Langsung ke konten utama

Teori Belajar Behavioristic dan Teori Belajar Konstruktivs [PGSD UNU NTB]

 

Strategi dan Metode Belajar & Pembelajaran 



IsnainiAyH 

Selampang, jembatan Gantung. 


A. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK


Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.

Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.


Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:

1. Thorndike 

Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).

2. Watson

Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.

3. Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

4. Edwin Guthrie

Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.

5. Skinner 

Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1) Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :


Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4) Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.

Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori belajar behavioristik, adalah  Belajar adalah perubahan tingkah laku.Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku.Pentingnya masukan atau input  yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon .sesuatu yang terjadi  diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting  sebab tidak bisa diukur dan diamati.Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika respon dikurangi maka respon juga menguat.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

B. TEORI BELAJAR KOGNITIF


Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

Prinsip umum teori Belajar Kognitif, antara lain:

Lebih mementingkan proses belajar daripada hasilDIsebut model perseptual Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya

Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran  menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.

Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.Belajar merupakan  aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.Dalam praktek pembelajaran  teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J. Piaget), Advance organizer (Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki belajar (Gagne), Webteaching (Norman)Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan

Materi pelajaran disusun dengan  pola dari sederhana  ke kompleks Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan siswa belajar.

Beberapa pandangan tentang teori kognitif, diantaranya:

1. Teori perkembangan Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi).

Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:

Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)

Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah. 

Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah penggunanaan symbol atau tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.

Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.

Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.

Adapun beberapa prinsip teori perkembangan Piaget, adalah sebagai berikut:

Perkembangan kognitif merupakan suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf Semakin bertambah umur maka semakin bertambah kompleks susunan syarafnya dan akan meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak  yangb berbeda usia akan berbeda secara kualitatif Proses adaptasi mmepunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi dan asimilasi

Asimilasi adalah proses perubahan apa yang di pahami seseuai denganstruktur kognitif. (apabila individu menerima infomasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan  struktur kognitif yang dipunyai)Akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami (apabila struktur kognitif yang sudah dimiliki harus disesuaikan dengan informasi yang diterima).

Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (penyeimbangan) Asimilasi (proses penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu), Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan  antara asimilasi dan akomodasi Seorang anak sudah mempunyai prinsip pengurangan, ketika mempelajri pembagianmaka terjadi prses intrgtasi antara pengurangan  (telah dikuasai)dan pembagian (info baru) inilah asimilasi.

Jika anak diberi soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak sudah dapat mengaplikasikan  atau memakai prinsip pembagian dalam situasi baru Proses penyesuaian antara ling luar dan struktur kognitif yang ada dlm dirinya disebut ekuilibrasi Proses belajar akan mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya

Tahap sensorimotor (0-2 thn), preoperasional (2-8 thn), operasional konkret(8-11 thn), operasional formal (12-18 thn)


Hanya dengan mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman secara optimal asimilasi dan akomodasi pengatahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

2. Teori belajar menurut Bruner

Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.

Model pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Menurutnya, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting untuk mempelajari bidang sains, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan (discovery learning).

Beberapa prinsip teori Bruner adalah:

Perkembangan kognitif ditandai dengan adanya kemajuan menaggapi rangsang Peningkatan pengatahun bergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realistis Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain Interaksi secara sistematis diperlukan antara pembimbing, guru dan anak untuk perkembangan  kognitifnya Bahasa adalah kunci perkembangan kognitifPerkembangan kognitif ditandai denfgan kecakapan untuk mengemukakan bebrapa alternatisf secara simultan, memilih tindakan yang tepat.

Perkembangan kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic. Enaktif yaitu tahap jika seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk emmahami lingkungan sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan) Ikonik, yaitu tahap seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan

Simbolik yaitu tahap seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika) Model pemahaman dan penemuan konsep

Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui proses intuitif untuk akhirnya sampai pada kesimpulan (discovery learning)

Siswa diberi kekebasan untuk belajar  sendiri  melalui aktivitas menemukan (discovery)




3. Teori belajar bermakna Ausubel

Menurut Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif. Teori ini banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.

Hakikat belajar menurut teori kognitif merupakan suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Atau dengan kata lain, belajar merupakan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati atau diukur. Dengan asumsi bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilkinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif tang telah dimiliki seseorang.

Beberapa Prinsip Teori Ausubel adalah

Proses belajar akan terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan  pengetahuan yang tlah dimilikinya dengan pengetahuan baru Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap  memperhatikan stimulus, memamahi makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami Siswa lebih ditekankan unuk berpikir secara deduktif  (konsep advance organizer)

Adapun aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran :

Keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan Untuk meningkatkan minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks. Perbedaan individu pada siswa perlu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumber Otoritas Pelaksanaan Supervisi [PGSD_UNU_NTB]

Pelaksanaan Supervisi Oleh Kepala Sekolah Dan Pengawas Di Sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan supervisi bukan untuk mencari kesalahan guru tetapi pelaksanaan supervisi pada dasarnya adalah proses pemberian layanan bantuan kepada guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang dilakukan guru dan meningkatkan kualitas hasil belajar. Kegiatan supervisi pendidikan sangat diperlukan oleh guru, karena bagi guru yang bekerja setiap hari di sekolah tidak ada pihak lain yang lebih dekat dan mengetahui dari dalam segala kegiatannya, kecuali Kepala Sekolah. Guru merupakan salah satu faktor penentu rendahnya mutu hasil pendidikan. Dalam rangka pelaksanaan program supervisi pendidikan maka harus mencakup semua komponen yang terkait dan mempengaruhi terhadap keberhasilan program supervisi pendidikan. Keberhasilan tersebut dilihat dari komponen perencanaan, implementasi dan dampak dari program supervisi pendidikan. Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas dan...

Struktur kurikulum TPQ Taman Pendidikan Al Qur’an atau TPA

selampang,30 Agustus 2020 Struktur kurikulum TPQ Taman Pendidikan Al Qur’an atau TPA  Struktur kurikulum TPA ini meliputi inti pembelajaran yang dilewati pada jenjang pendidikan untuk 3 tahun atau dalam enam semester. Pada masing masing jenjang ditempuh dengan waktu satu tahun yang mana dinamakan dengan level. Dengan waktu 3 tahun maka level yang ada adalah : -Level A -Level B -Dan level C  Penyusunan untuk struktur kurikulum TPQ Penyusunan untuk struktur kurikulum TPQ didasarkan kepada standar kompetensi lulusan dengan ketentuaan seperti dibawah ini :  Kurikulum TPQ berisi materi pokok dan materi dengan muatan lokal.Untuk materi pokok yaitu Pembelajaran Alquran, ilmu tajwid, ayat pilihan, bacaan sholat, hafalan surah pendek, praktek ibadah, doa serta adab harian, tahsinul kitabah, dan Pengenalan dasar agama Islam. Untuk muatan lokal disesuaikan dengan kondisi masing masing.  Sedangkan untuk materi pokok pada setiap jenjang l...

Budaya Nasional Sebagai Dasar Pendidikan [PGSD_UNU_NTB]

Bab III. Budaya Nasional Sebagai Dasar Pendidikan Kapita Selekta Pendidikan A. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari uraian materi pada bab ini, maka mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mampu menjelaskan pengertian pendidikan dan budaya. 2. Mampu menjelaskan konsep budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 3. Mampu mejelaskan keterkaitan antara pendidikan dan kebudayaan. 4. Mampu mendeskripsikan fungsi dan nilai-nilai budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 5. Mampu mendeskripsikan implementasi budaya nasional sebagai dasar pendidikan. 6. Mampu menjelaskan implikasi masalah beserta solusi terkait budaya nasional sebagai dasar pendidikan.  B. Pendahuluan    Hanya manusialah yang memiliki budaya, kebudayaan bukan hanya membentuk pribadi seseorang tetapi juga dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa pendidikan tidak lain adalah proses pembudayaan. Artinya apabila pendidikan itu dilepaskan dari kebudayaan maka tujuan pe...