman.


Peran kreatif

Kurikulum juga mengemban peran kreatif. Maksudnya, kurikulum harus mampu menciptakan kreasi-kreasi baru dalam kaitannya, misalnya, dengan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat sehingga kebudayaan tersebut lebih sesuai dengan perkembangan jaman dan tuntutan masyarakatnya.



Proses Perubahan dan Pengembangan kurikulum


Makna perubahan kurikulum

Bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang digunakan guru sebagai pegangan dalam proses belajar-mengajar. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan bagaimana proses mencapainya. Kurikulum dapat  juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu direvisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan jaman.


Selanjutnya, kurikulum pun dapat ditafsir-kan sebagai kenyataan yang terjadi di dalam kelas. Kurikulum dalam arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya, serinci-rincinya, karena interaksi di dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak selalu dapat diramalkan sebelumnya. Dalam konteks seperti ini, guru memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadi pengembang kurikulum bagi kelas yang diasuhnya. Akhirnya, kurikulum pun dapat dipandang sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang tertinggi dalam perilaku anak-didiknya. Kurikulum ini sangat erat hubungannya dengan kepribadian guru.

Kurikulum yang formal relatif lebih terbatas daripada kurikulum yang riil. Kurikulum riil bukan sekadar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang dialami anak di dalam dan di luar kelas, termasuk ruang olah  raga,  warung sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan banyak kegiatan lainnya. Pendek kata, kurikulum riil berkaitan dengan keseluruhan kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh lebih pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum di sini berarti mengubah semua yang terlibat di dalamnya, yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, penilik, orang tua, dan masyarakat yang berkepen-tingan dengan pendidikan sekolah. Ini berarti perubahan kurikulum adalah perubahan sosial atau curriculum change is a social change.


Perubahan dan pengembangan

Perubahan tak selalu sama dengan pengembangan, akan tetapi pengembangan selalu mengandung perubahan. Pengembangan berarti meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan adalah pergeseran posisi, kedudukan atau keadaan, yang mungkin membawa perbaikan, akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan. Anak yang mula-mula tak mengenal ganja, dapat berubah menjadi anak yang mengenalnya lalu terlibat dalam kejahatan. Perubahan di sini tidak membawa perbaikan. Namun demikian, pada umumnya niat perubahan dimaksudkan untuk menerjadikan perbaikan.

Pengembangan selalu dikaitkan dengan penilaian. Pengembanngan diadakan untuk meningkatkan nilai. Untuk melakukannya didasarkan atas kriteria tertentu. Perbedaan kriteria akan memberi perbedaan pendapat tentang baik-buruknya perubahan itu.

Dalam bidang kurikulum kita melihat betapa banyaknya ide dan usaha pengembangan kurikulum yang dicetuskan oleh berbagai tokoh pendidikan. Macam-macam kurikulum telah diciptakan dan banyak di antaranya telah dijalankan. Apa yang mula-mula diharapkan, akhirnya ternyata menimbulkan


masalah lain, sehingga kurikulum itu ditinggalkan atau diubah. Ada masanya pelajaran yang bersifat akademis yang diutamakan. Kemudian, tampil anak sebagai pusat kurikulum. Sesudah itu, pengembangan kurikulum berorientasi pada kepentingan masyarakat. Tetapi, di lain waktu, timbul lagi perhatian baru terhadap pengetahuan akademis.

Namun demikian, dalam sejarah pendidikan, tak pernah sesuatu kembali dalam bentuk aslinya. Biasanya yang lama itu timbul dalam bentuk yang agak lain, pada taraf yang lebih tinggi. Misalnya, bila dalam pelajaran akademis diutamakan hafalan fakta dan informasi, kemudian prinsip-prinsip utama pun menjadi dipentingkan. Pada suatu ketika kurikuium sepenuhnya dipusatkan pada  anak, tetapi kemudian disadari pula bahwa anak tak dapat hidup terlepas dari masyarakat. Disadari bahwa dalam kurikulum tak dapat diutamakan hanya satu aspek saja, akan tetapi semua aspek: anak,masyarakat, maupun pengetahuan, secara berimbang.


Bagaimana terjadinya perubahan

Menurut para ahli sosiologi, perubahan terjadi dalam tiga fase. Fase pertama, inisiasi, yaitu taraf permulaan ide perubahan itu dilancarkan, dengan menjelaskan sifat, tujuan, dan cakupan perubahan yang ingin dicapai. Kedua, fase legitimasi, yaitu ketika orang mulai menerima suatu perubahan. Ketiga, fase kongruensi, sewaktu orang mengadopsi perubahan tersebut dan menyamakan pendapatnya selaras dengan pikiran para pencetus, sehingga tidak terdapat perbedaan nilai lagi antara penerima dan pencetus perubahan.

Kesamaan pendapat dapat dibangun dengan menggunakan berbagai cara. Di antaranya melalui pemberian motivasi, janji kenaikan gaji atau pangkat, memperoleh kredit, serta bersikap ramah, akrab, sabar, pengertian, serta mengajak berpatisipasi dan mengemukakan perubahan sebagai masalah yang dipecahkan bersama. Upaya lain yang juga dapat dilakukan misalnya melalui paksaan keras atau halus dengan menggu-nakan otoritas atau indoktrinasi.

Namun demikian, perubahan akan lebih berhasil, apabila dari pihak guru merasa  memerlukan perubahan itu, sehingga timbul hasrat untuk memperbaiki diri demi kepentingan bersama. Perubahan yang terjadi atas paksaan dari pihak atasan, biasanya tidak dapat bertahan lama. Perubahan itu akan cepat luntur dan hanya diikuti secara formal dan lahiriah belaka. Menjadikan perubahan sebagai masalah, melibatkan semua yang terlibat dalam perumusan masalah, pe- ngumpulan data, menguji alternatif, dan selanjutnya mengambil kesimpulan berdasarkan percobaan, dianggap akan lebih mantap dan meresap daiam hati guru. Akan tetapi, cara ini biasanya memerlukan waktu yang tak sebentar dan tenaga


yang cukup banyak. Belum lagi, munculnya keinginan agar penerapan perubahan itu seragama pada semua sekolah. Akibatnya, perubahan itu sering dijalankan secara otoriter, indoktrinatif, serta mengabaikan kemam-puan guru untuk berpikir sendiri dan menempatkan mereka hanya sebagai penerima perubahan saja. Cara ini efisien, namun dalam jangka panjang tidak efektif. Bila ada perubahan atau pengembanngan baru, biasanya hal-hal positif yang sudah lama ditinggalkan akan sirna tanpa bekas.


Perubahan guru

Perubahan kurikulum tak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya perubahan pada diri guru karena gurulah kunci dari keberhasilan sebuah inovasi kurikulum. Sementara itu, kenyataan menunjukkan betapa perubahan itu kerap terasa mengganggu dan membebani. Umumnya guru tidak mudah berubah karena kebiasaan lama itu sudah membuatnya aman dan nyaman. Suatu perubahan kerap dipandang sebagai persoalan baru yang mengharuskan guru memulai lagi, belajar lagi, mengujicobakan lagi, dan peerilaku lain yang menghadapkannya pada situasi baru.

Namun, apabila perubahan itu disadari oleh guru sebagai sebuah kebutuhan untuk mengatasi masalah dan kekurangan yang dimilikinya, maka tanpa didorong- dorong pun ia akan berupaya untuk mencari cara untuk mengatasi persoalan ata kekurangan yang dirasakannya. Pada saat itu guru terbuka terhadap perubahan. Informasi yang ia peroleh, baik melalui ceramah atau bacaan, akan memberinya wawasan atau pandangan baru tentang pendidikan. Ia melihat situasi yang ada dan yang akan terjadi dengan mata lain. Timbul padanya kebutuhan dan motivasi untuk menerima perubahan yang dapat membawanya ke arah perbaikan.

Orang yang berkeinginan melakukan perubahan perlu berusaha  untuk memicu dan membangkitkan kebutuhan perubahan itu pada diri guru-guru. Ia pun tidak boleh bertindak sebagai orang yang serba tahu dalam mengubah kelakuan guru. Hendaknya ia sebanyak mungkin melibatkan guru dalam proses perubahan itu. Ia dapat bersama guru merumuskan masalah yang dihadapi yang akan dipecahkan bersama, mencari hipotesis atau alternatif, mengumpulkan data, mengambil keputusan, serta menguji-cobakan dan mengevaluasinya. Perubahan hendaknya disertai pengalaman yang kongkret. Dalam proses itu perlu selalu diusahakan komunikasi yang terbuka, sehingga guru-guru bebas mengemukakan pendapatnya. Walaupun petugas itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, hendaknya ia hati-hati menggunakan kekuasaan dan kewibawaannya.


la juga harus memposisikan dirinya dengan tepat dalam memandang guru: apakah sebagai orang yang kurang terdidik yang memerlukan latihan; makhluk psikologis yang dapat dibujuk; sebagai makhluk ekonomis yang harus diberi insentif dan uang; sebagai pegawai yang dapat dipaksa agar patuh; sebagai seorang profesional yang bertanggung jawab atas mutu profesinya; atau sebagai mahluk rasional yang dapat diajak berpikir dalam memecahkan masalah bersama. Sikap petugas pembaharu banyak berpengaruh atas kemantapan perubahan yang diinginkan.

Guru adalah tokoh utama dalam kelasnya. Ia akan menentang perubahan yang akan mengurangi kedudukannya. Metode yang meniadakan peranan guru dan terutama didasarkan atas bahan yang telah tersusun, tidak akan diterima guru dengan senang hati. Juga perubahan yang meminta pengorbanan tenaga, waktu, dan pikiran akan menemui tantangan. Ia hendaknya diakui sebagai manusia.

Orang yang berperan sebagai pengubah kurikulum harus dapat bekerja sama, serta mempengaruhi orang dan memberi inspirasi. Ia harus mempunyai sensitivitas sosial, terbuka terhadap pikiran orang lain dan perubahan. Ia harus seorang profesional, tetapi tetap rendah hati dan tidak memamerkan diri.


Mengubah lembaga atau organisasi

Mengubah lembaga atau organisasi merupakan persoalan tersendiri. Setiap organisasi mempunyai struktur sosial tertentu. Masing-masing orang mempunyai status dan peran tertentu yang memberinya harga diri atau kekuasaan. Mengadakan perubahan dalam struktur itu dapat mengancam kedudukan seseorang. Sering pula organisasi itu mempunyai hierarki yang ketat dan prosedur yang kuat Untuk mengadakan perubahan perlu diketahui dan dipertimbangkan keadaan yang ada.

Menurut para ahli, rekayasa sosial (social engineering) dalam usaha mengadakan perubahan dapat dilalui empat langkah, yakni: menganalisis situasi, menentukan perubahan yang perlu diadakan, mengadakan perubahan itu, dan memantapkan perubahan itu.

Sikap orang terhadap perubahan berbeda-beda. Ada yang dengan mudah bersedia menerimanya, ada yang menentangnya terang-terangan atau diam-diam, ada pula yang tak acuh. Ada yang ikut-ikutan tanpa komitmen, dan ada pula yang ikut sekadar untuk mengamankan diri karena takut menghadapi sanksi. Dalam menyebarkan perubahan perlu dicegah timbulnya polarisasi, yaitu pertentangan antardua pihak. Perubahan hanya dapat berhasil bila semua terlibat dan bekerja sama. Penyebar perubahan perlu mengenal daya-daya yang membantu dan menghalangi perubahan itu, serta berusaha memperkuat daya-daya yang menyokong sambil


melemahkan, melumpuhkan, dan bahkan meniadakan daya-daya yang menghambat. Untuk itu diperlukan kebijaksanaan dan kepekaan sosial.

Semua harus menyadari adanya masalah yang dihadapi serta kemungkinan untuk mengadakan perubahan. Semua pihak yang diharapkan melakukan perubahan perlu ditumbuhkan minat dan kemauannya untuk berubah, diberi kesempatan untuk membicarakan dan memikirkan arti perubahan itu bagi diri dan organisasi, serta dimungkinkan melakukan percobaan dengan mempraktikkannya sehingga manfaat perubahan itu dapat dipahami dan dirasakan. Bila timbul keyakinan akan kebaikan perubahan itu, maka besar harapan akan diterima dan digunakan untuk masa selanjutnya.


Kelambanan perubahan dalam pendidikan

Dibandingkan dengan bidang pertanian, misalnya, perubahan dalam pendidikan berjalan terasa sangat lamban.. Praktik-praktik yang telah dijalankan ratusan tahun yang lalu masih berlaku, sedangkan cara-cara yang baru sangat sukar diterima dan dibudayakan.

Terdapat beberapa penyebab kelambanan perubahan dalam dunia pendidikan. Pertama, pendidikan, termasuk kurikulum belum cukup mempunyai dasar ilmiah. Bsulit meramalkan dengan pasti apa yang akan terjadi bila dijalankan metode tertentu karena banyaknya variabel yang mempengaruhi hasil suatu tindakan pendidikan. Setiap metode, demikian pula tiap kurikulum, betapapun bagusnya, mempunyai sejumlah kelemahan. Kedua, pendidikan, termasuk kurikulum, tidak mempunyai petugas khusus yang bersedia memberi bantuan kapan saja diperlukan, seperti halnya dalam bidang pertanian yang menyediakan petugas lapangan. Coba Anda amati, adakah kantor dinas pendidikan menyediakan petugas yang bersedia dipanggil kapan saja guru atau sekolah memerlukan bantuannya guna mengatasi kesulitan yang dihadapi berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum?

Ketiga, tak ada penghargaan khusus (insentif atau apa pun) bagi guru atau siapa saja yang mengadakan perbaikan, yang membedakannya dengan guru lain yang tidak melakukan perubahan apa-apa kecuali sekedar mengikuti tradisi atau kebiasaan. Keempat, kebanyakan guru mempertahankan cara-cara lama yang telah teruji dan telah dikenalnya dengan baik dan dijalankan secara rutin. Kelima, kurikulum yang uniform atau seragam menghambat ruang gerak guru untuk mengadakan perubahan dan menimbulkan kesan, seakan-akan setiap penyimpangan dari apa yang telah ditentukan dalam pedoman kurikulum akan dianggap sebagai pelanggaran. Padahal, betapapun rincinya kurikulum yang ditentukan oleh pusat, selalu ada peluang ketidaksesuaian dengan kenyataan lapangan yang pada akhirnya


memerlukan penyesuaian oleh guru. Pengawasan yang terlampau ketat dari atasan menghambat berkembangnya inisiatif dan kreativitas guru, serta menempatkannya sekadar menjadi tukang yang bekerja secara mekanis dan mengikuti rutinitas. Padahal, mengajar itu selalu merupakan suatu petualangan (adventure) penuh rahasia yang menarik untuk dipikirkan.


Isi Pengembangan Kurikulum

Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan isi dalam pengem-bangan kurikulum. Pertama, isi kurikulum didefinisikan sebagai bahan atau materi belajar dan mengajar. Bahan ini tidak hanya berisikan informasi faktual, tetapi juga mencakup pengetahuan, keterampilan, konsep, sikap, dan nilai. Beberapa ahli yakin bahwa beberapa isi mempunyai nilai intrinsik yang dapat dipelajari demi kepentingannya sendiri. Namun, pendapat lain menyatakan bahwa isi memiliki nilai jika hal itu dapat digunakan. Pendapat lain mengatakan bahwa semua isi memiliki nilai instrumental yakni alat-alat sederhana yang oleh orang yang lain menjadi pelajaran-pelajaran yang lebih bernilai.

Kedua, dalam proses belajar mengajar ada dua elemen kurikulum yang berinteraksi secara konstan yakni isi dan metode. Isi menjadi signifikan jika ditransmisikan ke pembelajar dalam beberapa hal dan jalan, dan itulah yang disebut dengan metode atau pengalaman belajar mengajar. Hubungan antara isi dan metode sangat dekat. Ketika keduanya dipisahkan menjadi elemen-elemen kurikulum, masing- masing dapat dinilai dengan kriteria yang berbeda. Kita harus memilih satu kriteria meski akan lebih memuaskan jika dipilih semua, namun itu bukan pola pembelajaran yang efektif. Ha1 yang sama juga berlaku dalam pemilihan metode. Metode yang efektif tetapi tidak disertai kemahiran meramu dan menyajikan isi tidak akan menghasilkan manfaat optimal dalam proses belajar.


Persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penyelesaian isi atau bahan

Penyeleksian isi menurut mata pelajaran tertentu telah menjadi prosedur tradisional. Akan tetapi, akumulasi pengetahuan dan perluasan jumlah waktu pelajaran secara konsekuen lebih menekankan pada integrasi dalam menciptakan suatu perubahan yang jauh dari prosedur ini. Ada dua hal yang juga membuat keraguan akan va1iditas penyeleksian isi dalam mata pelajaran tradisional, yakni: (1) berbagai definisi mata pelajaran yang penting; dan (2) hubungan antarmata pelajaran di sekolah dan cara pengetahuan tersebut diklasifikasikan.


Bruner (dalam Abdullah Idi, 2007) berpendapat bahwa pengajaran kurikuhun baru berhubungan dengan cara memberikan pengetahuan kepada anak didik tentang struktur fundamental dari mata pelajaran pelajaran yang dipilih. Bagi Bruner, struktur ini mencakup segala prinsip dan organisasi yang terdiri atas sejumlah mata pelajaran tertentu. Dengan demikian, anak didik mampu memiliki struktur dari suatu mata pelajaran. Menurut Bruner, dalam mempelajari struktur, anak didik juga akan mempelajari bagaimana sesuatu itu dihubungkan. Contoh yang paling jelas adalah mempelajari bahasa. Ketika seorang anak mempelajari struktur bahasa sebuah kalimat, dia akan mendapatkan banyak kalimat lain yang bisa mencakup isi dan model struktur kalimat asalnya. Karena itu, tugas para pengembang kurikulum, terutama dalam seleksi isi, adalah mengindentifikasi struktur dasar dari berbagai bidang pengetahuan dan memberikan isi yang tepat sehingga anak didik mampu mempelajari struktur-struktur itu dengan baik.

Peters berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses mengantarkan dan mengarahkan anak didik pada pengetahuan yang relevan. Anak didik secara bertahap harus menjalani prosedur pendefinisian suatu mata pelajaran agar bisa memahami suatu mata pelajaran sebelum menginjak pada isi yang menjadi titik tolak antara pendidik dan anak didik. Anak didik dibawa pada aktivitas-aktivitas, model tingkah laku, dan pikiran yang memiliki standar, yang memungkinkan mereka bisa bertindak dan berpikir dengan beragam tingkat keterampilan, relevansi, dan selera.

Secara tradisional, isi telah diseleksi dalam bentuk mata pelajaran. Bahaya utamanya adalah bahwa mata pelajaran pelajaran yang bersifat tradisional mungkin memiliki rahasianya sendiri, dengan disiplin mental yang tampaknya tidak mengindahkan metode-metode yang digunakan. Seperti ada pendapat yang menganjurkan bahwa pendidikan merupakan penguasaan atas materi atau isi (mastery of content).

Beberapa penulis mengadopsi pendapat yang berlawanan dengan pendapat yang menganjurkan kesadaran akan penguasaan mata pelajaran. Mereka berpendapat bahwa tiap isi memiliki nilai yang sedikit, tetapi cara yang digunakan bersifat critical. Pendapat ini kerapi terefleksi dalam kurikulum kontemporer, di mana terjadi berbagai penekanan perubahan ketentuan yang mendetail terhadap isi untuk penekanan pada proses. Pendapat tersebut juga berbahaya, karena yang diambil bisa saja diinterpretasikan agar bisa mengungkapkan semua isi yang menjadi nilai yang sama baiknya bagi anak didik. Tetapi, jika kriteria penyeleksian isi tujuannya untuk digunakan (menjadi prioritas), maka yang harus diketahui adalah beberapa bahan/isi memiliki aplikasi yang lebih luas bagi anak didik daripada bahan/ isi yang lain.


Mungkinkah ketika kita menyeleksi isi mampu mempertimbangkan pentingnya mata pelajaran dan proses, serta dapat mencapai keseimbangan di antara keduanya? Berbagai mata pelajaran tersebut membentuk tidak hanya isi yang unik, tetapi juga cara-cara berpikir yang khas.

Pendidik dan pengembang kurikulum dihadapkan pada beragamnya mata pelajaran yang harus mereka seleksi: Ada tujuh ilmu pengetahuan budaya yang diklasifikasikan rnenjadi trivium (grammmar, rhetoric, dialectic) dan quadrivium (arithmatic, geometry, music, dan astrology) yang telah mengalami perkembangan, dan sekarang diperkirakan sudah mencapai ratusan mata pelajaran.

Ketidaksetujuan dengan apa yang diajarkan merupakan kritik umum terhadap sekolah yang bersumber dari luar. Kritik tersebut akan kian menajam jika sekolah gagal menjadikan isi/bahan itu memiliki fungsi sosial yang relevan. Karena itu, sekolah didorong untuk memasukkan isi/bahan yang berhubungan dengan seks, alkohol, obat terlarang dan lain-lain. Tidak dikatakan di sini bahwa mata pelajaran itu tidak relevan. Akan tetapi, hal itu menunjukkan bahwa pengembang kurikulum memiliki sumber-sumber untuk bahan yang akan diseleksi yang telah mengalami pelbagai perkembangan yang cepat.

Mengaplikasikan kriteria isi pengajaran dan mata pelajaran merupakan sebuah kebutuhan. Aplikasi ke dalam suatu kurikulum itu datang dari berbagai bidang atau area yang didasarkan pada perbedaan sumber, dari tingkatan opini yang subyektif sampai pada penuntun kebutuhan-kebutuhan yang obyektif.

Masalah yang berhubungan dengan akumulasi pengetahuan dan teknologi serta pengembangan tujuan-tujuan pendidikan adalah semakin banyaknya isi yang akan ditambah dalam kurikulum. Ketika menyeleksi isi pengajaran, isi bagi anak didik telah diketahui sebagai pertumbuhan yang utama. Para pengembang memiliki beberapa masalah dalam menyeleksi isi. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, para pengembang kurikulum perlu:

mengadopsi prosedur rasional dalam memilih isi (sebagian dari kriteria yang dukuti, yang mungkin memberikan suatu prosedur rasional);

menentukan isi atau bahan apa yang diketahui anak didik;

memutuskan apakah isi (baru) ditambahkari ataukah prinsip-prinsip baru ditentukan untuk dimasukkan sebagai isi/bahan (baru) dalam kurikulum;

mengetahui keseimbangan antara penguasaaan bahan.atau isi pelajaran dan pentingnya proses; serta

menentukan tingkatan isi/bahan yang diajarkan dalam mata pelalaran tradisional.


Kriteria penyeleksian isi atau bahan

Dalam menyeleksi isi atau bahan kurikulum, pengembang kurikulum perlu memperhatikan berbagai kriteria. Bermacam kriteria berikut hendaknya tidak dipandang secara terpisah-pisah dalam memilih dan menentukan isi/bahan kurikulum, melainkan sebagai satu kesatuan yang saling terkait.


Validitas

Isi dinyatakan valid ketika otentik. Kendala utama keotentikan isi adalah keusangan pengetahuan. Keusangan itu dapat berupa fakta atau konsep, prinsip-prinsip, atau teori dari suatu bidang pengetahuan yang sudah tidak terpakai atau sudah kuno. Sebagai contoh, Alvin Toffler dalam bukunya Future Shock, telah memperhitungkan terjadinya proses keusangan yakni dalam area sain dan tehnologi. Ternyata, prediksi Toffler menjadi kenyataan, yang kebenarannya diakui banyak pihak.

Kriteria validitas ini menerapkan isi dan metode dalam satu cara. Isi dipertimbangkan valid jika menunjukkan hasil lulusan (anak didik) yang sesuai dengan tujuan yang dicetapkan. Isi mungkin menjadi pertimbangan utama dalam proses pengembangan kurikulum, dan ia mungkin diseleksi tanpa sumber untuk memprioritaskan tujuan-tujuan tersebut. Tetapi, jika guru/pendidik menyatakan bahwa tujuan-tujuan itu berada di dalam proses pengembangan kurikulum, maka kriteria validitas pun diterapkan.


Signifikansi

Isi rnerupakan fundamen bagi setiap mata pelajaran atau bidang studi. Kriteria signifikansi berlaku untuk fakta-fakta, ide utama, konsep, dan prinsip yang menjadi isi suatu mata pelajaran. Basis terbaik dalam mempelajari suatu mata pelajaran adalah dengan mengevaluasi sejumlah ide utama atau konsep dengan menggunakan fakta-fakta yang ada dalam mata pelajaran. Dengan demikian, kriteria signifikansi terkait dengan penentuan keseimbangan antara ide-ide dan fakta-fakta dalam suatu mata pelajaran pelajaran, dengan tujuan untuk mencapai keluasan dan kedalaman isi. Isi mungkin tidak memuaskan kriteria signifikansi jika diekspresikan hanya dalam bentuk materi yang faktual. Ide kesejarahan dan konsep-konsep yang ada dalam kurikulum sejarah pun dikesampingkan, karena adanya perasaan kebutuhan untuk rnerangkum sejumlah besar topik dan penekanan pada kelebihan jumlah fakta.

Segala ide dan konsep sebuah mata pelajaran diserahkan pada sebagian struktur mata pelajaran lainnya. Tetapi, isi mungkin juga "signifikan" ketika digunakan dengan cara yang interdisipliner, yakni ketika ide-ide dan fakta-fakta berhubungan dengan lebih baik terhadap mata pelajaran lain. Taba menambahkan bahwa akan ada satu dimensi bagi kriteria "signifikan" ketika dia rnengklaim bahwa pengetahuan akan menjadi berguna dalam


mengembangkan suatu pengajaran tententu. Sebagai contoh, anak yang mempelajari sejarah harus terlibat dalam pertanyaan yang diajukan


Sesuai dengan minat peserta didik

Minat anak didik merupakan salah satu pertimbangan dalam seleksi isi, meskipun ada perdebatan tentang sejauh mana pengembang kurikulum harus mengakomodasi kriteria ini ke dalam isi kurikulum. Persoalan yang terkait dengan kriteria ini ialah bagaimana menyelaraskan isi kurikulum dengan minat dan perilaku anak didik. Sementara, kalau minat anak didik itu diabaikan, isi pengajaran akan menjadi sangat membosankan sehingga hasil bela.jar pun kurang memuaskan.

Permasalahan yang muncul terbentang di antara dua hal yang berlawanan itu. Prinsip-prinsip belajar dan motivasi menganjurkan bahwa isi harus disesuaikan dengan minat anak didik sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih menarik, produktif, dan membuat anak belajar. Pendidik secara umum memiliki sesuatu di mana isi bisa mengakomodasi minat anak. Ada yang mengklaim bahwa kriteria ini menjadi salah satu dari kriteria dan bahwa minat anak didik hanya bisa mempengaruhi penyelesaian isi sesudah kriteria "validitas" dan "signifikansi“ dipenuhi secara meyakinkan.


Dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran (learnability)

Isi yang dipilih harus dapat dipelajari oleh anak didik dan juga harus dapat diadaptasikan sesuai dengan kemampuan anak didik. Yang paling penting dalam hal ini adalah adanya kesesuaian antara isi yang diseleksi dengan apa yang telah anak pelajari. Alasannya dalam kurikulum dan pengajaran anak didik memerlukan bantuan dalam mempelajari ide-ide dan fakta-fakta. Beberapa ahli mengatakan bahwa di sana ada suatu kebutuhan untuk lebih mempelajari segala perbedaan kualitas di antara anak didik, yakni pengetahuan, sehingga kriteria learnability dapat diaplikasikan dengan lebih efisien.


Konsisten dengan realitas sosial

Beberapa penulis berpendapat bahwa isi yang diseleksi harus memberikan kebermanfaatan bagi dunia di sekeliling peserta didik. Dengan kata lain, isi tersebut harus konsisten dengan realitas sosial. Dengan demikian, kriteria ini secara efektif sama dengan kriteria "validitas", tetapi Taba mengatakan bahwa ada perbedaan antara respon terhadap situasi langsung (validitas) dengan pencapaian suatu orientasi pemikiran realitas terhadap kebutuhan dasar dari budaya. Persoalan realita yang dapat diakomodasi dalam seleksi isi di antaranya berkenaan dengan hal-hal berikut.

Pengembangan sikap-sikap dan nilai-nilai kosmopolit.

Pemahaman hakikat dan penanggulangan perubahan.


Pemahaman kelompok-kelompok budaya.

Pengembangan otonomi pemikiran.

Penggambaran kreativitas dan pengenyampingan pemikiran.


Biasanya, beberapa area pengetahuan tampak tidak konsisten dengan realitas sosial. Sangat sedikit mata pelajaran yang isinya statis atau tidak berubah. Tetapi, beberapa mata pelajaran mengambil isi secara langsung dari masyarakat dan budaya {social studies) atau dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam sain dan teknologi.


Mempunyai nilai guna (utility)

Kriteria ini mungkin masih diperdebatkan karena harus memilah dan menyeleksi isi dengan ketat, sesuai dengan nilai kegunaannya. Kriteria ini menganjurkan bahwa isi yang paling berguna bagi anak didik dalam menyelesaikan kondisi sekarang dan di masa mendatang harus diseleksi pada semua mata pelajaran. Kriteria ini juga diinterpretasikan dengan spesifik dalam mata pelajaran. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk menemukan aspek-aspek isi pada bidang pelajaran tertentu yang paling sering digunakan oleh orang dewasa. Itulah yang disebut dengan kegunaan..

Kriteria lain untuk menyeleksi isi telah dikemukakan. Smith, Stanley, dan Shores dalam Brady (1992). Mereka mengatakan bahwa suatu isi kurikulum harus mempunyai kontribusi terhadap rekonstruksi sosial dan dapat melakukan pengujian terhadap kelangsungan hidup.


Asas Pengembangan Kurikulum

Saudara, telah kita ketahui bersama, bahwa mengembangkan kurikulum bukan sesuatu yang mudah dan sederhana karena banyak hal yang harus dipertimbangkan serta banyak pertanyaan yang harus dapat dijawab terlebih dahulu. Oleh karena itu, sebelum berbicara lebih lanjut tentang asas-asas pengembangan kurikulum, jawablah beberapa pertanyaan dalam latihan berikut ini.


Latihan 2:

Apakah yang ingin dicapai melalui pendidikan? Manusia yang bagaimana yang diharapkan akan dibentuk?

Dalam menentukan isi kurikulum, yang diutamakan apakah kebutuhan anak pada saat sekarang atau pada masa mendatang?

Dalam menentukan isi kurikulum, apakah hakikat anak harus dipertimbang-kan, ataukah anak diperlakukan sebagai orang dewasa?


Apakah kebutuhan anak itu? Apakah harus dipentingkan anak sebagai individu atau sebagai anggota kelompok?

Apakah yang harus dipentingkan: mengajarkan kejujuran atau memberikan pendidikan umum?

Apakah pelajaran sebaiknya didasarkan atas disiplin ilmu ataukah dipusatkan pada masalah sosial dan pribadi?

Menurut Nasution (1995), semua pertanyaan itu menyangkut asas-asas yang mendasari setiap kurikulum. Ada empat asas yang mendasari pengembangan setiap kurikulum, yaitu: (1) asas filosofis, yang berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan falsafah negara, (2) asas psikologis, yang berkaitan dengan faktor anak dalam kurikulum yakni . psikologi anak, perkembangan anak, psikologi belajar, dan proses belajar anak, (3) asas sosiologis, yaitu kedaan masyarakat, perkembangan dan perubahan-nya, kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa pengetahuan, dan lain-lain, serta (4) asas organisatoris yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang disajikan.


Asas filosofis

Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”, yang ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita atau filsafat yang dianut negara, juga guru, orang tua, masyarakat, dan bahkan dunia. Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan dalam tujuan pendidikan, bahan pelajaran, cara mengajar, dan cara menilai. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda dengan negara yang demokratis, pendidikan di negara yang menganut agama Budha akan berlainan dengan pendidikan di negara yang memeluk agama Islam atau Kristen. Kurikulum tak dapat tiada mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara, terutama dalam nenentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.


Asas psikologis

Psikologi anak

Sekolah didirikan untuk kepentinagn anak, yakni menciptakan situasi-situasi dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakat dan potensinya. Selama berabad-abad anak lebih dipandang sebagai orang dewasa kecil. Baru setelah Rousseau anak itu dikenal sebagai anak, dan dilakukan penelitian ilmiah untuk lebih mengenalnya. Sejak permulaan abad ke-20, anak kian mendapat perhatian sebagai salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Timbullah aliran yang disebut progresif. Kurikulum yang sangat berorientasi pada minat dan


perkembangan anak disebut “Child Centered Curriculum”. Kurikulum ini merupakan reaksi terhadap kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak. Gerakan ini menarik perhatian para pendidik, khususnya para pengembang kurikulum, untuk selalu menempatkan anak sebagai salah satu pokok pemikiran.


Psikologi belajar

Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat dididik, dapat dipengaruhi perilakunya. Anak-anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma, dan dapat menguasai sejumlah keterampilan. Persoalannya, bagaimana anak itu belajar? Kalau kita memahami dengan baik, bagaimana proses belajar anak itu berlangsung, serta dalam keadaan yang bagaimana belajar itu memberi hasil yang sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara yang lebih efektif.

Pertanyaan tersebut melahirnya berbagai teori belajar, yang antara satu teori dengan teori lainnya berbeda-beda bahkan bertentangan. Masing-masing teori itu memiliki kebenarannya sendiri-sendiri, kendati hampir umumnya teori itu tidak dapat secara lengkap memberikan gambaran tentang keseluruhan proses belajar itu.


c. Asas sosiologis

Anak tidak hidup sendiri, terisolasi dari manusia lainnya. Ia hidup dalam suatu masyarakat . Disitu ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilaksanakannya dengan penuh tanggung jawab, baik sebagai anak, maupun sebagai orang dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat.

Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang tak dapat tiada harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya, lalu dinyatakan dalam perilakunya. Tiap masyarakat memiliki anutan corak nilai yang berlainan. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam kurikulum, di samping perubahan yang terjadi di masyarakat akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Oleh sebab masyarakat suatu faktor yang begitu penting dalam pengembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah satu asas. Betapa pun pentingnya saz ini, tetapi penerapannya dalam pengembangan kurikulum harus dijaga agar tidak mendomi-nasi sehingga timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau” Society Centered Curriculum”.




d. Asas organisatoris

Persoalan yang terkait dengan asa ini ialah bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah sebagaimana dianut oleh Ilmu Jiwa Asosiasi yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah bagian-bagiannya sehingga cenderung memilih kurikulum yang bersifat subject-centered atau yang berpusat pada mata pelajaran? Apakah pelajaran- pelajaran yang serumpun dikemas dalam suatu mata pelajaran tertentu (broad-field) seperti IPA dan IPS? Apakah pelbagai pelajaran itu akan dilebur sehingga menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran? Ilmu Jiwa Gestalt lebih mengutamakan keseluruhan karena akan memberikan makna yang lebih relevan bagi kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated curriculum.

Perlu didingatkan kembali bahwa pilihan mana pun yang digunakan dalam mengorganisasikan kurikulum tidaklah berkaitan dengan soal baik dan buruk. Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan dan sekaligus kekurangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu, bermacam-macam organisasi kurikulum dapat dijalankan secara bersama di satu sekolah, bahkan yang satu dapat membantu atau meleng kapi yang lainnya.

Lalu, pengorganisasian kurikulum mana yang harus dipilih? Pengembangan kurikulum selalu dihadapkan pada pilihan atau curriculum is a matter of choice. Selalu ada kompromi, misalnya antara anggota pengembang kurikulum. Pilihan itu akan sangat dipengaruhi oleh pendirian atau sikap seseorang tentang pendidikan. Pada umumnya dapat dibedakan dua pendirian utama, yakni yang tradisional dan yang progresif.


Rangkuman:




Tes Formatif 1

Jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

Menurut Anda, apa yang mendorong perlunya perubahan dan pengembangan suatu kurikulum?

Berikan satu contoh budaya atau adat yang berkembang dalam masyarakat yang perlu dilestarikan dan satu contoh adat dalam masyarakat Indonesia yang tidak perlu untuk dilestarikan!

Apakah semua anak harus mengikuti pelajaran yang sama ataukah ia diizinkan memilih pelajaran sesuai dengan minatnya?

Berdasarkan asas filosofis, apa bedanya antara kurikulum pendidikan yang ada di Amerika dengan kurikulum yang ada di Indonesia?



Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah mengerjakan Tes Formatif 1, bandingkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada akhir unit ini. Apabila jawaban yang benar minimal 80%, maka Anda dinyatakan berhasil dengan baik. Anda dapat melanjutkan untuk mempelajari subunit selanjutnya. Sebaliknya, bila tingkat penguasaan Anda kurang dari 80%, silakan pelajari kembali uraian yang terdapat dalam subunit sebelumnya, khususnya pada bagian yang belum Anda kuasai.


Subunit 2


Prinsip Pengembangan Kurikulm

Pengantar

engembangan kurikulum menunjuk pada kegiatan yang menghasilkan kurikulum, yaitu penyusunan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan kurikulum. Dengan demikian, maka pengembangan kurikulum dapat dikatakan sebagai desain, yaitu proses yang disengaja untuk memikirkan, merencanakan, dan menyeleksi bagian-bagian, teknik, dan prosedur yang mengatur suatu tujuan atau

usaha.

Pengembangan kurikulum berbeda dengan pembinaan kurikulum. Konsep pembinaan kurikulum mengacu pada upaya mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang telah ada sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal; sedangkan konsep pengembangan kurikulum merujuk pada segenap upaya untuk menghasilkan kurikulum. Tugas selanjutnya adalah melaksanakan kurikulum yang dibebankan pada pembinaan kurikulum.

Sebelum membaca uraian selanjutnya, pelajari dan kerjakan latihan-latihan berikut ini untuk membantu Anda mempelajari uraian yang akan disajikan.


Latihan 1

Bayangkan saat ini Anda akan merubah bangunan rumah yang sedang Anda tempati. Dalam bayangan Anda, sejauh mana perubahan rumah tersebut akan Anda lakukkan? Apakah akan dirombak total atau sebagian kecil saja?

Kemudian setelah memutuskan bahwa Anda akan merombak total rumah tersebut, apa yang Anda lakukan? Apa melihat-lihat dulu rumah tetangga, atau langsung merancangnya sesuai dengan yang ada dalam fantasi Anda?

Prinsip-prinsip apa saja yang Anda terapkan dalam membangun rumah tersebut?


Tingkat Pengembangan

Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dalam kadar kecil dan sangat terbatas, dan dapat pula secara meluas dan mendasar. Pengembangan kurikulum itu dapat berupa (1) substitusi, (2) alterasi, (3) variasi, (4) restrukturisasi, dan (5) orientasi baru.

Pengembangan yang bersifat substitusi dapat berupa penggantian suatu buku pelajaran dengan buku pelajaran yang dinilai lebih baik. Perubahan seperti itu sangat kecil karena hanya mengganti atau menukar buku pelajaran. Alterasi merupakan bentuk perubahan kurikulum dengan, misalnya, menambah atau mengurangi jam pelajaran untuk bidang studi tertentu, yang dapat mempengaruhi jam pelajaran bidang studi lain. Perubahan ini lebih sulit dibanding dengan substitusi, karena harus dilakukan berdasar-kan alasan mengapa jam  pelajaran suatu bidang studi ditambah, dan mengapa bidang studi lain harus dikurangi waktunya.

Perubahan kurikulum dalam bentuk variasi dimaksudkan untuk  menerima dan menerapkan suatu metode yang berhasil di sekolah lain untuk dijalankan di sekolah sendiri, dengan meniadakan metode yang lama. Perubahan seperti ini memerlukan perubahan pada guru yang harus mempelajari dan menguasai metode baru tersebut. Perubahan ini lebih sulit dibandingkan dengan bentuk-bentuk perubahan sebelumnya.

Restrukturisasi ialah bentuk perubahan kurikulum melalui pemberian peran baru kepada guru dengan dukungan tenaga dan fasilitas baru,  seperti pengembangan team teaching, Dan akhirnya, perubahan yang paling besar risikonya ialah melalui restrukturisasi, yaitu perubahan yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai baru, Misalnya, peralihan kurikulum yang berpusat pada pengetahuan akademis (subject-centered) menjadi unit approach, kurikulum yang berpusat pada anak, atau macam-macam pendekatan lain dalam kurikulum.


Proses Pengembangan Kurikulum

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, begitu banyak pendapat tentang konsep dan pengembangan kurikulum. Ada yang berpandangan bahwa kurikulum harus bersifat standar dan berlaku bagi semua sekolah di  suatu negara. Wewenang pengembangannya adalah pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional. Yang dihasilkan ialah suatu kurikulum nasional yang menentukan garis-garis besar tentang apa yang harus diajarkan kepada siswa. Tetapi, ada pula yang berpandangan bahwa kurikulum dapat ditafsirkan sebagai segala sesuatu yang terjadi dalam kelas dan sekolah yang


mempengaruhi perubahan perilaku para siswa dengan berpedoman pada kurikulum yang ditentukan oleh Pemerintah. Dalam arti terakhir ini, pengembangan kurikulum terutama tergantung pada guru. Dialah menentukan apa yang sesungguhnya terjadi di dalam kelasnya. Dalam posisi ini boleh dikatakan gurulah pengembang kurikulum. Ada dan tidaknya kegiatan pengembangan pengajaran dalam kelasnya bergantung  pada  ada  tidaknya usaha guru.

Tak semua guru sadar akan peranannya sebagai pengembang kurikulum. Ia memandang dirinya sekedar sebagai pelaksana kurikulum, yang berusaha untuk tidak melakukan sedikit pun dari ketentuan dari atasan. Padahal, apa yang ditentukan oleh atasan sebenarnya masih jauh dari lengkap. Yang diberikan umumnya hanya garis-garis besar. Kalau pun ada rincian, itu pun tak  akan mungkin dapat menjangkau pada semua hal yang sekecil-kecilnya. Kurikulum sekolah kita, menentukan hanya sampai tujuan instruksional umum (TIU). Yang merumuskan TIK-nya ialah guru. Bahan pelajaran juga hanya memuat pokok- pokoknya saja, dan rinciannya harus dijabarkan  oleh  guru.  Demikian  pula, metode yang dianjurkan sangat terbatas dan tidak spesifik.

Begitu banyak kesempatan bagi guru untuk secara kreatif memilih metode, strategi, atau model mengajar yang lebih sesuai dengan  keadaan.  Penilaian formatif dan sumatif untuk setiap pelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru. Ia tidak terikat oleh keharusan menggunakan tes tertentu. Guru dapat menerapkan penilaian yang lebih komprehensif, yang meliputi aspek emosional, moral, sosial, sikap dan aspek afektif lainnya. Ia dapat menilai  kemampuan  kognitif  pada tingkat mental yang jauh lebih tinggi daripada yang biasa diukur oleh Ebtanas. Gurulah yang dapat menilai aspek-aspek kepribadian anak. Dialah yang berada dalam posisi strategis untuk   lebih mengenal perkembangan anak, fisik, mental, etis, estetis, sosial, dan lain-lain.

Antara kurikulum nasional yang dijadikan pedoman sampai perubahan kelakuan anak, masih terdapat jarak yang cukup luas, yang memerlukan pemikiran, kreativitas, dan kegiatan guru. Dalam hal ini guru harus sadar akan fungsinya sebagai pengernbang kurikulum. Fungsi ini  tentu  harus  lebih disadari oleh kepala sekolah yang bertanggung jawab atas pendidikan  di sekolah, yang seyogyanya berusaha sedapat mungkin mengadakan pengembangan kurikulum sekolahnya. Tiap sekolah berbeda dengan sekolah lain, walaupun berada di kota yang sama,apalagi sekolah di daerah lain yang berbeda sifat geografis dan sosial-ekonominya. Tiap guru berbeda pribadinya


dengan guru lain. Juga murid-muridnya memiliki karakter yang khas yang berbeda dari murid-murid dari waktu ke waktu di sekolah lain.

Pada umumnya guru kita masih belum menyadari perannya sebagai pengembang kurikulum. Ini disebabkan kurikulum kita uniform dan sentralistik, yang mengatur bahkan sampai ke yang sekecil-kecilnya apa-apa yang harusi dilakukan oleh guru sampai.

Meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan dua macam pen- dekatan. Pendekatan pertama, menyusun paket pelajaran sedemikian  rupa, sehingga guru hanya berperan sebagai pengatur distribusi bahan itu sesuai dengan kecepatan anak. Bahan pelajaran itu dapat berupa modul atau berprograma. Pendekatan kedua, meningkatkan mutu guru sehingga mampu menjalankan tugas dan memperbaiki kemampuannya yang dirasakan kurang atau lemah. Pendekatan pertama sangat mahal, selain banyak kekurangannya. Pendekatan kedua memerlukan guru yang profesional dan memiliki kompetensi tinggi, serta mempunyai jiwa yang dinamis dan terbuka terhadap pembaharuan. Pendekatan ini pun tak mudah dijalankan karena menuntut kualitas guru yang tinggi, yang hingga kini masih sulit terpenuhi.

Kurikulum yang uniform dapat menjadi alasan bagi guru untuk menjauhi inisiatif pengembangan dan hanya menunggu instruksi dari pihak atasan. Padahal, atasan yang tidak merangsang guru untuk dinamis serta memberi kesempatan dan dorongan kepada untuk mencoba mengembangkan pemikiran sendiri dan terlibat dalam usaha pengembangan dan penyesuaian kurikulum dengan keadaan setempat, berpotensi dapat mematikan kreativitas guru.

Pada dasarnya, kurikulum tak pernah kunjung sempurna dan senantiasa dapat diperbaiki. Bahan segera usang karena kemajuan zaman. Pelajaran pun harus memper-hatikan perbedaan individu dan memiliki relevansi dengan kebutuhan setempat. Oleh karena itu, bila kita ingin memperbaiki kurikulum sekolah sehingga hasilnya baik, harus mempertimbangan: situasi sekolah, kebutuhan siswa dan guru, masalah yang dihadapi sekolah, kompetensi guru, gejala sosial,  serta perkembangan dan aliran dalam kurikulum.


Mengetahui tujuan perbaikan

Hal pertama dalam mengembangkan atau memperbaiki kurikulum ialah menge-tahui dengan jelas apa yang sebenarnya ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, bagaimana melaksanakannya, apakah perlu dicari proses belajar-me- ngajar baru, sumber belajar apa yang diperlukan, bagaimana mengorganisasikan bahan, bagaimana menilainya, serta bagaimana memanfaatkan balikannya. Ada


kemungkinan, tujuannya harus diperjelas atau diubah. Demikian pula, desain pengembangan atau implementasi dan metode penilaiannya. Jadi pengembangan kurikulum tak kunjung berakhir dan bergerak terus.


Mengenal keadaan sekolah

Hal kedua dalam mengembangkan atau memperbaiki kurikulum ialah mengenal keadaan sekolah yang akan menggunakan kurikulum yang dihasilkan. Sering guru tidak mengenal betul situasi sekolah yang sebenarnya.Misalnya kurang mengenal potensi guru, sumber belajar yang tersedia di sekolah atau lingkungan, keadaan masyarakat lingkung-an, sejarah perkembangan sekolah, kurikulum sekolah secara keseluruhan, hubungannya dengan instansi lain, dan bantuan yang dapat diperoleh, misalnya dari staf perguruan tinggi.


Mempelajari kebutuhan murid dan guru

Kurikulum diperbaiki karena adanya kesenjangan antara keadaan yang nyata dengan apa yang diharapkan oleh kurikulum atau apa yang diinginkan siswa dan guru. Mengetahui kebutuhan siswa dan guru merupakan titik tolak bagi usaha perbaikan. Tujuan pendidikan seperti diharapkan pemerintah ialah memberikan dorongan untuk mengadakan perubahan dalam keadaan sekarang yang dirasa tidak memuaskan.

Untuk itu, pengembangan kurikulum perlu diawali dengan kajian yang luas guna memperoleh data yang diperlukan, seperti data keadaan siswa secara keseluruhan; jumlah siswa yang diterima, yang putus sekolah, dan yang lulus; hasil belajar, perkembangan fisik, sosial, moral, dan intelektual; nilai-nilai dan harapan masa depan, cara murid belajar, konsep-diri anak, bahan pelajaran, proses belajar- mengajar, relevansi kurikulum; serta keadaan rumah tangga, latar belakang etnik siswa, kebudayaan masyarakat anak. Dari data hasil kajian itu akan diperoleh informasi tentang apa yang diperlukan siswa dan persoalan-persoalan yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kurikum.

Dapat dapat diperoleh melalui tes tertutup dan terbuka, wawancara, angket, sosiometri, analisis pekerjaan murid, observasi, dan lain-lain. Juga dapat diadakan curah pendapat (brainstorming) dengan guru, orangtua atau murid untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam pendidikan di  sekolah. Untuk mengetahui kebutuhan mana yang dirasa paling penting untuk diatasi dapat diminta guru melakukan pemeringkatan sebagai bahan diskusi selanjutnya. Hasil kegiatan ini dapat menginfor-masikan kebutuhan yang dirasa paling penting dan mendesak. Permasalahannya ialah apakah guru-guru memang ingin mengadakan


pengembangan yang dianjurkan, bagaimanakah menyisipkan pengembangan itu ke daiam kurikulum resrni, dan apakah pengembangan itu sungguh-sungguh berkaitan dengan inti persoalan ataukah hanya menyinggung gejalanya.


Mengenal masalah yang dihadapi sekolah

Pengembangan atau perbaikan kurikulum hendaknya beranjak dari permasalahan yang jelas. Permasalahan dapat bersumber dari persoalan yang dihadapi guru dalam pekerjaannya sehari-hari, misalnya metode mengajar, per- bedaan individual siswa, pemilihan bahan pelajaran yang lebih serasi, organisasi kelas, fasilitas yang mendukung pelaksanaan proses belajar-mengajar, cara meningkat-kan motivasi siswa untuk belajarbelajar, dan lain-lain. Dapat juga masalah itu berasal dari murid, orangtua, masyarakat, atau pemerintah.

Namun, apa pun masalah yang dipilih hendaknya tidak terlampau luas se- hingga sukar dikendalikan. Juga, tidak terlampau sempit sehingga menjadi tidak bermakna. Jika telah ditentukan dan disetujui masalah yang akan menjadi dasar pengembangan atau perbaikan kurikulum, maka tahap selanjutnya ialah merancang pemecahan masalah. Pemecahan masalah dilakukan melalui langkah: merumuskan masalah, menetapkan hipotesis, mengumpulkan data, mengujicobakan kebenaran hipotesis, mengambil kesimpulan, mengimplementasikan, melakukan penilaian untuk memper-oleh balikan, mengadakan perubahan, dan seterusnya hingga diperoleh hasil yang memuaskan.


Mengenal kompetensi guru

Kompetensi guru sebagai partisipan  yang  terlibat  dalam  pengembangan atau perbaikan kurikulum perlu diketahui dengan baik. Kompetensi guru itu berkaitan dengan pengetahuan mereka tentang seluk-beluk kurikulum, bahan pelajaran,  proses  mengajar-belajar,  psikologi  anak,   sosiologi;   kemampuan yang berkaitan dengan perencanaan,  mencetuskan  ide-ide  baru,  mem- pertemukan pandangan yang bertentangan, dan memupuk suasana yang menyenangkan; kemampuan yang berhubungan dengan kerja sama untuk menghasilkan pekerjaan yang bermutu, mengarahkan dan  mengkoordinasikan; serta kemampuan yang  berkenaan  dengan  menganalisis  situasi  dan  me- nafsirkan  perbuatan,  memilih  dari  sejumlah  alternatif,   mengadakaan eksperimen dan penelitian, menanyakan pertanyaan yang relevan, menyatakan pikiran secara lisan/tulis, dan menggunakan alat seperti komputer.


Mengenal gejala sosial

Pengembangan kurikulum dapat dipicu oleh   desakan dari dalam dan dari luar dunia pendidikan. Desakan dari dalam dunia  pendidikan  dapat  bersumber dari guru, kepala sekolah, murid, pengawas, atau departemen. Setiap guru mengalami hal-hal yang tidak memuaskannya yang  perlu  diperbaiki.  Murid- murid  pun  mempunyai  sejumiah  keluhan  tentang  kekurangan  yang dirasakannya tentang layanan  pendidikan  di  sekolah.  Kepala  sekolah menemukan pelbagai masalah yang  dapat  menghambat  terwujudnya  sekolah yang baik. Pengawas sekolah dalam tugasnya memperoleh temuan yang dapat dimanfaatkan sebagai masukan bagi pengembangan kurikulum.

Sementara itu,  desakan  perubahan  dari  orang  tua  misalnya,  muncul karena adanya praktik layanan  pendidikan  yang  tidak  sesuai  bagi  anak- anaknya. Perguruan tinggi mengeluhkan tentang mutu lulusan SMA. Lembaga- lembaga pengguna lulusan mengungkapkan kekurangan kuantitas dan kualitas tenaga kerja yang diperlukannya.

Memang, tak semua keluhan itu dapat serta-merta diakomodasi. Keluhan itu perlu dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh karena tidak setiap keluhan didukung oleh fakta yang kuat. Namun demikian, munculnya pelbagai keluhan itu hendaknya tidak ditanggapi secara apriori, melainkan menjadi  pendorong  bagi para pendidik untuk mau dan mampu menilai diri sendiri dan berusaha memper- baikinya.

Hingga kini, umumnya para pendidik, terutama para guru belum memiliki keberanian yang cukup untuk mengambil inisiatif melakukan sendiri pengembangan kurikulum. Persoalan-persoalan yang ada kerap dibiarkan mengambang, hingga lahirnya kurikulum baru, yang  juga  belum  tentu memberikan dampak perbaikan. Sementara itu, kurikulum yang baru  pun cenderung melenyapkan segala kebaikan kurikulum yang lampau. Padahal, bila kurikulum diperbaiki secara kontinu, tak perlu menimbulkan resiko besar untuk mengadakan pembaruan total yang dapat menimbul-kan goncangan besar di kalangan guru-guru. Kurikulum yang baik tidak diperoleh sekaligus hanya dengan menciptakan kurikulum yang baru. Kurikulum harus dibangun terus menerus, sedikit demi sedikit yang lazim disebut sebagai "broken front". Tak dapat kurikulum serentak diperbaiki dalam segala "front". Misalnya, guru suatu bidang studi yang dinamis dapat memperbaiki  pengajaran  bidang  studinya,  yang mungkin tidak dilakukan guru bidang studi lainnya. Demikian juga suatu sekolah yang "favorit" karena mutunya, dapat lebih meningkatkannya lagi,  tanpa menunggu kemajuan sekolah lain yang ketinggalan. Masing-masing sekolah dapat


berusaha mencapai tingkat keunggulannya. Setiap guru dapat mengusahakan tercapainya mutu pendidikan secara  terus-menerus.  Perlombaan  sehat antarsekolah dalam peningkatan mutu hendaknya jangan dihalangi. Sekolah yang ketinggalan dalam hal tertentu dapat belajar dari sekolah yang telah maju. Kurikulum yang uniform mengenal standar  minimal  hendaknya  tidak menghambat pencapaian mutu yang setinggi-tingginya.


Mengetahui aliran-aliran dalam pengembangan kurikulum.

Kurikulum adalah bidang yang subur bagi penelitian. Banyak buku dan karangan yang mengupas persoalan kurikulum dari berbagai perspektif. Berbagai aliran timbul dengan alternatif pemikiran baru sebagai reaksi terhadap praktik pengembangan kurikulum yang terjadi. Setiap aliran mengandung hal-hal yang positif yang dapat memperluas pandangan guru tentang kurikulum, yang dapat mendorong mereka untuk  menerapkannya sebisa yang mereka lakukan. Ide-ide baru itu dapat menjadi pokok diskusi tentang kurikulum di kalangan guru.

Kenyataannya, tidak semua aliran baru dalam kurikulum dapat diterapkan. Banyak di antaranya yang hanya berupa ide saja tanpa dapat atau sempat direali- sasikan. Namun demikian, siapa pun dapat memetik aspek-aspek tertentu yang dapat memberi-kan perspektif baru dalam mengembangkan dan melaksanakan kurikulum. Pada tataran praktik, biasanya guru tidak berpegang secara ketat pada satu pola kurikulum tertentu. Melainkan bersifat eklektik, dengan memilih apa saja dari berbagai aliran yang ada sesuatu yang dianggap baik dan sesuai dengan tujuan pendidikan tertentu. Suatu saat mungkin menggunakan teori belajar S-R (stimulus- respon) melalui penerapan PPSI. Tetapi, pada saat lain menerapkan pendekatan proses yang berdasarkan pada teori belajar Gestalt. Karena itu pula, dalam memandang pelbagai aliran yang ada, guru tidak boleh apriori. Pelbagai kekuatan atau kelebihan dari berbagai aliran harus dapat dipetik untuk kemudian diterapkan dalam pengembangan kurikulum.


Prinsip-Prinsip Pengembangan

Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan sejumlah prinsip berikut.



Prinsip relevansi

Dalam Oxford Advanced Dicionary kata relevance atau relevant mempunyai arti what is happening, yakni kedekatan hubungan. Apabila dikaitkan dengan pendidikan, antara program pendidikan dengan masyarakat {the needs of society) harus memiliki keterkaitan yang erat sehingga hasil pendidikan yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan peserta didik di masyarakat..


Soetopo & Soemanto (dalam Idi, 2007) mengungkapkan beberapa konsep dari prinsip relevansi. Pertama, relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik. Ini berarti, isi atau muatan kurikulum, seperti bahan pengajaran, hendaknya disesuaikan dengan kehidupan anak didik. Sebagai contoh, sekolah yang berada di perkotaan, anak didiknya ditawarkan hal yang aktual, seperti polusi pabrik, arus perdagangan yang ramai, kemacetan lalu lintas, dan lain-lain. Atau sebaliknya, sekolah-sekolah yang berada di daerah pedesaan, tentu saja anak didiknya ditawarkan hal-hal yang relevan. Misalnya, memperkenalkan pertanian kepada anak didik, karena daerah tersebut merupakan daerah pedesaan yang subur akan pertanian. Begitu juga dengan daerah pedesaan lain yang kaya akan perikanan, persawahan, kerajinan, dan lain-lain.

Kedua, relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan datang. Materi atau bahan yang diajarkan kepada anak didik hendaknya bermanfaat bagi masa depan mereka. Karenanya, pengembangan harus bersifat antisipatif, yang memiliki nilai prediksi secara tajam.

Ketiga, relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Semua orangtua mengharap-kan anaknya dapat bekerja sesuai dengan pengalaman pendidikan yang dimilikinya. Begitu juga halnya dengan anak didik, ia berharap agar dapat mandiri dan memiliki sumber daya ekonomi yang pantas dengan modal ilmu pengetahuan yang diperoleh-nya. Karenanya, kurikulum dan proses pendidikan sedapat mungkin dikaitkan dengan dunia kerja. Tentunya, sesuai dengan jenis pendidikannya, sehingga pengetahuan yang diperoleh peserta didik dapat diaplikasikan dengan baik dalam dunia kerja.

Keempat, relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan. Kemajuan pendidikan juga membuat maju ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak negara tadinya miskin sekarang menjadi kaya, misalnya, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Semua ini disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yng bersumber dari penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Karena itu, program pendidikan (kurikulum) hendaknya mampu memberi peluang kepada anak didik untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak. cepat berpuas diri, serta selalu siap menjadi pelopor dalam penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan.


Prinsip efektivitas

Yang dimaksud dengan prinsip efektivitas adalah sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan. Dalam proses pendidikan, konsep efektivitas dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, efektivitas mengajar pendidik, yang berkaitan dengan tingkat keterlaksanaan kegiatan belajar


mengajar yang direncanakan. Kedua, efektivitas belajar anak didik, yang berhubungan dengan tingkat ketercapaian tujuan pengajaran melalui kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan. Keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Ketidakefektifan pada salah satu dapat mengakibatkan tujuan pengajaran tidak tercapai.


Prinsip efisiensi

Prinsip efisiensi sering kali dikonotasikan dengan prinsip ekonomi, yang berbunyi: dengan modal, tenaga, dan waktu yang sekecil-sekecilnya akan dicapai hasil yang memuaskan. Efisiensi proses belajar mengajar akan tercipta, apabila usaha, biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan dapat membuahkan proses dan hasil belajar yang optimal.


Prinsip kesinambungan (kontinuitas)

Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukkan adanya keterkaitan antara tingkat pendidikan, jenis dan program pendidikan, serta bidang studi. Konsep prinsip kesinambungan memiliki beberapa makna. Pertama, kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah yang menyangkut beberapa hal berikut.

. Bahan pelajaran (subject matters) yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi sudah diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya atau di bawahnya.,

a. Bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian, ketumpang-tindihan dan keberulangan bahan pelajaran yang tidak perlu dapat dihindari.


Kedua, kesinambungan di antara berbagai bidang studi, yang berkaitan dengan hubungan antara bidang studi yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, untuk mengubah angka temperatur Skala Celcius ke skala Fahrenheit dalam IPA diperlukan keterampilan dalam pengalian pecahan (Matematika). Karena itu, pelajaran mengenai bilangan pecahan tersebut hendaknya sudah diberikan sebelum anak didik mempelajari cara mengubah temperatur.


Prinsip fleksibilitas (keluwesan)

Fleksibilitas berarti tidak kaku. Artinya, kurikulum yang dikembangkan harus memiliki ruang gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak. Konsep


fleksibilitas dalam kurikulum dapat dimaknai dari dua sisi. Pertama, fleksibilitas dalam memilih program pendidikan, yang berkaitan dengan pengadaan program- program pilihan yang dapat berbentuk jurusan, spesialisasi, ataupun program- program pendidikan keterampilan yang dapat dipilih atas dasar kemampuan dan minat siswa. Kedua, fleksibilitas dalam pengem-bangan program pembelajaran, yang berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada para pendidik dalam mengembangkan sendiri program-program untuk pencapaian tujuan dan bahan pengajaran yang bersifat umum.


Prinsip berorientasi tujuan

Prinsip berorientasi tujuan berarti langkah awal sebelum memilih dan mengembangkan komponen-komponen kurikulum ialah menetapkan tujuan. Selanjutnya, pelbagai komponen kurikulum lainnya dipilih dan dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, isi atau bahan pelajaran, alokasi waktu, media/sumber belajar, kegiatan pembelajaran, penilaian diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum sekolah tidak dapat terlepas dari pengaruh yang terdapat di perguruan tinggi dan masyarakat.



Perguruan tinggi

Perguruan tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum sekolah.Pertama, dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi akan mem- pengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.

Kedua, dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru di Lembaga Pendidikan Tenaga  Kependidikan  (LPTK, seperti IKIP, FKIP, STKIP). Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya.

Penguasaan keilmuan, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru, akan sangat mempengaruhi


pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ini, umumnya disiapkan oleh LPTK melalui berbagai program, yaitu program diploma dan sarjana. Pada Sekolah Dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO. Tetapi, secara berangsur-angsur mereka mengikuti peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan guru melalui program diploma dan sarjana.


Masyarakat

Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, yang di antaranya bertugas memper-siapkan anak didik untuk dapat hidup secara bermartabat di masyarakat. Sebagai hagian dan agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi masyarakat pengunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka.

Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat yang homogen atau heterogen. Adalah kewajiban sekolah untuk dapat menyerap dan melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat akan mempengaruhi pengembangan kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya sekedar mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup, bekerja, dan berusaha. Jenis pekerjaan yang ada di masyarakat berimplikasi pada kurikulum yang dikembangkan dan digunakan sekolah.


Sistem nilai

Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah nilai yang ada  di masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen. Mereka terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok  vokasional,  kelompok intelek, kelompok sosial, dan kelompok spiritual-keagamaan,  yang  masing- masing kelompok itu memiliki nilai yang khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, fisik, estetika, etika, religius, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang berbeda.


Lalu, nilai mana yang harus diakomodasi dalam kurikulum? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam  mengakomodasi pelbagai nilai yang tu mbuh di masy arakat  dalam  kurikulum sekolah. 

Mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat.

Berpegang pada prinsip demokrasi, etis, dan moral.

Berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru.

Menghargai nilai-nilai kelompok lain.

Memahami dan menerima keragaman budaya yang ada.



Rangkuman



Tes Formatif 2

Setelah mempelajari topik tentang pengembangan kurikuklum, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

Termasuk dalam peranan apa jika kurikulum sekolah mewajibkan peserta didik untuk mempelajari bahasa daerah di masing-masing wilayahnya?

Apa yang dimaksud dengan prinsip relevansi dalam pengembangan kurikulum?

Sebutkan beberapa kriteria yang harus dipakai dalam memilih bahan atau isi kegiatan pembelajaran?


Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah mengerjakan Tes Formatif 2, bandingkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada akhir unit ini. Apabila jawaban yang benar minimal 80%, maka Anda dinyatakan berhasil dengan baik. Anda dapat melanjutkan untuk mempelajari unit selanjutnya. Sebaliknya, bila tingkat penguasaan Anda kurang dari 80%, silakan pelajari kembali uraian yang terdapat dalam subunit sebelumnya, khususnya pada bagian yang belum Anda kuasai.


Kunci Jawaban Tes Formatif

Tes Formatif 1

Satu hal yang dominan dalam mendorong terjadinya pengembangan kurikulum adalah kondisi masyarakat yang senantiasa berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Dengan berkembangnya suatu masyarakat biasanya juga secara simultan terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan dalam masyarakat tersebut. Sebagai contoh, pada 1960-an, orang Indonesia belum mengenal teknologi komputer. Karenanya, pada saat itu kurikulum sekolah juga tidak perlu memasukkan teknologi komputer dalam kurikulum yang digunakannya. Jika dipaksakan, maka isi kurikulum tersebut akan menimbulkan ketidakbermaknaan karena tidak dimengerti apa yang dibicarakan dan didiskusikan di dalam kelas.

Dalam masyarakat Indonesia, salah satu nilai budaya luhur kita adalah gotong royong. Budaya ini harus dilestarikan karena dengan memiliki budaya tersebut kebersamaan dalam masyarakat akan terbangun dengan baik. Setiap anggota masyarakat dengan dengan suka cita bersedia memberikan bantuan dan uluran tangan bagi anggota masyarakat lain yang memerlukannya. Mereka menyadari bahwa suatu saat dirinya juga akan memerlukan bantuan orang lain. Budaya semacam ini perlu dilestarikan. Sedangkan salah satu contoh budaya yang tidak perlu dilestarikan adalah “alon-alon asal klakon” (pelan-pelan saja asal selamat). Pada abad ke-21, budaya seperti ini menjadi kkurang relevan karena saat ini masyarakat dituntut serba cepat dan tepat. Kalau kita berjalan pelan, maka akan ditinggalkan oleh orang lain (baca: negara lain).

Dua-duanya harus diakomodasikan. Artinya pada pelajaran tertentu anak-anak diajar secara klasikal sedang pada kesempatan lain mereka juga dibimbing sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing.

Secara filosofis antara Amerika dan Indonesia mempunyai perbedaan yang mendasar dalam kurikulumnya. Sebagai contoh, di Amerika tidak ada kewajiban bagi sekolah untuk mengajarkan suatu agama. Bagi masyarakat Amerika, agama merupakan hak individu masing-masing, bukan urusan negara. Karenanya, tidak ada kewajiban bagi negara untuk menyelenggarakan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Sedangkan Indonesia, dengan asas filosofi Pancasilanya, mengharuskan negara untuk menyelenggarakan pendidikan agama di sekolah- sekolah.


Tes Formatif 2

Bahasa adalah salah satu produk budaya masyarakat yang harus dilestarikan dari generasi ke generasi berikuktnya, termasuk di dalamnya bahasa daerah. Oleh karena itu, usaha untuk melestarikan bahasa termasuk dalam peran konservatif yang diemban oleh suatu kurikulum.

Relevansi suatu kurikulum bisa mencakup empat hal, yaitu (a) relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik, (b) relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan datang, (c) relevansi pendidikan dengan dunia kerja, serta

(d) relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan.

Kriteria yang harus diperhatikan ketika memilih bahan atau isi pembelajaran meliputi: validitas, signifikansi, kessesuaian dengan minat siswa, dapat dipelajari, konsisten dengan realitas sosial, dan mempunyai nilai guna tinggi.


Daftar Pustaka

Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Yogjakarta: Ar- Ruzz Media.

Nasution. 1995. Azas-azas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya


GLOSARIUM

Evaluasi: kegiatan yang bersifat menilai sesuatu baik kegiatan ataupun obyek tertentu.

Konservatif: sifat atau keinginan untuk mempertahankan sesuatu yang bersifat turun temurun.

Partisipasi: turut serta dalam melakukan sesuatu.

Pendidikan in-service: pendidikan yang biasanya diberikan bagi orang yang sudah bekerja untuk meningkatkan kemampuan yang terkait dengan pekerjaannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumber Otoritas Pelaksanaan Supervisi [PGSD_UNU_NTB]

Pelaksanaan Supervisi Oleh Kepala Sekolah Dan Pengawas Di Sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan supervisi bukan untuk mencari kesalahan guru tetapi pelaksanaan supervisi pada dasarnya adalah proses pemberian layanan bantuan kepada guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang dilakukan guru dan meningkatkan kualitas hasil belajar. Kegiatan supervisi pendidikan sangat diperlukan oleh guru, karena bagi guru yang bekerja setiap hari di sekolah tidak ada pihak lain yang lebih dekat dan mengetahui dari dalam segala kegiatannya, kecuali Kepala Sekolah. Guru merupakan salah satu faktor penentu rendahnya mutu hasil pendidikan. Dalam rangka pelaksanaan program supervisi pendidikan maka harus mencakup semua komponen yang terkait dan mempengaruhi terhadap keberhasilan program supervisi pendidikan. Keberhasilan tersebut dilihat dari komponen perencanaan, implementasi dan dampak dari program supervisi pendidikan. Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas dan...

Struktur kurikulum TPQ Taman Pendidikan Al Qur’an atau TPA

selampang,30 Agustus 2020 Struktur kurikulum TPQ Taman Pendidikan Al Qur’an atau TPA  Struktur kurikulum TPA ini meliputi inti pembelajaran yang dilewati pada jenjang pendidikan untuk 3 tahun atau dalam enam semester. Pada masing masing jenjang ditempuh dengan waktu satu tahun yang mana dinamakan dengan level. Dengan waktu 3 tahun maka level yang ada adalah : -Level A -Level B -Dan level C  Penyusunan untuk struktur kurikulum TPQ Penyusunan untuk struktur kurikulum TPQ didasarkan kepada standar kompetensi lulusan dengan ketentuaan seperti dibawah ini :  Kurikulum TPQ berisi materi pokok dan materi dengan muatan lokal.Untuk materi pokok yaitu Pembelajaran Alquran, ilmu tajwid, ayat pilihan, bacaan sholat, hafalan surah pendek, praktek ibadah, doa serta adab harian, tahsinul kitabah, dan Pengenalan dasar agama Islam. Untuk muatan lokal disesuaikan dengan kondisi masing masing.  Sedangkan untuk materi pokok pada setiap jenjang l...

Budaya Nasional Sebagai Dasar Pendidikan [PGSD_UNU_NTB]

Bab III. Budaya Nasional Sebagai Dasar Pendidikan Kapita Selekta Pendidikan A. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari uraian materi pada bab ini, maka mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mampu menjelaskan pengertian pendidikan dan budaya. 2. Mampu menjelaskan konsep budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 3. Mampu mejelaskan keterkaitan antara pendidikan dan kebudayaan. 4. Mampu mendeskripsikan fungsi dan nilai-nilai budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 5. Mampu mendeskripsikan implementasi budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 6. Mampu menjelaskan implikasi masalah beserta solusi terkait budaya nasional sebagai dasar pendidikan.  B. Pendahuluan    Hanya manusialah yang memiliki budaya, kebudayaan bukan hanya membentuk pribadi seseorang tetapi juga dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa pendidikan tidak lain adalah proses pembudayaan. Artinya apabila pendidikan itu dilepaskan dari kebudayaan maka tujuan pe...